"Malahayati" generasi baru Tanah Rencong

id pon,pon aceh sumut,pon xxi,pon 2024,nurul akmal,angkat besi Oleh Rizka Khaerunnisa

"Malahayati" generasi baru Tanah Rencong

Lifter Aceh Nurul Akmal (kanan) bersiap menyalakan api kaldron PON XXI Aceh-Sumut 2024 dalam upacara pembukaan di Stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh, Aceh, Senin (9/9/2024). . ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.

Banda Aceh (ANTARA) - Siang itu GOR Seuramoe, Banda Aceh, dipenuhi penonton. Laga angkat besi putri Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumatera Utara 2024 pada kelas di atas 87 kilogram, Rabu (10/9), menjadi momen yang paling dinantikan terutama bagi masyarakat Aceh sebagai tuan rumah.

Pasalnya, Nurul Akmal - lifter yang dua kali unjuk diri di Olimpiade itu - kembali turun untuk bertanding pada ajang PON.
 

Ketika tiba saatnya muncul di arena tanding, sorak sorai penonton bergema. Pada angkatan pertama dan kedua snatch, mudah bagi perempuan yang akrab disapa Amel itu untuk melewatinya. Giliran angkatan ketiga, Amel yang berupaya melampaui rekor PON dan nasional 116 kilogram untuk stach, rupanya gagal. Namun, Amel tetap memasang senyum di hadapan penonton.

Begitu memasuki angkatan clean and jerk, Amel sukses melewati angkatan pertama dan kedua. Berbeda dengan angkatan sebelumnya, pada angkatan ketiga Amel melampaui rekor PON yang ia pecahkan sebelumnya dari 142 kilogram menjadi 143 kilogram.

Seisi GOR Seuramoe pun pecah. Rekor baru itu disambut meriah seluruh penonton. Amel tersenyum lebar di arena tanding.

Dengan total angkatan 248 kilogram, lifter berusia 31 tahun itu tetap memimpin kelas di atas 87 kilogram dibandingkan lifter Jambi Jihan Syafitri dengan total angkatan 225 kilogram dan lifter Kalimantan Barat Rizka Oktaviana dengan total angkatan 219 kilogram.

Capaian ini sekaligus menandai perolehan medali emas yang dipertahankan Amel tiga kali berturut-turut pada PON, dimulai pada PON XIX Jabar 2016, PON XX Papua 2021, dan kini PON XXI Aceh-Sumut 2024.

Penampilan Amel itu menjadi penutup rangkaian pertandingan cabang olahraga angkat besi pada PON XXI. Aceh pun keluar menjadi juara umum untuk cabang olahraga ini dengan perolehan empat medali emas, tiga di antaranya berasal dari kategori putra dan sisanya disumbang kategori putri.

Jika dibandingkan PON XX Papua, total angkatan yang mampu dibukukan Amel pada PON XXI memang sedikit menurun. Pada PON XX, Amel meraih total angkatan 258 kilogram (snatch 116 kilogram, clean and jerk 142 kilogram). Adapun pada PON XIX Jabar 2016, Amel baru mencapai total angkatan 233 kilogram (snatch 100 kilogram, clean and jerk 133 kilogram).

“Kita semua (pada dasarnya berusaha) mengalahkan diri sendiri,” ujar Amel setelah memecahkan rekor PON untuk clean and jerk yang sebelumnya ia pegang atas namanya sendiri.

Amel mengaku, dirinya tidak melakukan latihan khusus atau ekstra menjelang PON XXI. Setelah berlaga di Olimpiade Paris pada Agustus lalu, ia merasa belum sepenuhnya siap menghadapi kompetisi kembali. Latihan angkatan yang ia lakoni pasca-Olimpiade Paris juga masih di bawah 110 kilogram. Meski begitu, ia tetap menyadari setiap kompetisi tidak boleh dianggap sepele.

“Belum siap saja mungkin,” tuturnya.

