Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat membuka peluang penetapan tersangka lain usai melihat fakta yang terungkap dalam persidangan kasus korupsi kerja sama bangun guna serah (BGS) NTB Convention Center (NCC) di Pengadilan Negeri Mataram.
Asisten Pidana Khusus Kejati NTB Zulkifli Said di Mataram, Senin, mengatakan pengembangan tersebut berkaitan dengan imbalan royalti tahunan senilai Rp8 miliar yang tidak disetorkan PT Lombok Plaza kepada Pemerintah Provinsi NTB dalam periode 2017 hingga 2024.
"Yang harus bertanggung jawab, siapa saja.
Kalau memang ada kaitan, kami lihat dulu putusan lengkap hakim. Pertimbangannya bagaimana," katanya.
Dalam putusan terdakwa Rosiady Husaenie Sayuti dan Dolly Suthajaya pada akhir pekan lalu, hakim menyebutkan bahwa nilai Rp8 miliar yang masuk dalam item kerugian keuangan negara tersebut dibebankan kepada PT Lombok Plaza.
Baca juga: Korupsi LCC, Mantan Bupati Lombok Barat dihukum 6 tahun penjara
Penyetoran royalti tahunan itu dinilai hakim sudah tidak lagi menjadi tanggung jawab Dolly Suthajaya sebagai Direktur PT Lombok Plaza yang mengakhiri jabatan sebelum jatuh tempo pembayaran tahun pertama pada tahun 2017.
Begitu juga peran Rosiady sebagai pihak yang mewakili pemerintah dalam penagihan kepada PT Lombok Plaza.
Hakim mempertanyakan peran Pemprov NTB yang dinilai sudah membiarkan persoalan ini berlarut hingga tahun 2024, mengingat Rosiady tercatat telah mengakhiri jabatan sebagai Sekdaprov NTB pada tahun 2019 dan dilanjutkan Lalu Gita Ariadi.
Atas adanya pernyataan hakim yang tersampaikan dalam sidang putusan tersebut, jaksa berencana mengagendakan pemanggilan terhadap para pihak terkait, baik dari PT Lombok Plaza maupun Pemprov NTB, salah satunya Lalu Gita Ariadi, pengganti Rosiady dalam jabatan Sekdaprov NTB.
"Kami klarifikasi dulu sama mereka, apakah betul pemprov tidak mau nagih atau gimana," ujarnya.
Baca juga: Status justice collaborator Lalu Azril jadi pertimbangan jaksa kasus LCC
Rosiady dalam putusan pengadilan dijatuhi hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 5 bulan kurungan pengganti denda.
Untuk Dolly dijatuhi pidana hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan serta membebankan yang bersangkutan membayar uang pengganti kerugian senilai Rp7,2 miliar subsider 3 tahun penjara.
Uang pengganti yang dibebankan kepada Dolly berasal dari selisih nilai pembangunan gedung pengganti Balai Laboratorium Kesehatan Masyarakat Pulau Lombok.
Jaksa menemukan bahwa nilai bangunan pengganti tersebut terlaksana tidak sesuai dengan kesepakatan serta Keputusan Menteri Kesehatan tanggal 10 Juli 2008 tentang Standar Balai Laboratorium Kesehatan dan Balai Besar Laboratorium Kesehatan.
Baca juga: Hakim Pengadilan Mataram diminta rampas mal LCC untuk negara
Pembangunan gedung pengganti itu pada awalnya disepakati dengan nilai Rp12,2 miliar. Namun, dalam pelaksanaan pembangunan pada tahun 2014-2015, gedung tersebut dinilai hanya terbangun dengan anggaran Rp5 miliar. Penilaian itu sesuai hasil analisis tim teknik PUPR NTB.
Dalam putusan, hakim sepakat dengan tuntutan jaksa yang menyatakan bahwa akibat adanya perbuatan pidana dalam kerja sama ini, PT Lombok Plaza telah diuntungkan dan merugikan Pemprov NTB sebagai pemilik lahan seluas 3,2 hektare yang menjadi objek kerja sama pengelolaan NCC.
Sehingga munculnya kerugian keuangan negara dari dua item, baik royalti tahunan dan kekurangan nilai bangunan dengan total Rp15,2 miliar sesuai hasil audit BPKP NTB.
Kerugian muncul dari perbuatan PT Lombok Plaza sebagai pelaksana pembangunan dan pengelola NCC yang tidak memenuhi kewajiban sesuai perjanjian.
Sehingga hakim dalam putusan menyatakan perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur pidana yang tertuang dalam dakwaan primer, yakni Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: Mantan Dirut PT Tripat Lombok Barat dituntut empat tahun penjara
Baca juga: Mantan Bupati Lombok Barat dituntut 10,5 tahun terkait korupsi pembangunan LCC
