Mataram (ANTARA) - Grup musik asal Yogyakarta Tashoora merilis debut rekaman studio berjudul “Hitam” setelah menelurkan karya rekaman siaran langsung dalam bentuk EP bertajuk “Ruang”.
“Di mini album “Ruang” kemarin, kami sudah mencoba membuat rekaman secara live. Kali ini kami mencoba untuk produksi lagu dan rekaman di studio,” ujar pemain keyboard Tashoora Dita Permatas dalam keterangan pers yang diterima Antara di Jakarta, Sabtu.
Masih dengan nafas yang serupa dengan mini album “Ruang”, mereka juga mengusung isu sosial dalam single “Hitam” itu.
Dibentuk pada 2016 dan diambil dari nama salah satu jalan, yaitu Jalan Tasura – kota asal band, Yogyakarta – musik Tashoora kerap di definisikan sebagai Chamber Pop, sebuah aliran musik dengan ciri khas alunan melodi dan orkestranya – dan rock indie.
Tashoora terdiri dari lima anggota yaitu Danang Joedodarmo pada vokal dan gitar, Dita Permatas pada akordeon, keyboard, dan vokal, Gusti Arirang pada bass dan vokal, Sasi Kirono pada gitar elektrik, dan terakhir sang pengatur tempo Mahesa Santoso pada drum.
Mereka bekerja sama dengan label rekaman Degup Detak Records (Yogyakarta), Nadarama Recording (Jakarta), dan Juni Records.
Dari sekian banyak isu sosial yang jarang diangkat grup musik Tanah Air, Tashoora mencoba angkat persoalan kebijakan hukuman yang dinilai primitif, yaitu hukuman mati, yang masih berlaku di Indonesia.
“Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang masih memberlakukan hukuman mati, dengan kasus terbanyak yang mendapat hukuman tersebut adalah narkoba, terorisme dan pembunuhan berencana,” ungkap Danang.
Danang pun menambahkan sebagian masyarakat masih percaya bahwa kebijakan itu dapat memberi efek jera pada para pelaku kejahatan dan berperan mengurangi angka kejahatan.
Bukan hanya bercerita kebijakan primitif, melalui “Hitam”, Tashoora juga menggambarkan proses yang harus dijalani dalam kebijakan tersebut. Mulai dari tata cara pelaksanaannya menurut undang-undang, jumlah personel regunya, hingga aba-aba yang tidak dilakukan secara verbal.
Hal unik terlihat pada sampul artwork yang menyertai rilisan “Hitam”. Bekerja sama dengan fotografer Antonius Dian dan mengambil lokasi di Yogyakarta, para personil Tashoora dipotret dalam pose berbalut kain merah, lengkap dengan aksesoris penutup mata merah dan setangkai mawar di mulut.
Menurut sang fotografer, visual itu merupakan interpretasinya atas lagu “Hitam”, yang coba disampaikan melalui karya seni foto, tentang cinta kasih dan tragedi.
Tidak hanya di cover artwork, video klip resminya pun mendapat sentuhan seni yang memuaskan. Seorang sutradara muda bernama Wregas Bhanuteja diajak bekerja sama untuk memberikan interpretasinya atas lagu “Hitam” dan isu yang diangkat dalam lagu itu.
“Menggambarkan pergulatan batin seseorang yang akan menjalani ekskusi,” ujar Wregas mengenai video klip yang dibuatnya.
Bersama dengan peluncuran “Hitam”, Tashoora pun mendapat kesempatan dan kehormatan untuk ditunjuk sebagai artis Early Noise 2019 oleh Spotify, yang merupakan kampanye inisiatif dengan komitmen untuk memperkenalkan potensi-potensi terbaru dan menghubungkan musik mereka dengan para penggemar di seluruh dunia.
Berita Terkait
Puluhan Warga Mataram Lakukan Aksi Gunduli Kepala
Jumat, 21 Agustus 2015 15:53
Haji- 60 Persen Calon Haji Mataram Risiko Tinggi
Rabu, 19 Agustus 2015 21:37
Bupati Sumbawa Barat Evaluasi Jelang Akhir Jabatan
Selasa, 11 Agustus 2015 7:40
Legislator Kecewa Anggaran Sosial Minim Dialokasikan Pemprov NTB
Rabu, 5 Agustus 2015 23:18
Anggaran pengamanan pilkada sumbawa barat rp1,5 miliar
Jumat, 31 Juli 2015 15:01
Paket "K2" Pertama Mendaftar Ke KPU KSB
Senin, 27 Juli 2015 11:14
Paket "f1" didukung partai terbanyak dalam pilkada
Minggu, 5 Juli 2015 14:21
Ikan tuna NTB mengandung merkuri kadar rendah
Rabu, 10 Juni 2015 6:56