Selama berada di Aceh, di sela-sela gelaran PON XXI, Amel memanfaatkan waktu untuk berkumpul bersama keluarga. Bahkan pada saat ia bertanding di GOR Seuramoe, anggota keluarga intinya menonton Amel secara langsung. Baginya, dukungan keluarga sangat penting tidak hanya saat pertandingan berlangsung tetapi juga selama latihan.

“Menonton semua. Ada suami, ayah, mama, kakak, semua keluarga menonton hari ini,” ujar Amel bersemangat.

Jenjang prestasi

Amel mulai merintis prestasinya di ajang internasional pada tahun 2017 dengan berlaga dalam 4th Islamic Solidarity Games yang digelar di Azerjbaijani. Pada ajang ini, ia turun pada kelas di atas 75 kilogram dengan total angkatan 230 kilogram (snatch 99 kilogram, clean and jerk 131 kilogram).

Sejak tahun 2017 itu, menurut catatan International Weighlifting Federation (IWF), Amel telah mengikuti 24 kompetisi tingkat internasional termasuk Olimpiade Paris 2024. Dari seluruh kompetisi itu, Amel pernah membukukan total angkatan tertinggi seberat 267 kilogram untuk kelas di atas 87 kilogram pada laga Asian Championship yang digelar tahun 2022.

Terbaru, pada Olimpiade Paris 2024, Amel yang turun pada kelas di atas 81 kilogram mencatatkan total angkatan 245 kilogram (snatch 105 kilogram, clean and jerk 140 kilogram). Meski hanya Amel bisa mengukir peringkat ke-12, pencapaian ini menjadi bagian dari sejarah bagi Indonesia sebab telah mengirimkan salah satu atlet terbaiknya.

Setelah berlaga dua kali di Olimpiade, Amel sendiri belum menentukan target khusus apakah akan turun kembali pada Olimpiade berikutnya pada 2028—pada tahun itu ia akan mencapai usia 35 tahun.

“Kalau diberi kesempatan (ikut Olimpiade kembali), apa salahnya?” ujar Amel ketika ditanya wartawan usai pertandingan PON XXI, apakah dirinya masih ingin berlaga di Olimpiade.

Baginya, hidup memang tidak terlepas dari berbagai rencana dan target. Namun, yang lebih penting bagi Amel, hidup yang dijalani dibiarkan mengalir tanpa dibebani target tertentu. Mengenai rencana jangka pendek, setelah PON XXI rampung, ia akan kembali ke pelatnas di Jakarta dan berencana untuk kembali berlaga di ajang SEA Games yang digelar pada 2025.

“Mohon doanya dan support-nya saja untuk persiapan SEA Games di Thailand 2025,” tuturnya.

Pada PON kali ini, kehadiran Amel tidak hanya spesial bagi masyarakat Aceh berkat medali emas pada cabang olahraga angkat besi yang dipertahankan. Beberapa hari sebelum emas itu direbut, Aceh sebagai tuan rumah bahkan telah memilih Amel sebagai atlet pembawa obor api terakhir dan menyulutnya pada kaldron utama saat malam pembukaan PON.

Ketika mendapat tawaran sebagai pembawa dan penyulut obor api PON, pada awalnya Amel sempat menolak sebab tengah menyiapkan diri untuk bertanding. Tawaran itu akhirnya ia terima setelah melewati pertimbangan-pertimbangan.

“Kapan lagi bisa menyulut obor dan di rumah sendiri, Aceh,” katanya.

Momen pembukaan PON memang selalu dinanti-nantikan tidak hanya bagi atlet melainkan juga masyarakat umum. Pada momen itu, atlet-atlet terbaik yang mewakili daerahnya menjadi sorotan, terutama bagi para pembawa bendera PON dan obor api PON.

Menariknya, pembukaan PON kali ini menampilkan kemegahan pertunjukan kolosal Malahayati yang disandingkan dengan prosesi penyalaan obor api PON. Dua perempuan Aceh tampil bersisian.

