Jakarta (ANTARA) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa Indonesia pernah mengekspor minyak hingga 1 juta barel per hari pada tahun 1996 dan 1997.
"Tahun 1996, 1997, kita ekspor (minyak) 1.000.000 (barel per hari), kata Bahlil dalam Penganugerahan Penghargaan Keselamatan Migas Tahun 2024 di Jakarta, Senin malam.
Dia mengatakan pada tahun 1996 dan 1997, produksi minyak Indonesia mencapai sekitar 1.000.600 barel per hari dengan konsumsi domestik hanya 600 ribu hingga 700 ribu barel.
Hal itu memungkinkan negara untuk mengekspor hingga 1 juta barel dan mendapatkan pendapatan negara sebesar 40 hingga 50 persen dari sektor minyak dan gas.
Namun, Bahlil menyampaikan bahwa kondisi ini telah berubah drastis dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2022 hingga 2024, produksi atau lifting minyak Indonesia terus menurun, hanya mencapai sekitar 600 ribu barel per hari, sementara konsumsi domestik naik hingga 1 juta barel per hari.
Akibatnya, Indonesia kini menjadi net importir minyak, dengan impor mencapai 1 juta barel per hari. Situasi ini menuntut tindakan yang tegas untuk mengatasi ketergantungan pada impor minyak dan meningkatkan produksi dalam negeri.
"Konsumsi kita sekarang 1.000.000 (barel per hari). Jadi terbalik, tahun 96, 97, kita ekspor 1.000.000 (barel per hari), sekarang kita impor 1.000.000 barel per hari. Jadi ini kondisi yang membuat kita harus mengambil tanggung jawab semua," ucap Bahlil.
Dia juga menekankan pentingnya upaya kolektif untuk memperbaiki kondisi ini.
Ia mengapresiasi kontribusi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) yang telah berusaha meningkatkan lifting minyak melalui berbagai metode.
Lebih lanjut, Bahlil mengatakan bahwa ke depan, program pemerintah baru yang akan dijalankan oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Terpilih Gibran Rakabuming Raka akan fokus pada kedaulatan energi, di samping kedaulatan pangan.
"Ke depan Pak Prabowo dan Mas Gibran itu punya program, di antaranya kedaulatan energi, jadi ada kedaulatan pangan dan kedaulatan energi," tutur Bahlil.
Meski baru menjabat sebagai Menteri ESDM sejak 19 Agustus 2024 dan kabinet akan berakhir pada 20 Oktober 2024, Bahlil tetap optimistis bahwa reformasi dalam sektor energi dapat membawa perubahan positif.
Dia menggambarkan posisinya sebagai "pemain pengganti" dalam waktu tambahan, namun menegaskan bahwa upaya-upaya untuk memperbaiki lifting minyak harus tetap dilakukan secara berkelanjutan.
Baca juga: Pemerintah mendorong pemanfaatan EBT untuk smelter
Salah satu upaya yang diambil adalah merampingkan perizinan terkait peningkatan lifting minyak. Sebelumnya, terdapat lebih dari 320 peraturan yang mengatur perizinan di sektor minyak, dan jumlah ini telah dikurangi menjadi sekitar 200 aturan. Penyederhanaan aturan ini diharapkan dapat mempermudah proses eksplorasi dan produksi minyak.
Bahlil juga menyoroti bahwa skema gross split dan cost recovery yang diterapkan di Indonesia sering mendapat keluhan dari para kontraktor.
Baca juga: Pengusaha jangan perhatikan berlebihan ke staf ESDM
Awalnya, terdapat 29 kriteria dalam skema gross split yang dinilai terlalu rumit dan membingungkan, bahkan ketika dirinya membaca hal itu, merasa sangat bingung sehingga kriteria tersebut telah dirampingkan menjadi lima item utama.
"Maka kemudian kita ramping dari 29 item menjadi lima item, untuk diberikan keleluasaan bagi kontraktor untuk memilih jalur mana agar kemudian bisa kita mengoptimalkan dan percepatan terhadap proses lifting kita," kata Bahlil.