Lombok Barat, NTB, 4/11 (ANTARA) - Peneliti Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menyatakan, perairan Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu kawasan pemijahan ikan tuna sirip biru (Thunnus thynnus).
"Hasil penelitian memposisikan perairan NTB sebagai daerah pemijahan ikan tuna sirip biru," kata Direktur Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, DR Aji Sularso, MMA, di sela pertemuan Coordination Committee (CC) Regional Plan of Action (RPOA), di Senggigi, Kabupaten Lombok Barat, NTB, Rabu.
Perwakilan dari sebelas negara anggota RPOA menghadiri pertemuan itu guna memantapkan strategi memerangi praktik penangkapan ikan yang tidak bertanggung jawab atau "illegal fishing" sekaligus meningkatkan komitmen memerangi IUU Fishing di tiga wilayah yakni Laut China Selatan, Laut Arafura dan Laut Sulu Sulawesi.
Sularso mengatakan, perairan NTB bukan merupakan kawasan potensial "illegal fishing" karena tidak banyak memiliki keragaman ikan yang diincar para nelayan asing.
Menurut dia, perairan NTB lebih dikenal sebagai kawasan potensial pemijahan ikan tuna sirip muda karena letaknya tidak jauh dari Samudera Hindia.
"Kalau kasus 'illegal fishing' yang melibatkan nelayan lokal tetap ada, dan itu terjadi di hampir semua perairan di Indonesia. Tetapi tidak bagi nelayan asing," ujarnya.
Sularso berharap, para pihak di wilayah NTB menyadari potensi kawasan pemijahan ikan tuna sirip biru di perairan NTB itu sehingga dapat dioptimalkan.
Ikan tuna sirip biru menjadi rebutan banyak negara seperti Australia, Jepang, Taiwan, Cina dan Korea Selatan. Bahkan, Australia, yang berhimpitan dengan wilayah perairan NTB itu memperoleh devisa 40 juta dollar Australia setiap tahun dari hasil produksi tuna.
Tuna sirip biru tergolong ikan laut lepas yang umumnya hidup di Samudra Hindia dan ikan ini teridentifikasi hanya bertelur di wilayah perairan Selatan Lombok, namun setelah bertumbuh segera berpindah ke Samudra Hindia.
Data versi DKP, potensi ikan sirip biru di Samudra Hindia dan sekitarnya tidak kurang dari 650.000 ton.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB, H.M. Ali Syahdan, mengatakan, sejauh ini, nelayan NTB kesulitan memanfaatkan potensi ikan tuna sirip biru itu karena pola tangkapannya relatif rumit.
"Untuk menangkap ikan tuna dibutuhkan kapal-kapal besar itu cara tangkapnya juga rumit, melibatkan kapal-kapal besar dengan peralatan lengkap termasuk ruang pendingin. Karena setelah tangkap secepatnya dipasarkan," ujarnya.(*)