Dakwaan perkara pemalsuan SPPT di Gili Sudak dianggap tidak jelas

id pemalsuan sppt,gili sudak,nota pembelaan,obscuur libel

Dakwaan perkara pemalsuan SPPT di Gili Sudak dianggap tidak jelas

Terdakwa pemalsuan SPPT di Gili Sudak, Muksin Mahsun duduk di kursi pesakitan dalam sidang pembacaan nota pembelaan terhadap tuntutan jaksa di Pengadilan Negeri Mataram, NTB, Senin (4/7/2022). (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Dakwaan jaksa penuntut umum dalam perkara pemalsuan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) di Gili Sudak, Nusa Tenggara Barat, dengan terdakwa Muksin Mahsun, dianggap tidak jelas atau kabur (Obscuur Libel).

"Pasal 263 ayat (1) KUHP yang didakwakan terhadap terdakwa Muksin tidak memenuhi unsur karena tidak jelas atau kabur," kata penasihat hukum terdakwa, M Al Ayyubi Harahap dalam nota pembelaan yang dibacakan ke hadapan Majelis hakim Pengadilan Negeri Mataram, Senin.

Pernyataan demikian disampaikan Ayyubi ke hadapan majelis hakim yang dipimpin Musleh, dengan melihat fakta persidangan.

Dari sembilan saksi dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Lombok Barat, jelasnya, mereka telah menyatakan bahwa SPPT tersebut secara sah terbit dengan mengatasnamakan terdakwa Muksin Mahsun.

"Sudah di cap stempel langsung dari lembaga itu (Bapenda Lombok Barat) dan tidak ada yang menyatakan produk (SPPT mengatasnamakan Muksin Mahsun) itu palsu," ujarnya.

Dalam materi pembelaan, Ayyubi turut mengungkap perihal dakwaan JPU yang masuk dalam kategori "Obscuur Libel". Hal itu dilihat dari upaya JPU dalam membuktikan perbuatan terdakwa.

Ayyubi menilai JPU menggiring cerita yang tidak sesuai dengan fakta persidangan. JPU tidak mengorek perihal SPPT palsu, melainkan mengulik mengenai prosedur penerbitan produk SPPT yang sudah jelas secara resmi diterbitkan oleh Bapenda Lombok Barat.

"Soal itu juga sudah dibantah saksi ahli hukum pidana, Profesor Amiruddin yang menyatakan bahwa persoalan ini bukan ke ranah pidana, melainkan produk yang sudah dikeluarkan lembaga pemerintahan menjadi ranah tata usaha negara," ujarnya.

Bahkan saksi ahli yang didatangkan dari perpajakan, yakni Sukma Wahyudin. Ayyubi menyampaikan kembali bahwa saksi Sukma pada saat persidangan telah menerangkan, apabila ada kesalahan dalam penerbitan isi SPPT, wajib pajak tidak dapat dibebankan tanggung jawab hukum, melainkan bapenda yang bertanggung jawab secara administratif untuk melakukan perbaikan terhadap SPPT tersebut.

"Artinya semua ini tanggung jawab bapenda. Tidak bisa masuk ranah pidana," ucap dia.

Dalam perkara pidana pemalsuan surat ini, Muksin didakwa memalsukan SPPT di atas lahan yang diklaim pengusaha asal Surabaya Debora Sutanto dan Awanadhi Aswinabawa. Muksin dilaporkan ke Polda NTB atas tindakan tersebut berdasarkan Pasal 263 ayat 1 KUHP.

Namun, hal itu dibantah Muksin dengan dasar pengajuan SPPT dengan warkah yang jelas, yakni kepemilikan Pipil Garuda Nomor 623 yang mengatasnamakan Daeng Kasim.

Orang tua terdakwa, H Mahsun membeli lahan tersebut dari Daeng Kasim tahun 1974 silam. Atas dasar itu, terdakwa mengajukan permohonan pembuatan SPPT sampai akhirnya Bapenda Lombok Barat menerbitkan SPPT Nomor :52.01.010.001.004-0008.

"Jadi menurut saya dakwaan jaksa ini sudah mengada-ada. Mereka tidak cermat dalam menganalisa unsur pidana, sehingga pantas kami sebut dakwaan tersebut 'Obscuur Libel'," kata Ayyubi.

Dari penyampaian nota pembelaan tersebut, Ayyubi meminta agar majelis hakim untuk menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana serta membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan JPU.

"Juga mengembalikan kemampuan, nama baik, harkat, dan martabat terdakwa ke dalam kedudukan semula," ujarnya.

Sebelumnya, JPU menuntut terdakwa Muksin Mahsun 3,5 tahun penjara. Mereka menuntut berdasarkan Pasal 263 ayat 1 KUHP.

Mendengarkan pembacaan nota pembelaan tersebut JPU yang diwakilkan, Eril menyatakan tidak akan mengajukan replik atau tanggapan nota pembelaan.

"Saya tidak ajukan replik yang mulia. Kami tetap pada tuntutan," kata Eril.

Karena tidak ada upaya JPU mengajukan replik, hakim menyatakan sidang akan dilanjutkan dengan pembacaan putusan yang diagendakan pada dua pekan mendatang, Senin (18/7).