Lombok Tengah (ANTARA) - Forum Kepala Desa (FKD) Kecamatan Pujut atau Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Nusa Tenggara Barat mendukung rencana penataan Pantai Tanjung Aan untuk pengembangan pariwisata.
"Secara aturan, kawasan itu bukan milik masyarakat melainkan tanah negara," kata Ketua FKD Kecamatan Pujut Syukur di Lombok Tengah, Rabu.
Oleh karena itu, pihaknya meminta kepada warga secara baik-baik yang memiliki usaha di kawasan pesisir Pantai Tanjung Aan untuk mengosongkan kawasan tersebut.
"Pembangunan di kawasan itu untuk pengembangan pariwisata, sehingga masyarakat harus sukarela pergi, karena bukan hak mereka," katanya.
Baca juga: Komunitas Semeton Katana Pujut gelar anniversary di pantai Tanjung Aan Lombok
Ia mengatakan jumlah lapak atau warung ilegal yang ada di pesisir Pantai Tanjung Aan sebanyak 92 lapak. Dari jumlah tersebut 30 lapak di antaranya adalah pedagang dari Desa Sukadana.
"Seluruh pedagang atau pemilik lapak ilegal di sana sangat mengetahui bahwa lahan yang dipakai mereka bukanlah milik mereka," katanya.
Pihaknya sangat mendukung program pemerintah untuk membangun fasilitas akomodasi penginapan untuk pengembangan kawasan di Mandalika.
"Karena tamu dalam negeri maupun luar negeri kalau mereka mau tinggal di daerah yang paling utama adalah fasilitas, infrastruktur, dan bangunan. Itu poin utama untuk mereka datang kesini," katanya.
Baca juga: ITDC-Pemda Lombok tengah diminta aktif bina pedagang di Mandalika
Ia meminta warga untuk menaati terkait perjanjian tak tertulis soal Pantai Tanjung Aan yang merupakan lahan HPL milik ITDC.
"Perjanjian tak tertulis antara ITDC dengan pemilik usaha di Pantai Tanjung Aan terjadi pada tahun 1999," katanya.
Pihaknya dari pemerintah desa yang menjadi penanggungjawab waktu itu bahwa sebelum ITDC membangun masyarakat berikan masyarakat untuk memanfaatkan lahan itu untuk pertanian.
"Jika ITDC membangun tidak apa-apa masyarakat kami siap pindah dari tanah negara tersebut," katanya.
Selanjutnya menjelaskan kronologi adanya perjanjian tak tertulis antara ITDC, pemerintah desa dan warga. Pada tahun 1999 sebelum mereka menempati lahan HPL ITDC, pemerintah desa dengan pemilik usaha membuat perjanjian tertulis.
"Mereka mendirikan bangunan di pinggir pantak. Dan pinggir pantai adalah hak negara kan. Tidak boleh diperjualbelikan meskipun tidak permanen," katanya.