Mataram (ANTARA) - Wakil Kepala Kepolisian Daerah (Wakapolda) Nusa Tenggara Barat Brigjen Pol Tajuddin, menegaskan bahwa divisi profesi dan pengamanan (propam) sedang menelusuri keterlibatan anggota lainnya dalam kasus suap tahanan rutan.
"Kasus Tuti itu masih panjang prosesnya. Tapi yang jelas, semua yang terlibat pastinya akan diproses," kata Tajuddin yang ditemui Antara usai melaksanakan ibadah shalat Jumat di Masjid Baitussalam Polda NTB.
Sejauh ini, kasus tersebut baru mengungkap keterlibatan Kompol Tuti Mariati, Kasubdit Pengamanan Tahanan (Pamtah) Dittahti Polda NTB nonaktif, polwan yang diduga menerima suap dari para tahanan rutan.
Baca juga: WN Prancis penyelundup narkoba dapat diskon dari hukuman mati jadi 19 tahun penjara
Baca juga: Kejagung terus mengikuti perkara WN Prancis penyelundup narkoba
Dalam penanganannya, Kompol Tuti kini sedang menjalani proses penuntutan di tingkat Pengadilan Negeri Tipikor Mataram. Perkembangan sidangnya masih berjalan di tahap pemeriksaan saksi.
Dari keterangan para mantan tahanan yang telah dihadirkan sebagai saksi ke hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, muncul pengakuan adanya pemberian uang kepada Kompol Tuti.
Masuknya fasilitas pribadi milik tahanan ke dalam rutan, menjadi ajang Kompol Tuti mendapatkan penghasilan tambahan di luar gajinya sebagai Perwira Menengah (Pamen) Polri.
Terbaru dalam persidangannya, muncul keterangan yang menyatakan bahwa ada harga yang harus diberikan kepada petugas bila tahanan ingin menggunakan "bilik asmara" bersama sang istri. Cukup dengan menyerahkan uang Rp150 ribu, "bilik asmara" sudah dapat dimanfaatkan.
Penggunaan handphone di dalam rutan juga menjadi sasaran, petugas dalam hal ini Kompol Tuti memasang tarif rata-rata Rp300 ribu. Tikar, kasur, selimut, kipas angin, pindah kamar tahanan ke tempat yang lebih privasi, seperti yang didapat penyelundup narkoba asal Perancis, Dorfin Felix, juga disediakan oleh petugas. Semuanya dapat disediakan, asal tahanan mau membayar.
Baca juga: (1) Jejak WN Prancis Dorfin Felix sang penyelundup narkoba
Baca juga: Kejati NTB tidak ajukan kasasi diskon hukuman mati Dorfin menjadi 19 tahun penjara
Menanggapi hal tersebut, Wakapolda NTB menegaskan bahwa pungutan yang dilakukan Kompol Tuti sudah bertentangan dengan standar operasional prosedur (SOP) dalam bertugas. Aturan yang melarang masuknya fasilitas tambahan di dalam rutan, menjadi modus Kompol Tuti melakukan pungutan.
"Jadi itu, tidak boleh itu, ada SOP yang harus ditaati, kalau melanggar bisa kena kode etik dan disiplin," ujarnya.
Karena itu, Brigjen Pol Tajuddin kembali menegaskan bahwa pihaknya akan terus memantau jalannya persidangan. Langkah tersebut, jelasnya, dilakukan untuk memantapkan proses penanganan di Divisi Propam Polda NTB.
"Untuk itu kita belum ada (perkembangan), menunggu sidangnya yang sedang berjalan. Tapi nanti kita akan angkat lagi masalah kode etiknya di internal kepolisian," ucap Tajuddin.
Berita Terkait
Kompol Tuti terpidana "pungli" Rutan Polda NTB terancam dipecat
Jumat, 18 Oktober 2019 16:59
Kompol Tuti Maryati divonis tiga tahun penjara
Selasa, 24 September 2019 16:14
Kompol Tuti Maryati dituntut tiga tahun kurungan
Kamis, 12 September 2019 14:54
Hakim menelusuri modus pelarian Dorfin dari pemeriksaan Kompol Tuti
Rabu, 28 Agustus 2019 20:46
Kompol Tuti akui tertekan ketika diperiksa penyidik kepolisian
Rabu, 28 Agustus 2019 19:08
Polisi mencegah wartawan liput pemeriksaan pungli rutan di Polda NTB
Rabu, 28 Agustus 2019 16:04
Dorfin Felix berikan keterangan berbelit-belit dalam sidang pungli rutan
Rabu, 14 Agustus 2019 16:25
WN Prancis penyelundup narkoba akui biaya hidup di Rutan Polda NTB sangat tinggi
Rabu, 14 Agustus 2019 16:01