Pengusaha asal China bantah jual mutiara impor secara ilegal di Lombok

id pengusaha china, pengusaha mutiara, imigrasi mataram, mutiara lombok

Pengusaha asal China bantah jual mutiara impor secara ilegal di Lombok

Pengusaha Qian Jiacheng (kedua kiri) bersama rekan pengusaha mutiara asal China dan salah seorang pengusaha mutiara lokal, Rizky Akbar (tengah), menunjukkan akta pendirian perusahaan dagang PT Star Light Mutiara yang telah terdaftar di Kemenkumham RI di Mataram, Kamis (10/10/2024). ANTARA/Dhimas B.P.

Mataram (ANTARA) - Sejumlah pengusaha asal China yang berstatus warga negara asing (WNA) membantah telah menjual mutiara impor secara ilegal di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.

"Tidak ada impor, yang ada kami bantu produk mutiara lokal dijual ke luar negeri melalui perusahaan kami dan kunjungan tamu-tamu kami yang datang dari China," kata pengusaha asal China Qian Jiacheng di Mataram, Kamis.

Qian Jiacheng membuktikan hal itu dengan memperlihatkan dua dokumen transaksi pembelian mutiara dari pengusaha yang ada di Kota Mataram pada periode Juli 2024.

Pembelian pada tanggal 14 Juli 2024, Qian Jiacheng melalui PT Star Light Mutiara membeli sebanyak 320 butir mutiara dengan berat mencapai 1 kilogram dari Ana Pearls yang berada di Sekarbela, Kota Mataram.

"Nilai transaksinya Rp1,15 miliar," ujarnya.

Baca juga: Imigrasi Mataram periksa WNA China terkait penjualan mutiara impor ilegal

Berikutnya transaksi pada tanggal 17 Juli 2024 dengan CV NR Lombok Pearl. Dalam transaksi tersebut, Qian Jiacheng melalui PT Star Light Mutiara membeli 1.761 butir mutiara dengan berat 1,27 kilogram seharga Rp482 juta.

Terkait dengan legalitas perusahaan PT Star Light Mutiara yang menjalankan usaha dagang di Senggigi, Kabupaten Lombok Barat, Qian Jiacheng mengatakan bahwa sudah mendapatkan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM dalam bentuk badan hukum pada tanggal 15 Agustus 2024.

Perusahaan miliknya juga sudah mendapatkan nomor induk berusaha untuk bidang usaha perdagangan besar hasil perikanan dan produk lainnya YTDL, termasuk mutiara.

"Perusahaan ini juga sudah terdaftar sebagai PMA (penanaman modal asing), dan saya juga sudah memiliki KITAS (kartu izin tinggal terbatas) yang dikeluarkan pihak imigrasi," ucap dia.

Baca juga: Transaksi Festival Mutiara di Mataram capai Rp2,3 miliar

Perihal adanya pengamanan 10 WNA China oleh Kantor Imigrasi Mataram pada hari Senin (7/10) atas dugaan keterlibatan dalam impor mutiara secara ilegal, Qian Jiacheng menyayangkan hal tersebut.

Ia mengaku 10 WNA China tersebut adalah tamu yang akan membeli mutiara produksi lokal untuk selanjutnya menjual kembali ke China.

Akibat adanya aktivitas pengamanan tersebut, Qian Jiacheng mengaku banyak tamu dari China yang membatalkan kunjungan ke Pulau Lombok.

"Sebenarnya kami ini datang untuk membantu penjualan mutiara produk lokal. Tidak ada niat kami untuk bersaing dengan pengusaha lokal, tetapi kami ingin berkolaborasi, membangun kerja sama," ujarnya.

Bahkan, Qian Jiacheng mengaku bersama rekan-rekan pengusaha mutiara dari China berbondong-bondong memasarkan produk mutiara yang ada di Pulau Lombok.

Hal itu tidak terlepas dari pamor mutiara dari Pulau Lombok, khususnya produk air laut yang punya kualitas terbaik di dunia dan pasar yang cukup besar di China.

"Oleh karena itu, kami kerap mengajak tamu-tamu kami untuk belanja ke toko-toko mutiara di Lombok. Melihat-lihat proses budi daya mutiara di Lombok," ucap dia.

Baca juga: Festival mutiara di Mataram libatkan pembeli luar negeri

Rizky Akbar, pengusaha mutiara asal Kota Mataram dari PT Dua Saudagar Mutiara, turut menyampaikan bahwa pengusaha dari China cukup punya peran dalam membantu pengusaha lokal menjual mutiara produksi Pulau Lombok ke luar negeri.

Ia turut meyakinkan bahwa para pengusaha asal China tersebut tidak mengimpor mutiara, tetapi membantu menjualkan produk lokal ke luar negeri.

"Logikanya begini, kalau memang mereka impor, tentu di bandara, mereka akan diperiksa, dikenai pajak dari setiap barang yang masuk. Kalau mau jual di Indonesia lagi, di Lombok, tentu harganya jauh lebih mahal dari pada produk lokal," ujar Rizky.

Sementara itu, Iskandar yang merupakan salah seorang pramuwisata di Pulau Lombok mengaku banyak menerima dampak dari kedatangan wisatawan dari China yang merupakan tamu dari perusahaan Qian Jiacheng bersama kelompok pengusaha mutiara dari China.

"Dalam sebulan terakhir ini, saya dapat tamu itu sekitar 300 warga China. Jauh sekali bedanya saat COVID-19, waktu pandemi itu, sebulan kalau ada tamu," ucap Iskandar.

Bahkan, Iskandar mengaku kerap kewalahan ketika rombongan tamu dari China datang berwisata ke Pulau Lombok. Dia tidak segan menghubungi rekan biro perjalanan dan hotel di Pulau Lombok.

"Karena saking banyaknya itu, saya jadi kewalahan. Kadang sewaktu di bandara, saya langsung panggil rekan-rekan biro perjalanan yang ada di sana buat bantu handel," kata dia.