Malahayati, perempuan yang berani melawan bangsa penjajah pada abad ke-16, menusukkan rencong secara simbolis pada kaldron utama, sedangkan di sisi lainnya Amel yang mewakili perempuan Aceh dari generasi masa kini menyalakan api tepat di sebelah rencong.

Api PON, yang disimbolkan sebagai semangat atlet, berkobar di tengah lapangan Stadion Harapan Bangsa.

Dengan capaian-capaian yang telah ditorehkan Amel dengan membawa harum nama Indonesia di kancah internasional, maka tidak heran Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo menilai pemilihan Amel sebagai penyulut api PON merupakan pilihan yang sangat baik karena merepresentasikan atlet muda dari tuan rumah.

“Ini adalah generasi muda yang menginspirasi. Harapannya bagaimana ini juga memotivasi generasi muda di seluruh Indonesia, khususnya di Aceh, bahwa anak muda dari Aceh itu bisa mendobrak dunia,” kata Dito.

Generasi penerus

Memiliki kesempatan untuk berlaga di ajang Olimpiade menjadi mimpi besar bagi para atlet. Ini tidak saja menandai pencapaian tertinggi secara pribadi, namun juga bagi Indonesia sebagai bangsa, meskipun Olimpiade hanyalah salah satu ajang olahraga bergengsi di dunia.

Atlet-atlet nasional yang terpilih unjuk diri di ajang dunia tidak serta-merta lahir tanpa adanya pembinaan terstruktur secara jangka panjang. Maka, pembinaan di daerah-daerah menjadi pondasi yang penting untuk bisa menemukan talenta-talenta unggul yang hasil “panennya” bisa dipetik dari PON.

Aceh, sebagai tuan rumah PON XXI, telah memiliki dua atlet yang pernah berlaga di Olimpiade. Butuh waktu tiga dekade bagi Aceh untuk melahirkan atlet terbaiknya setelah atlet anggar Aceh Alkindi unjuk gigi di Olimpiade Seoul 1988. Setelah Alkindi, Amel kini menjadi bintang baru, kalau boleh disebut sebagai “Malahayati era kini” bagi masyarakat Aceh.

Maka, perhelatan PON harus selalu dijadikan momentum pengingat tentang bagaimana regenerasi atlet yang harus berkelanjutan. Ini tidak hanya “pekerjaan rumah” bagi daerah tetapi juga nasional. Amel sendiri berharap, para lifter muda Aceh dapat mengikuti jejaknya dengan menempa diri melalui latihan demi latihan yang serius dan disiplin.

“Apalagi dengan adanya gedung kami ini (GOR Seuramoe) yang baru diresmikan dan standar internasional. Dengan semegah ini, adik-adik di angkat besi Aceh harus lebih semangat lagi dan bisa membuat tradisi atlet Aceh bisa lolos Olimpiade lagi dengan semangat yang juang,” kata dia.

Baca juga: Kontingen NTB tambah lima medali di PON XXI Aceh-Sumut 2024
Baca juga: Keindahan Toba jadi penyemangat Syelhan gondol emas

Amel pun menyadari bahwa setiap atlet menemukan kejayaan pada masa tertentu saja, termasuk dirinya sendiri. Ia ingin, hasil keringat dari pencapaian-pencapaian yang ditorehkan itu bisa dinikmati untuk hari tuanya bersama keluarga. Sebab bagi Amel, hidup yang terus bergulir ini tidak boleh melupakan investasi untuk masa tua.

Dari hasil jerih payahnya, Amel mengutarakan keinginannya untuk membangun usaha suatu hari nanti. Bahkan, ia juga berharap bisa mendapat kesempatan diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN) di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Amel hanya berharap, pemerintah tidak melupakan janjinya untuk mengangkat atlet berprestasi menjadi ASN.

“Semoga tidak lupa janjinya. Itu saja, sih,” tutup Amel sambil tersenyum.