Jakarta (ANTARA) - Pakar polimer Institut Teknologi Bandung (ITB) Akhmad Zainal Abidin mengatakan, hasil riset para ahli membuktikan bahwa migrasi BPA dari beberapa merek AMDK galon polikarbonat masih jauh di bawah ambang batas aman yang ditetapkan BPOM.
Dalam keterangannya yang diterima di Jakarta Selasa, Zainal menyebutkan hal tersebut menunjukkan bahwa air minum dalam kemasan (AMDK) tersebut aman untuk dikonsumsi masyarakat. Adapun penelitian tersebut dilakukan dengan metode standar yang sudah yang menjadi referensi baik secara nasional dan internasional.
Dia menambahkan, terdapat lima orang dalam tim riset itu, yakni tiga doktor dan satu calon doktor yang membidangi polimer atau plastik serta seorang dokter.
“Semua membidangi bidang polimer atau plastik. Jadi, semua tim kita yang paham plastik,” ujarnya.
Dia menuturkan, penelitiannya saat ini memang belum melibatkan semua merek AMDK galon Polikarbonat, tapi 10 merek terkenal saja. Menurut Zainal, karena merupakan merek-merek terkenal, maka diasumsikan bahwa konsumennya cukup banyak, sehingga dapat mewakili.
“Dan kita ambil Jawa Barat dulu untuk daerahnya karena memang Jawa Barat termasuk pemasok terbesar AMDK Indonesia. Jadi, banyak air botol, galon itu asalnya dari Jawa Barat,” dia menuturkan
Adapun alat-alat yang digunakan untuk penelitian, menurut Zainal, itu merupakan alat-alat canggih karena bisa mendeteksi sampai 10 nanogram. Padahal, lanjutnya, ukuran yang direkomendasikan BPOM itu cuma 0,6 miligram.
“Jadi, alat yang kita gunakan itu bisa mendeteksi sepersejuta dari yang diwajibkan BPOM,” katanya.
Zainal menuturkan, hal pertama yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan 10 merek terkenal dari AMDK galon Polikarbonat dari beberapa supermarket dan toko atau warung-warung.
Kemudian, katanya, air dari masing-masing galon diambil dan dianalisa dengan cara menginjeksikan ke alat High Performance Liquid Chromatography (HPLC) untuk mendeteksi kandungan BPA-nya.
“Hasilnya, kandungan BPA-nya jauh di bawah standar BPOM,” ungkapnya.
Pengujian selanjutnya juga dilakukan terhadap AMDK galon Polikarbonat yang disimpan terlebih dahulu selama 30 hari dan 90 hari, guna mengetahui kandungan BPA berdasarkan lamanya kontak antara air dan galonnya.
“Airnya kemudian diinjeksikan lagi ke HPLC. Sekalipun ada kenaikan migrasinya, tapi lagi-lagi hasilnya menunjukkan kandungan BPA-nya masih jauh di bawah ambang batas aman yang diwajibkan BPOM,” dia menambahkan.
Baca juga: ITB : Risetnya buktikan migrasi BPA galon polikarbonat masih aman
Baca juga: Perlu penguatan regulasi dalam inovasi pengembangan pangan-obat
Selain berdasarkan lamanya penyimpanan, katanya, pengujian juga dilakukan berdasarkan suhu. Dia menyebutkan ada tiga suhu yang digunakan, yaitu pada suhu ruang, temperatur panas 40 derajat Celcius, dan suhu 90 derajat Celcius dengan memanaskan galon di dalam oven.
“Kemudian air galon dari masing-masing temperatur tadi dianalisa dengan cara menginjeksikan ke alat HPLC. Hasilnya menunjukkan semakin tinggi suhu, migrasi BPA-nya memang semakin banyak. Tapi, jumlahnya juga masih di bawah ambang batas aman,” katanya.
Berita Terkait
Perguruan tinggi harus jadi hub riset dan inovasi
Selasa, 5 November 2024 17:37
Maestro seni Prof Bandem menari topeng di FSN
Senin, 29 Juli 2024 6:43
Nilai rata-rata UTBK terbaru, ITB jadi kampus yang persentasenya paling tinggi di 2024
Jumat, 14 Juni 2024 8:43
ITB pertahankan kerja sama dengan Danacita
Rabu, 31 Januari 2024 18:11
Pasangan Ganjar-Mahfud punya komitmen atasi pinjol ITB
Rabu, 31 Januari 2024 17:54
ITB rekomendasi pakar agar kedaulatan Indonesia lewat satelit terjaga
Selasa, 30 Januari 2024 17:53
Desa wisata Magetan dapat pendampingan dari LPPM ITB
Minggu, 19 November 2023 5:36
Pakar paparkan strategi percepat kendaraan listrik
Minggu, 21 Mei 2023 22:32