KemenPPPA usulkan dua RUU masuk Prolegnas 2025-2029

id RUU usulan KemenPPPA,Sistem Peradilan Pidana Anak,RUU Kesetaraan Gender,kesetaraan,Program Legislasi Nasional

KemenPPPA usulkan dua RUU masuk Prolegnas 2025-2029

Delegasi Indonesia dalam Women 20 (W20) Summit di Rio de Janeiro yang dipimpin Hadriani Uli Silalahi dan Dian Siswarini menyerukan kebijakan inklusif untuk meningkatkan kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan. Seruan itu disuarakan dalam W20 Summit yang digelar di Rio de Janeiro, 31 September--4 Oktober 2024. Dok. Delegasi RI W20 Summit

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengusulkan dua rancangan undang-undang untuk dapat dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka menengah 2025-2029.

"KemenPPPA telah mengajukan dua usulan rancangan undang-undang, yaitu RUU tentang Kesetaraan Gender dan RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak," kata Plt Sekretaris Kementerian PPPA Titi Eko Rahayu saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.

Titi Eko Rahayu menyampaikan latar belakang penyusunan RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, di antaranya masih ditemukannya kendala pada implementasi peraturan perundangan di lapangan berdasarkan kajian yang dilakukan sejumlah elemen masyarakat sipil.

Selain itu, faktor perubahan sistem hukum turut mempengaruhi, seperti disahkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Baca juga: Kesetaraan gender di Jatim melejit, DPD RI terpilih: Khofifah Effect dobrak politik maskulin

"KemenPPPA juga menyusun RUU tentang Kesetaraan Gender yang telah beberapa kali masuk dalam Prolegnas. Kami terus mengupayakan RUU tersebut karena belum semua perempuan menikmati akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat yang seimbang dalam berbagai bidang pembangunan," katanya.

Baca juga: KemenPPPA serukan pengarusutamaan gender dan inklusi

Selain itu, Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional tidak dapat secara efektif melaksanakan advokasi pengarusutamaan gender, dikarenakan hanya mengikat lembaga eksekutif.

Oleh karenanya, perlu pengaturan yang lebih kuat terkait sistem dan mekanisme bagi penyelenggara negara di lingkungan eksekutif, legislatif, dan yudikatif untuk mewujudkan kesetaraan.

Titi Eko Rahayu menambahkan bahwa RUU Kesetaraan Gender juga sejalan dengan program prioritas dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2025-2029, serta tugas dan fungsi bagi KemenPPPA sebagai kementerian yang mengampu isu pemberdayaan perempuan.