Jakarta (ANTARA) - Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi mengatakan, pasar modal Indonesia menunjukkan resiliensinya di tengah tantangan ketidakpastian geopolitik global dan momentum tahun politik di dalam negeri sepanjang 2024.
Hal itu ditunjukkan dengan tren positif pada berbagai indikator, di antaranya stabilitas pasar, tingkat aktivitas perdagangan, jumlah penghimpunan dana, serta peningkatan jumlah investor ritel dengan pesat.
“Berkat kerja keras, sinergi, dan kerja sama yang kuat dari seluruh pemangku kepentingan di industri pasar modal Indonesia, kita berhasil menghadapi berbagai tantangan tersebut dengan penuh optimisme. Bahkan, tidak hanya bertahan, tetapi juga terus mencatatkan berbagai capaian positif sepanjang 2024, yang menjadi bukti nyata komitmen bersama dalam mendukung pertumbuhan dan stabilitas pasar modal di Tanah Air,” ujar Inarno di Main Hall, BEI, Jakarta, Senin.
Sampai 27 Desember 2024, IHSG ditutup di posisi 7.036,57, dengan kapitalisasi pasar tumbuh sebesar 5,05 persen year to date (ytd) menjadi senilai Rp12.191 triliun.
Pasar Surat Utang Indonesia Composite Bond Index (ICBI) juga tumbuh ditutup di level 392,36, atau mencatatkan kenaikan sebesar 4,74 persen (ytd).
Kinerja reksa dana per 24 Desember 2024 dari sisi Asset Under Management (AUM) tercatat senilai Rp840,07 triliun atau meningkat sebesar 1,37 persen (ytd).
Dari pasar modal syariah, per 27 Desember 2024, Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) tercatat diposisi 213,86 atau tumbuh sebesar 0,57 persen (ytd) dengan nilai kapitalisasi pasar mencapai Rp6.759,54 triliun, atau tumbuh sebesar 9,98 persen (ytd).
Dari aktivitas penghimpunan dana di pasar modal, hingga 27 Desember 2024 telah tercatat 187 penawaran umum, termasuk 35 emiten baru, dengan total nilai penghimpunan dana mencapai Rp251,04 triliun atau melampaui target yang senilai Rp200 triliun, yang mencerminkan bukti nyata kepercayaan yang terus menguat terhadap pasar modal Indonesia.
Dari sisi transaksi perdagangan karbon, sejak diluncurkan pada 26 September 2023 hingga 27 Desember 2024, tercatat volume transaksi mencapai 908.018 ton CO2 ekuivalen, dengan total nilai transaksi akumulasi mencapai Rp50,64 miliar.
“Pencapaian ini menunjukkan respons positif terhadap inisiatif dan upaya mendukung transisi menuju ekonomi rendah karbon yang berkelanjutan,” kata Inarno.
Inarno melanjutkan, capaian luar biasa juga terjadi dari sisi pertumbuhan jumlah investor.
Per 24 Desember 2024, jumlah SID mencatatkan dan melebihi target dengan bertambahnya 2,6 juta investor baru, sehingga saat ini jumlah totalnya tercatat sebesar 14,81 juta SID.
"Menariknya, mayoritas SID individu didominasi oleh generasi muda di bawah usia 40 tahun, yang mencapai lebih dari 79 persen dari total SID. Hal ini menunjukkan potensi besar generasi ini dalam mendorong pertumbuhan pasar modal di masa depan," ujar Inarno.
Sepanjang 2024, OJK telah menyelesaikan dan mengeluarkan berbagai kebijakan yang diharapkan dapat memperkuat ekosistem pasar modal, meningkatkan transparansi, serta memperdalam likuiditas pasar, di antaranya :
1. POJK Nomor 4 Tahun 2024 mengenai laporan kepemilikan saham dan aktivitas peminjaman saham perusahaan terbuka,;
2. POJK Nomor 6 Tahun 2024 yang mengatur terkait pembiayaan transaksi margin dan/atau transaksi short selling oleh Perusahaan Efek;
3. POJK Nomor 10 Tahun 2024 tentang penerbitan dan pelaporan obligasi daerah dan sukuk daerah; dan
4. POJK Nomor 18 Tahun 2024 tentang penyedia likuiditas.
Terkait dengan tindak lanjut pemenuhan amanat UU P2SK, OJK telah menetapkan tiga POJK yang pada saat ini dalam tahap pengundangan di Kementerian Hukum, yakni:
1. POJK Nomor 32 Tahun 2024 tentang Pengembangan dan Penguatan Transaksi dan Lembaga Efek;
2. POJK Nomor 33 Tahun 2024 tentang Pengembangan dan Penguatan Pengelolaan Investasi di Pasar Modal; serta
3. POJK Nomor 45 Tahun 2024 tentang Pengembangan dan Penguatan Emiten dan Perusahaan Publik.
Lebih lanjut, Inarno mengatakan OJK akan memprioritaskan program-program pengembangan dan pendalaman pasar modal, yang difokuskan pada peningkatan kuantitas dan kualitas perusahaan tercatat, pengembangan produk, infrastruktur dan layanan baru, serta penguatan Anggota Bursa (AB) dan Manajer Investasi (MI).
"Program-program ini diharapkan dapat menjadi pilar utama dalam mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional di tahun yang akan datang," ujar Inarno.
Tahun ini, BEI, KPEI, dan KSEI, serta dengan dukungan Otoritas Jasa Keuangan, telah meluncurkan produk derivatif baru, yaitu Kontrak Berjangka Saham (KBS) atau lebih dikenal dengan Single Stock Futures (SSF), yang diharapkan dapat memberikan alternatif investasi sekaligus meningkatkan kualitas pasar.
Baca juga: KPK geledah kantor OJK terkait korupsi CSR Bank Indonesia
Dalam kesempatan sama, BEI juga meluncurkan produk derivatif baru, yaitu Kontrak Berjangka Indeks Asing (KBIA), dengan Underlying MSCI Hong Kong Listed Large Cap, yang diterbitkan BEI bekerja sama dengan MSCI.
Melalui penerbitan produk baru ini, diharapkan pasar derivatif Indonesia akan memiliki variasi investasi yang lebih luas dan pertumbuhannya akan semakin meningkat di masa mendatang.
Baca juga: OJK perkuat "fintech" bertanggung jawab
Inarno menyampaikan komitmen OJK untuk mendukung berbagai program pemerintah, termasuk AstaCita, yang bertujuan untuk memperkuat sektor-sektor ekonomi utama, meningkatkan daya saing, dan mendorong pembangunan berkelanjutan.
Dengan langkah-langkah tersebut, OJK akan terus berperan aktif dalam memajukan pasar modal Indonesia, agar dapat tumbuh secara inklusif dan berkelanjutan.