BPN fokus selesaikan hak tenurial dengan TORA di NTB

id bpn ntb,konflik tenurial,program tora bpn,redistribusi tanah,nusa tenggara barat,hak tenurial

BPN fokus selesaikan hak tenurial dengan TORA di NTB

Kepala Kanwil BPN NTB Lutfi Zakaria menjawab pertanyaan pewarta dalam sesi wawancara di Kantor Gubernur NTB, Mataram, Selasa (11/3/2025). (ANTARA/Sugiharto Purnama)

Mataram (ANTARA) - Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Nusa Tenggara Barat fokus untuk menyelesaikan hak tenurial dengan TORA yang mengarah pada hasil pelepasan kawasan hutan dan penataan batas kawasan hutan.

Kepala BPN NTB Lutfi Zakaria mengatakan Surat Keputusan (SK) Biru Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dari Kementerian Kehutanan terbit baru tahun ini, maka redistribusi tanah di Nusa Tenggara Barat dilakukan tahun depan.

"Ada banyak penataan kawasan hutan. Tata batas ditata lagi, sehingga nanti ada beberapa yang menjadi APL (area penggunaan lain) dari hasil penataan tersebut," ujarnya saat ditemui di Kantor Gubernur NTB, Mataram, Selasa.

Lutfi mengungkapkan pihaknya berkolaborasi dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Nusa Tenggara Barat untuk menyelesaikan lahan-lahan yang masuk ke dalam kawasan hutan. Data titik kawasan hutan yang dimiliki DLHK NTB menjadi acuan untuk menentukan titik penataan batas kawasan hutan.

Baca juga: BPN targetkan 15 ribu bidang tanah di NTB masuk PTSL 2025

Di Nusa Tenggara Barat, tahun ini, TORA belum ada yang siap untuk dijadikan redistribusi tanah. BPN terus berupaya menyelesaikan sengketa agar nanti bisa menjadi potensi sumber TORA.

Sepanjang tahun 2019 sampai 2025, program redistribusi tanah di Nusa Tenggara Barat terus mengalami penurunan dari 31 ribu bidang tanah dengan luas mencapai 44 ribu hektare pada 2019, menjadi 3.750 bidang tanah pada 2023, dan tidak ada redistribusi tanah pada tahun 2025.

"Kalau konflik, kami juga tetap menyelesaikan nanti berproses. Kalau suatu saat sudah selesai konfliknya nanti kami ajukan untuk redistribusi tanah apabila itu skemanya memang redistribusi tanah," kata Lutfi.

Baca juga: BPN mulai bagikan sertifikat tanah Program PTSL di Lombok Tengah

Salah satu konflik tenurial yang pernah terjadi di Nusa Tenggara Barat adalah alih status tanah hak guna usaha PT Alam Hijau di Sumbawa atas hamparan lahan tambak seluas sekitar 600 hektare.

Penguasaan lahan tambak oleh perusahaan tersebut melalui sertifikat hak guna usaha atau HGU dilakukan sejak tahun 1986 hingga akhirnya masa berlaku sertifikat HGU habis pada tahun 2012.

"Di Sumbawa sudah ada penetapan lahan terlantar dan sudah ada pengalokasian buat masyarakat, buat bank tanah. Nanti kami berproses lagi tanah-tanah lainnya yang masih ada potensi untuk kami tetapkan, tapi tentunya tidak menjadi konflik," pungkas Lutfi.

Baca juga: BPN perkuat modal pelaku UMKM di Lombok Barat
Baca juga: BPN jadwalkan pengecekan lahan diduga terlantar di Lombok Tengah
Baca juga: Program redistribusi tanah di Lombok Tengah tetap diproses