Mataram (ANTARA) - Pagi di pesisir Mandalika selalu sibuk oleh detak geliat pariwisata. Gelombang kecil memecah pantai, sementara jauh di ujung teluk, struktur besi dermaga kapal cepat tampak semakin jelas dari hari ke hari.
Proyek yang sempat berjalan lambat itu, kini menempuh fase penentu, yakni berpacu menuju target operasional pada 2026.
Dermaga ini bukan sekadar infrastruktur laut. Ia adalah pintu baru yang diharapkan memutus hambatan konektivitas dan membuka arteri wisata antara Mandalika dan Bali.
Dalam uji coba pada 2022, rute kapal cepat Sanur-Mandalika sempat mengantar ribuan penumpang dalam waktu singkat, membuktikan potensi yang besar, namun operasionalnya berhenti karena masalah perizinan dan kesiapan fasilitas.
Kini, pembangunan kembali menunjukkan arah yang lebih terukur. Fisik dermaga mencapai sekitar 70–75 persen pada akhir 2025, dan rangkaian perizinan, mulai amdal, ruang laut, hingga izin sandar kapal cepat, tengah diproses berlapis antara pemerintah kabupaten, provinsi, dan pusat.
Dengan studi kelayakan rampung dan dukungan pihak swasta sebagai pengembang, tinggal satu pertanyaan yang menggantung, mampukah dermaga ini menjawab ambisi besar Mandalika sebagai kawasan pariwisata kelas dunia?
Proyek ini penting ditelaah karena kehadirannya berada di simpul strategis antara kebutuhan industri pariwisata, tuntutan percepatan konektivitas, dan besarnya investasi negara di kawasan ekonomi khusus tersebut.
Dermaga kapal cepat akan menjadi tol laut pendek yang menghubungkan dua episentrum wisata nasional, yakni Bali dan Mandalika, Lombok, serta menjadi bagian dari skenario besar yang telah menelan investasi publik lebih dari Rp5,7 triliun di kawasan itu.
Infrastruktur menentukan arah masa depan Mandalika, tetapi apakah cukup dengan membangun dermaga? Tulisan ini menyusuri tantangan yang ada, peluang yang terbuka, dan refleksi mengapa keberhasilan proyek ini musti ditopang lebih dari sekadar beton dan izin.
Konektivitas
Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika dirancang bukan hanya sebagai lokasi ajang kelas dunia, tetapi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru.
Dalam industri pariwisata, kualitas objek wisata sering kalah penting dibandingkan kemudahan akses. Di sinilah dermaga kapal cepat memegang peran krusial.
Rencana rute Sanur–Mandalika dapat memangkas waktu tempuh wisatawan dari Bali menjadi sekitar dua jam.
Dengan jutaan wisatawan yang sudah berada di “pintu depan”, Mandalika hanya butuh kendaraan yang mengantar mereka ke halaman rumah.
Pengalaman 2022 memberi bukti bahwa permintaan sangat tinggi karena kapal penuh, trip padat, dan respons pasar luar biasa. Artinya, pasar sudah ada, tinggal infrastrukturnya yang harus ditegakkan.
Data investasi menunjukkan kesungguhan negara dan pengelola kawasan untuk menjadikan Mandalika sebagai objek wisata bertaraf internasional.
Realisasi investasi 2025 mencapai Rp14,66 miliar pada semester pertama, di tengah target hampir Rp537 miliar. Angka itu memang masih jauh dari target, namun memberi sinyal gerak.
Selain itu, KEK Mandalika telah menyerap lebih dari 19 ribu tenaga kerja dan mengelola ratusan hektare lahan yang terus dikembangkan berdasarkan zona-zona prioritas.
Tetapi investasi fisik saja tidak cukup. Akademisi Politeknik Pariwisata Negeri Lombok menggarisbawahi masalah klasik bahwa kesiapan SDM dan perilaku sosial yang belum selaras dengan standar objek wisata kelas dunia.
Infrastruktur bisa dibangun dengan kontraktor, tetapi standar pelayanan harus dibangun lewat pelatihan dan perubahan perilaku. Tanpa itu, bahkan fasilitas terbaik bisa kehilangan daya dobrak.
