Pembangunan kandang budi daya "maggot" di Mataram mencapai 90 persen

id maggot,mataram,DLH,talo,TPST,Box

Pembangunan kandang budi daya "maggot" di Mataram mencapai 90 persen

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram HM Kemal Islam (kanan pinggir) melihat "box" budi daya maggot di Tempat Pengolahan Sampah (TPST) Kebon Talo Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat.  (Foto: ANTARA/HO DLH)

Mataram (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, mengatakan, proses pembangunan kandang tempat budi daya maggot di Tempat Pengolahan Sampah (TPST) Kebon Talo Mataram sudah mencapai 90 persen.

"Sekarang sedang tahap penyelesaian pengecatan dan pemasangan paving block dan penataan bagian-bagian yang dinilai belum sempurna," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram HM Kemal Islam di Mataram, Jumat.

Ia menjelaskan pembangunan kandang budi daya maggot senilai Rp1,2 miliar itu ditargetkan rampung pada minggu pertama bulan Desember ini, atau sebelum kontrak berakhir di 24 Desember 2022, tanpa mengurangi kualitas pekerjaan.

Pasalnya, kandang budi daya maggot tersebut ditargetkan mulai dimanfaatkan pada Januari 2023. Dengan demikian, ada jarak sebelum kandang tersebut dimanfaatkan untuk dilakukan persiapan.

Menurut dia, secara keseluruhan pembangunan kandang tempat budi daya maggot yang dibangun ini memiliki 60 box. Namun, untuk mencapai target sekali panen sebanyak 5.000 kilogram atau 5 ton dibutuhkan 100-150 rak.

"Jadi 60 box yang sudah ada akan kita tambah lagi dengan menggunakan 100-150 rak yang asumsinya satu rak bisa kita panen 10-15 kilogram maggot sehingga target 5 ton sekali panen bisa tercapai," katanya.

Kalau dengan fasilitas kandang sekarang ini, tambah dia, DLH baru bisa memproduksi 2.000 kilogram atau 2 ton maggot sekali panen. Karenanya, melalui pola rak yang akan siapkan bisa meningkatkan produksi maggot basah di TPST Kebon Talo.

Ia memastikan produksi maggot basah di TPST Kebon Talo itu masih kurang dibandingkan dengan tingginya permintaan dari para peternak terutama perikanan yang digunakan sebagai pakan ikan.

Dalam seminggu satu kelompok perikanan meminta sampai tiga kali atau 300 kilogram, karena sekali permintaan mereka minta 100 kilogram. Belum lagi peternak-peternak unggas, dan perikanan yang datang membeli dengan jumlah kecil mulai dari 1-5 kilogram per orang.

"Yang kita kewalahan permintaan dari beberapa kelompok perikanan yang sudah ada kerja sama, sehingga setiap mereka datang kita sudah harus punya stok maggot untuk mereka ambil," katanya.

Untuk memenuhi kebutuhan kelompok perikanan itu, pihaknya mendorong setiap kelurahan melakukan gerakan pengolahan sampah rumah tangga melalui budi daya maggot.

Untuk bibit atau telur maggot, DLH juga memberikan secara gratis kepada masyarakat yang mau melakukan budi daya, dengan catatan hasil panen maggot dijual kembali ke DLH.

"Untuk sementara kita membayar maggot dari warga Rp4.000 per kilogram dan kita jual ke peternak Rp6.000 per kilogram dengan sistem utang atau dibayar setelah peternak ikan panen," katanya.

Artinya, lanjut Kemal, dalam hal ini pemerintah kota tidak semata memikirkan kepentingan bisnis semata, melainkan bagaimana program pengurangan sampah bisa berjalan efektif dan membantu peternak serta kelompok perikanan di kota ini.

"Jadi sepanjang kebutuhan maggot basah tinggi, kita tidak melakukan pengolahan lebih lanjut seperti menjadi maggot kering, atau tepung maggot," katanya menambahkan.