Kasus surat perjalanan fiktif DPRD Lombok Utara diambil alih pidsus kejaksaan

id sppd fiktif,dprd lombok utara,penanganan pidsus

Kasus surat perjalanan fiktif DPRD Lombok Utara diambil alih pidsus kejaksaan

Foto dokumentasi-Kantor Kejari Mataram. ANTARA/Dhimas BP

Mataram (ANTARA) - Jaksa di bidang pidana khusus (pidsus) mengambil alih penanganan kasus dugaan penerbitan surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif anggota DPRD Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat.

Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Mataram Ida Bagus Putu Widnyana di Mataram, Rabu, membenarkan perihal kasus dugaan SPPD fiktif tersebut kini berada di bawah penanganan jaksa di bidang pidsus.

"Iya, sudah tidak lagi di intelijen, sekarang sudah ditangani pidsus," kata Bagus.

Meskipun berada di bawah penanganan pidsus, Bagus memastikan status dari perkara tersebut masih di tahap penyelidikan.

"Belum sidik, masih penyelidikan. Cuma saja, penanganan sekarang di pidsus," ujarnya.

Dengan status perkara masih di tahap penyelidikan, Bagus enggan memberikan penjelasan secara lengkap. Dia hanya memastikan bahwa jaksa di bidang pidsus akan mendalami alat bukti hasil penyelidikan di bidang intelijen.

Indikasi perbuatan melawan hukum itu, jelas dia, salah satunya ditemukan dari hasil klarifikasi anggota DPRD Lombok Utara.

Pada tahap penyelidikan di bidang intelijen, jaksa pernah meminta klarifikasi kepada sedikitnya 25 anggota legislatif.

Pengumpulan data terkait adanya dugaan SPPD fiktif tersebut turut menjadi rangkaian penyelidikan jaksa di bidang intelijen.

Dalam kasus ini tercatat ada 30 anggota legislatif dan tujuh pegawai sekretaris dewan yang namanya diduga tercantum sebagai penerima SPPD fiktif. Dugaan tersebut muncul dalam penerbitan di tahun 2021.

Jumlah anggaran yang keluar dari adanya dugaan penerbitan SPPD fiktif itu terbilang cukup beragam, mulai dari Rp1,8 juta hingga Rp3,9 juta per kepala.

Persoalan ini pun terungkap dari hasil temuan badan pemeriksa keuangan (BPK). Uang tersebut tercatat tidak digunakan sesuai laporan untuk biaya penginapan. Sehingga dalam temuan tercantum kerugian negara Rp186,57 juta.