Di sisi lain, perizinan menjadi persoalan yang berulang. Izin operasional dermaga apung dan kapal cepat sering kali tersangkut tahap demi tahap karena aspek keselamatan.
Asosiasi operator kapal cepat meminta dermaga selesai 100 persen sebelum berlayar, dan kementerian teknis menuntut jaminan keamanan sepenuhnya.
Dari sisi regulator, kehati-hatian adalah keniscayaan; namun dari sisi pariwisata, waktu adalah peluang. Keduanya harus bertemu di tengah.
Ini mendorong pertanyaan mendasar, apakah KEK Mandalika sudah memosisikan konektivitas laut sebagai prioritas strategis? Jika iya, percepatan perizinan harus dirumuskan, tanpa mengabaikan keselamatan.
Sistem koordinasi pusat, provinsi, dan kabupaten perlu lebih solid agar kebijakan tidak berjalan sendiri-sendiri.
Pelabuhan pariwisata
Ketika dermaga ini selesai, ia tidak boleh sekadar menjadi struktur beton yang sesekali dipakai. Ia harus menjadi simpul transportasi yang hidup.
Di sinilah tantangan terbesar berada, yakni memastikan dermaga benar-benar menjadi “jantung baru” konektivitas Mandalika.
Pertama, fasilitas pendukung harus diperkuat. Akses jalan, ruang tunggu, sistem tiket digital, keamanan laut, dan standar pelayanan harus disiapkan sejak awal.
Banyak objek wisata dunia gagal memanfaatkan dermaga karena hanya fokus pada konstruksi, bukan operasional.
Kedua, rencana rute harus dikembangkan lebih dari sekadar Bali-Mandalika. Peluang menghubungkan objek wisata lain, seperti kawasan pesisir lain di pulau tetangga dapat menjadi strategi multipusat. Ini sejalan dengan gagasan Mandalika sebagai episentrum, bukan hanya tujuan tunggal.
Ketiga, kesiapan SDM wajib menjadi prioritas. Pelatihan pemandu wisata, layanan frontdesk dermaga, operator keselamatan, hingga pelaku UMKM adalah ekosistem yang tak boleh terabaikan. Wisata kelas dunia tidak hanya soal infrastruktur, tetapi standar layanan.
Keempat, investasi swasta harus ditarik lebih agresif. Skema pendanaan pihak ketiga yang sudah digunakan untuk percepatan fasilitas dermaga apung menunjukkan bahwa kolaborasi dapat mempercepat pekerjaan.
Jika model ini diperluas dengan tata kelola yang transparan, percepatan pembangunan fasilitas baru dapat terwujud.
Akhirnya, Mandalika harus membuktikan bahwa pembangunan dermaga bukan proyek seremonial yang diselesaikan hanya untuk ajang internasional.
Ia harus menjadi investasi jangka panjang yang memberi manfaat bagi masyarakat penyangga, memperluas peluang usaha, dan memperkuat kebanggaan daerah dalam industri pariwisata nasional.
Dermaga kapal cepat Mandalika adalah simbol transisi menuju fase baru pengembangan kawasan eknomi khusus (KEK), yakni dari membangun nama menuju membangun akses dan kualitas.
Pekerjaan fisik mungkin rampung pada 2026, tetapi pekerjaan sosial, regulasi, dan manajemen jauh lebih panjang. Di sinilah keberhasilan jangka panjang ditentukan.
Konektivitas laut dapat mengubah peta pariwisata kawasan, memperluas pasar, dan mempercepat pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Namun semua itu hanya mungkin jika pemerintah daerah, pusat, pengelola kawasan, dan pelaku usaha berjalan dalam ritme yang sama, yakni cepat, tepat, dan berorientasi jangka panjang.
Pertanyaannya kini sederhana, tetapi penting, ketika dermaga nanti benar-benar berdiri megah, apakah seluruh ekosistem Mandalika sudah siap bekerja pada level kelas dunia yang selama ini dikejar?
Jawabannya ada pada pilihan hari ini karena dermaga bisa selesai dalam setahun, tetapi kesiapan kawasan memerlukan visi yang jauh lebih panjang.