Mataram (ANTARA) - Jika saja sirkuit MotoGP mulai digelar, tentu semua ingin menjadi penonton dan menyaksikan motoGP, tapi bukan di luar arena. Melainkan menjadi penonton yang di podium utama. Ya layaknya penonton dan penggemar motoGP, tapi itu berlaku untuk siapa dulu.
Dan bisa jadi juga, kita menjadi penonton biasa di kaca televisi, karena tidak bisa membeli tiketnya. Maklum juga namanya motoGP kelas Internasional, seberapa mampukah warga NTB menjadi penonton yang setara kursinya dengan para pencita MotoGP luar negeri.
Kita hampir selalu menjadi komentator yang baik, belum finis saja MotoGP sudah mulai mencari sang Komentar dan sang juara. Tapi itu juga bagus, kadang membaca opini yang digiring ke ruang publik oleh Menpora sangat dinamis, begitu juga Gubernur NTB mananggapi dengan dingin "MotoGP dan Menpora itu penyemangat NTB".
Bukan juga persoalan kewenangan dan bidangnya. Tapi bukan juga Menpora ingin melepas peluru, siapa saja bisa membagun sirkuit MotoGP. Bedanya apa itu dikawasan wisata atau dikawasan khusus olah raga.
Apa salahnya sih, kita sebagai warga NTB mengganggap pancingan Menpora adalah penyemangat bagi para pemangku kebijakan, kebagian kita yang tidak punya posisi dan asosiasi apalah yang bisa dibicarakan, hanya bisa merespon dengan cara bukan melawan.
Tapi tidak salah juga melawan dalam opini, itu cara yang produktif membagi energi positif, jika saja pak Menpora tidak berkata "bisa saja MotoGP di jawa Timur ". maka, bisa jadi tidak akan banyak yang merespon dan menyoal tentang MotoGP di mandalika sana.
Belum lagi menyoal sengketa tanah yang sampai sekarang belum bisa diselesaikan oleh ITDC. Problem dan masalah tanah itu juga harus menjadi solusi juga buat warga NTB dan lombok Tengah untuk berkontribusi mencarikan titik temu. Tapi itu hanya bisa dilakukan oleh ITDC, masyarakat setempat dan Bupati Lombok Tengah.
Tapi keyakinan dan optimistis itu, sungguh dibuktikan oleh sang Gubernur dan Bupati Lombok Tengah. Menyelesaikan tahap demi tahap, membuktikan kepada para pihak. Lihat saja baru-baru ini juga pada tanggal 28 Oktober 2019, Direktur Utama Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) Abdulbar M Mansoer, CEO Dorna Sports SL (DORNA) Carmelo Ezpeleta, Sporting Director DORNA Carlos Ezpeleta dan Direktur Konstruksi dan Operasi ITDC Ngurah Wirawan meninjau pembangunan Sirkuit Mandalika di kawasan pariwisata Mandalika, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah-NTB.
Begitu juga sang DORNA mengapresiasi dan yakin atas komitmen ITDC untuk menyelesaikan pembangunan sirkuit jalan raya pertama ini pada akhir tahun 2020.
Sebenarnya pernyataan awal menpora dan setelah ada banyak reaksi dari berbagai kalangan di NTB. Sebuah teks yang terkonfurmasikan juga dengan komitmen Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) menegaskan bahwa dirinya mendukung pelaksanaan MotoGP 2021 di Mandalika, Nusa Tenggara Barat, selama persiapan terus dilakukan. Dan dilanjutkan lagi dengan tegas “Saya mendukung MotoGP di Mandalika. Yang penting adalah persiapannya.
Tidak boleh kita mempertahankan tempat yang tidak siap. Indonesia bisa malu,” ujar Zainudin di Kantor Kemenpora, Jakarta, Senin. Dia melanjutkan, Indonesia sudah mendapatkan kepercayaan besar untuk menggelar MotoGP tahun 2021".
Dengan bijak Gubernur Nusa Tenggara Barat Zulkiflimansyah menganggap bahwa ucapan Menpora sebagai motivasi untuk menuntaskan pembangunan infrastruktur MotoGP termasuk sirkuit.
Memang kenyataan hari ini, menjadi sebuah keseriusan untuk dilakukan. Sebab sirkuit MotoGP di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Lombok, masih dalam pembangunan yang diawasi langsung oleh Dorna Sports, pihak penyelenggara balapan MotoGP, serta pengelola yaitu perusahaan BUMN Korporasi Pengembangan Wisata Indonesia (ITDC).
Proses pembangunan yang masih berjalan dan somoga saja bisa mencapai target pembangunan sirkuit Mandalika pada akhir 2020 akhir sudah final dan rakyat lombok tengah dan NTB melihat sirkuit yang rencananya memiliki panjang lintasan 4,31 km dengan 17 tikungan.
Memang butuh pemahaman yang universal dan bijak (tabayyun),setiap apa yang ingin direspon dan tersampaikan. Namun, semua juga bisa merespon dengan berbagai alasan di alam keterbukaan infomasi digital. Apa itu, berdanpak langsung atau tidak, tergantung sungguh dari konten dan isi yang disampaikan. Dan hampir semua stetmen yang tersampaikan kemedia sosial oleh para pengamat dan aktivis" mengecam peryataan Menpora ". Dan harus diakui, bahwa hanya seperti itulah bagian yang bisa dilakukan oleh warga NTB.
Bukan juga menyoal bagaimana progres pembangunan sirkuit MotoGP, melibatkan pekerja dari mana dan kedepan adakahv kesempatan putra -putri NTB menjadi pelaku utama di KEK Mandalika dan MotoGP.
Entahlah siapa yang ikut memikirkan dan berkontribusi untuk menjaga kelak MotoGP terkabulkan, tidak berdampak pada rusaknya moralitas generasi ke depan. Tapi itu mimpi yang harus disiapkan penangkalnya. Bukan tidak mungkin semuanya bisa saja berubah dengan cepat.
Mengapa juga kita, ikut latah. Dan latah juga bisa dengan cara yang bijak dan santun. Tapi latahnya ala aktivis NTB juga menjadi pemantik yang Indah untuk menggerakkan semangat para pemangku kebijakan.
Bahwa kepedulian itu datang dengan cepat untuk NTB gemilang dengan motoGP di KEK mandalika dan Global Hub di Lombok Utara. Dan kegelitan dalam merespon setiap peristiwa yang berhubungan dengan kepentingan publik akan tetap dinamis di NTB dan ini terbukti dari sekian tahun berjalan.
Wallahu'awam bisawab.