Mataram (ANTARA) - Unit Pelaksana Teknis Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UPT BP2MI) Nusa Tenggara Barat mengajak mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Provinsi itu untuk memanfaatkan peluang bekerja melalui program G to G ke Jepang.
Kepala UPT BP2MI NTB Abri Danar Prabawa, di Mataram, Rabu, mengatakan, berdasarkan data dari Sistem Komputerisasi Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Sisko P2MI), sebesar dua persen atau hanya 74 orang warga NTB dari total 3.351 kandidat perawat (nurse) dan perawat orang lanjut usia (careworker) program G to G ke Jepang sejak 2008.
"Oleh sebab itu, diharapkan lewat kegiatan webinar seperti ini sebagai sarana penyebarluasan informasi lebih efektif, sehingga dapat meningkatkan minat warga NTB mendaftar program G to G ke Jepang pada Batch XVI tahun ini," katanya dalam seminar secara daring (webinar) program G to G ke Jepang.
Abri Danar mengatakan, kegiatan webinar program G to G ke Jepang dilaksanakan sebagai tindaklanjut pengumuman pendaftaran penempatan calon kandidat pekerja migran Indonesia (PMI) nurse (kangoshi) dan calon kandidat PMI careworker (kaigofukushishi) program G to G ke Jepang Batch XVI penempatan tahun 2023.
Kegiatan webinar tersebut diikuti oleh 50 orang peserta, terdiri atas perwakilan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten/Kota se-NTB, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mataram, dan sejumlah universitas di Mataram, serta masyarakat umum.
"Kegiatan webinar tersebut disambut baik oleh kalangan kampus dan mereka berharap tidak hanya kegiatan webinar saja, melainkan dapat dilaksanakan kegiatan sosialisasi secara tatap muka guna langsung berinteraksi, dan berdiskusi dengan mahasiswa walaupun alumni," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi Kabupaten Dompu Syamsul Ma'arif Parsan mengaku antusias dengan adanya sosialisasi program G to G ke Jepang. Sebab, banyak lulusan sekolah keperawatan di daerahnya yang belum terserap.
"Apalagi ada kebijakan pemerintah yang akan menghapus tenaga kontrak (honorer) dengan beralih menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) sehingga mereka yang sedang bekerja sebagai tenaga kontrak di puskesmas atau rumah sakit terancam kehilangan pekerjaan," katanya.