Jakarta (ANTARA) - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI mengusulkan prinsip keadilan restoratif (restorative justice) dilembagakan menjadi sebuah direktorat khusus penyelesaian perkara di luar pengadilan.
“Restorative justice akan dilembagakan menjadi suatu direktorat penyelesaian perkara di luar pengadilan,” kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI Fadil Zumhana dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.
Menurut Fadil, jika keadilan restoratif dilembagakan artinya mulai menggeser paradigma lama dalam penyelesaian perkara tindak pidana berupa pembalasan menjadi pemulihan, sebab restorative justice itu efektif, efisien, dan tanpa stigma dan inilah yang diharapkan sehingga harus didorong dan dilembagakan.
“Usulan ini telah disampaikan kepada Bapak Jaksa Agung terkait melembagakan restorative justice agar dikelola oleh direktorat penyelesaian perkara di luar pengadilan, sehingga pendekatan restorative justice semakin kuat dan Rumah Restorative Justice akan diadakan di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Bulan Mei 2022 Kejaksaan Agung membentuk Rumah Restorative Justice di setiap kejaksaan tinggi di seluruh Indonesia. Seiring berjalan waktu, keberadaannya memberikan manfaat kepada masyarakat sebagai altenatif dalam penyelesaian perkara tindak pidana di luar pengadilan.
Menurut Fadil, secara periodik setiap bulannya, pihaknya melakukan evaluasi terkait kinerja Rumah Restorative Justice dan Balai Rehabilitasi. Melalui Kepala Bagian Penyusunan Program, Laporan dan Penilaian, meminta laporan kepala kejaksaan tinggi dan kepala kejaksaan negeri terkait kinerja Rumah Restorative Justice.
Baca juga: KPK pastikan Surya Darmadi tak ada di Indonesia
Baca juga: Kejati NTB agendakan ekspose kasus IGD Lombok Utara di Kejagung
Ia menjelaskan, penilaian tidak hanya dari sisi jumlah rumah restorative justice yang didirikan tetapi juga kinerjanya dalam menyelesaikan perkara tindak pidana dengan menerapkan prinsip keadilan restoratif.
“Kalau Rumah Restorative Justice banyak tapi sedikit kinerjanya, maka saya turunkan poinnya sehingga Bapak Jaksa Agung memberikan penghargaan kepada Kejaksaan Tinggi/Kejaksaan Negeri yang memiliki Rumah Restorative Justice dengan kinerjanya dirasakan oleh masyarakat dalam hal memberikan keadilan, kepastian dan kemanfaatan,” ujarnya.
Berdasarkan hasil evaluasi, lanjut Fadil, dengan adanya Rumah Restorative Justice sangat bermanfaat karena masyarakat telah mengetahui tempat tujuannya apabila ada permasalahan. Hal ini menunjukkan kehadiran Jaksa menjadi harapan sekaligus Jaksa mengedukasi tentang pengetahuan hukum sehingga masyarakat mengetahui hak dan kewajibannya dan tingkat pelanggaran hukum menurun.
Selain itu, kata Fadil, kinerja Rumah Restorative Justice tidak hanya selesai sampai pada pemutusan perkara suatu tidak pidana secara keadilan restoratif tetapi juga perlu dilakukan pengawasan terhadap tersangka yang perkaranya sudah diputus dengan prinsip keadilan restoratif.
“Kami juga memerintahkan kepala kejaksaan negeri untuk meneliti aktivitas tersangka yang perkaranya sudah dihentikan melalui pendekatan keadilan restoratif, sehingga tidak hanya menghentikan perkaranya saja namun ada evaluasi. Apabila tersangka melanggar hukum lagi, maka perkaranya tidak akan dihentikan,” kata Fadil.