INSTITUSI POLISI PALING RENTAN SUAP

id

     Mataram, 28/1 (ANTARA) - Institusi polisi paling rentan suap, kata Manajer Pelaksanaan Program Transparency International (TI) Indonesia, Heny Yulianto di Mataram, Rabu.

     Ia mengatakan, hasil penelitian TI Indonesia terhadap 15 institusi publik menyebutkan angka indeks 48 persen, ini artinya dari total interaksi antara responden pelaku bisnis dengan institusi tersebut (polisi) hampir setengahnya terjadi suap.

     "Ini masih relevan dengan hasil penelitian Global Corruption Barometer (BCG) yang dikeluarkan TI Indonesia pada akhir 2007," katanya pada seminar Sosialisasi Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2008 dan Indeks Suap 15 Institusi Publik.

     Sosialisasi ini diselenggarakan atas kerja sama TI Indonesia dan Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (Somasi) NTB.

     Dikatakannya, posisi kedua ditempati institusi Bea Cukai 41 persen dan Imigrasi 34 persen.

     Sedangkan Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya (DLLAJR) 33 persen, Pemda 33 persen, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) 32 persen.

     "ini merupakan institusi yang berada di urutan tertinggi  dalam kecenderungan terjadinya suap," katanya.

     Dari 15 institusi yang dinilai, Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah lembaga yang paling tidak rentan terhadap suap  dengan indeks 10 persen.

     Menurut dia, meski pengadilan tidak termasuk dalam lima besar institusi publik yang indeks suapnya besar, namun angka spektakuler nilai transaksi suap di institusi pengadilan justru hampir 50 kali lipat dibandingkan dengan 14 institusi lainnya, yakni sebesar Rp102, 41 juta per tahun.

     Sedangkan nilai transaksi di institusi kepolisian hanya 2,27 juta per tahun dan Bea Cukai  Rp3,27 juta.

     Ini memberikan gambaran mengenai buruknya praktik suap di institusi penegak hukum (pengadilan dan kejaksaan) sehingga upaya pemberantasan korupsi harus diintensifkan, kemudian disusul polisi dan lembaga legislatif.

     Berdasarkan hasil IPK dan Indeks Suap tahun 2008, TI Indonesia mendesak institusi publik yang rentan suap untuk introspeksi dan berbenah diri serta menggunakan hasil penelitian ini sebagai acuan untk memperbaiki kinerjanya.

     TI Indonesia juga mendesak pemerintah daerah/kota untuk melakukan perbaikan sistem yudisial di institusi penegak hukum terutama pengadilan dan kejaksaan untuk  menghindari suap.

     Survei IPK yang dilakukan TI Indonesia pada September sampai Desember 2008 itu bertujuan mengukur tingkat korupsi pemerintah daerah berdasarkan pelaku bisnis setempat.

     Survei ini juga mengukur tingkat kecenderungan terjadinya suap di 15 institusi publik di Indonesia yang ditampilkan dalam indeks suap.

     Total sampel dari survei yang tersebar di 50 kota itu  tercatat 3.841 responden, yakni dari pelaku bisnis sebanyak 2.371 responden, pejabat publik 1.074 responden dan tokoh masyarakat 396 responden. (*)