Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar membantah lembaganya takut untuk menangkap mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi (NHD) yang telah masuk dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO).
"Lembaga penegak hukum tak berani tangkap, 'ngawur' lah, namanya KPK tetap mengupayakan tetapi kan ada hal yang tidak bisa disampaikan ke publik misal cara-caranya tetapi langkah hukum sudah dilakukan dan keluar DPO," ucap Lili di Jakarta, Kamis.
KPK, kata dia, terus berupaya untuk menangkap Nurhadi meskipun sampai saat ini belum berhasil.
"Usaha terus dilakukan tim KPK, jika sekarang belum berhasil tetapi tetap tidak berhenti," ucap Lili.
Selain itu, ia juga mengaku lembaganya sedang mendalami informasi yang menyebut Nurhadi bersembunyi di salah satu apartemen di Jakarta.
"Informasi tersebut juga sudah diolah tim KPK untuk melakukan pencarian," kata dia.
Selain Nurhadi, KPK juga telah menetapkan status DPO terhadap Rezky Herbiyono swasta atau menantu Nurhadi dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto (HS). Ketiganya merupakan tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di MA pada 2011-2016.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar menyebut Nurhadi dan Rezky mendapatkan proteksi yang "mewah" sehingga KPK menjadi "takut" menangkap keduanya.
"Cuma juga mereka dapat perlindungan yang premium, 'golden premium protection' yang KPK kok jadi kaya penakut gini tidak berani ambil orang tersebut dan akhirnya pengungkapan kasus ini jadi terbelengkalai," ungkap Haris di gedung KPK, Jakarta, Selasa (18/2).
Ia pun menyebut bahwa sebenarnya KPK sudah mengetahui keberadaan Nurhadi dan menantunya tersebut. Keduanya disebut tinggal di salah satu apartemen mewah di Jakarta.
"Kalau informasi yang saya coba kumpulkan, bukan informasi resmi yang dikeluarkan KPK. KPK sendiri tahu bahwa Nurhadi dan menantunya itu ada di mana, di tempat tinggalnya di salah satu apartemen mewah di Jakarta," tuturnya.
Namun, ia kembali menyatakan KPK tak berani untuk menangkap Nurhadi karena apartemen tersebut tidak mudah diakses publik dan dijaga sangat ketat.
"Tetapi KPK tidak berani untuk ngambil Nurhadi karena cek lapangan ternyata dapat proteksi yang cukup serius sangat mewah proteksinya. Artinya, aparteman itu tidak gampang diakses publik lalu ada juga tambahannya dilindungi oleh pasukan yang sangat luar biasa," ujar Haris.
KPK pada 16 Desember 2019 telah menetapkan ketiganya sebagai tersangka.
Dalam perkara ini, Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA sedangkan Hiendra selaku Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Berita Terkait
ICW minta Dewas KPK lanjutkan sidang pelanggaran etik Lili Pintauli
Senin, 11 Juli 2022 20:08
Pimpinan KPK mengingatkan kepala daerah di NTB tidak korupsi
Senin, 28 Juni 2021 17:55
OTT Komisioner KPU Wahyu Setiawan, mata uang senilai Rp400 juta disita
Kamis, 9 Januari 2020 18:21
Lili Pintauli berharap Dewas KPK dukung program kerja pimpinan baru
Selasa, 17 Desember 2019 19:03
Kodam Jaya mengecam perampasan kendaraan yang dikemudikan Serda Nurhadi
Minggu, 9 Mei 2021 1:11
KPK menegaskan tetap cari tersangka Harun Masiku
Senin, 2 November 2020 11:01
Eks Sekjen MA Nurhadi dan menantu didakwa menerima suap Rp45,726 miliar
Kamis, 22 Oktober 2020 14:31
KPK mengkonfirmasi saksi pertemuan istri Nurhadi dengan pegawai MA
Rabu, 24 Juni 2020 10:19