Transformasi Seorang Anak Petani Lombok Timur

id Petani PTNNT

Transformasi Seorang Anak Petani Lombok Timur

Beberapa petani sedang memanen padi di sawah (Ist)

Kalau saya tidak bekerja karena PTNNT tutup, bagaimana nasib keluarga, ibu dan keponakan saya yang yatim itu?
Pada masa silam, Akhmad Ripai hanyalah anak seorang petani di Desa Sukaraja, Jerowaru, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang senantiasa menancapkan cita-cita dan impian menjadi seorang guru serta mengabdi di kampung halamannya.

"Saya tidak pernah bercita-cita yang lain. Hanya menjadi guru yang saya inginkan. Cita-cita lain seperti bintang di langit yang akan sulit saya rengkuh, karena ayah saya hanya seorang petani padi. Kalau musim kemarau ayah menanam tembakau," kenang Ripai.

Sehari-hari, kata Ripai, ayahnya mengayun cangkul di persawahan, demi mengharap kemurahan bumi agar memberikan limpahan rejeki demi menghidupi istri dan kelima anaknya.

Pekerjaan itu selalu dijalani sang ayah dengan sabar, tanpa mengeluh, sembari senantiasa menebar doa agar keluarganya tidak menderita kekurangan, terutama dalam bidang materi.

"Meski hanya petani, orang tua saya selalu berkeinginan agar anak-anaknya bersekolah. Makanya setelah lulus sekolah menengah atas, saya memutuskan melanjutkan ke Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Mataram supaya cita-cita saya bisa tercapai," katanya.

Berkat kerja keras orang tuanya dan semangat belajar yang tidak pernah padam, akhirnya Ripai berhasil lulus dari IKIP pada tahun 1997.

Mulailah Ripai berupaya mengejar cita-citanya menjadi seorang pengajar berbekal ijazah yang dimilikinya. Namun, ternyata meraih impian itu tidak semudah keinginannya, karena berbagai rintangan menghadang langkah pemuda ini.

Setelah sempat menganggur dan tidak bekerja selama beberapa waktu, akhirnya dia mendapat informasi tentang lowongan pekerjaan di PT Newmont Nusa Tenggara Barat (PTNNT).


                         Kehidupan Baru

Ripai pun meninggalkan kampung halamannya dan menuju Kota Mataram untuk mencoba-coba mengadu nasib. Dia memasukkan lamaran pekerjaan sebagai penerjemah bahasa di PTNNT.

Tidak lama berselang, setelah melalui serangkaian tes, Ripai dinyatakan lulus dan resmi bergabung sebagai keluarga besar PTNNT.

"Menjadi karyawan PTNNT sebagai penerjemah, saya memiliki tanggung untuk menerjemahkan naskah, baik dari bahasa Inggris-Indonesia atau sebaliknya. Sebelumnya, saya tidak pernah terpikir untuk mengabdikan diri di perusahaan pertambangan," ujar Ripai.

Namun, pria berusia 39 tahun ini mensyukuri, meski cita-citanya melenceng dan sama sekali tidak sesuai rencana untuk bekerja di PTNNT, tapi ia mendapat banyak pelajaran berharga.

Selain lingkup pergaulannya menjadi lebih luas, kehidupannya sebagai karyawan perusahaan multinasional seperti PTNNT memberikan nuansa baru dalam hidupnya, serta mengangkat taraf perekonomiannya secara drastis.

"Semenjak bekerja di PTNNT, saya bisa membantu membiayai ibu saya setelah ayah meninggal dunia. Bahkan, tahun 2002, saya berhasil memberangkatkan ibu naik haji. Ini sangat saya syukuri," kata Ripai dengan ekspresi terharu.

Tidak hanya ibunya yang dibiayai kehidupannya, Ripai juga turut menghidupi dua keponakannya yang sudah menjadi anak yatim. Kedua keponakannya itu sekarang menjadi tanggung jawabnya.


                         UU Minerba

Sementara itu, terkait pemberlakuan UU Minerba yang menyatakan perusahaan tambang dilarang melakukan ekspor mineral mentah, Ripai merasakan kekhawatiran karena tanggung jawab yang dipikulnya.

"Selain ibu dan dua keponakan saya, saya juga memiliki istri dan tiga orang anak yang masih kecil-kecil. Kalau saya tidak bekerja karena PTNNT tutup, bagaimana nasib keluarga, ibu dan keponakan saya yang yatim itu?," kata Ripai dengan nada getir.

Dia mengharapkan pemerintah pusat bisa bersikap bijaksana, karena dia menilai perbedaan NTB dulu dan kini sangat jauh bedanya.

"Sebelum ada PTNNT, pembangunan di NTB itu biasa-biasa saja. Setelah ada perusahaan tambang itu, NTB menjadi luar biasa," katanya, sembari menekankan dirinya tidak asal memuji.

Selain itu, lanjut dia, dahulu masyarakat NTB hanya mengandalkan kehidupan sebagai petani saja. Setelah PTNNT dibuka, maka berangsur-angsur sebagian masyarakat mulai mengubah pola hidup dan beralih menjadi pengusaha.

"Ada yang menjadi mitra PTNNT, tidak sedikit juga yang menjadi pengusaha berkat bantuan `Corporate Social Responsibility` (CSR) dari perusahaan PTNNT. Semoga pemerintah pusat bisa mengambil langkah penyelamatan karena banyak masyarakat yang bergantung hidup pada perusahaan itu," tegas Ripai.


                         Setor ke Negara Rp689 Miliar

Sebelumnya, PTNNT telah menyetor sebesar Rp689 miliar terkait semua kewajiban keuangan kepada pemerintah RI berupa pajak, non-pajak dan royalti triwulan II/2012 sesuai dengan ketentuan Kontrak Karya.

"PTNNT selalu melaksanakan kewajiban keuangan kepada pemerintah tepat waktu dan memenuhi semua ketentuan perpajakan. Sejak 2003 PTNNT selalu mendapatkan predikat wajib pajak patuh dari pemerintah," kata General Manager CSR dan Hubungan Pemerintah PTNNT Rachmat Makkasau.

Pembayaran terbesar pada triwulan ini adalah Pajak Penghasilan Badan (PPh 25) sebesar Rp545 miliar, disusul Pajak Penghasilan Perorangan (PPh 21) sebesar Rp68,5 miliar, dan pajak penghasilan lainnya sebesar Rp16,3 miliar. Sementara pembayaran royalti produksi sebesar Rp10,3 miliar.

Dibandingkan dengan pembayaran pajak, non-pajak dan royalti triwulan II/2011 yaitu sebesar Rp3,2 triliun, terjadi penurunan sebesar Rp2,6 triliun pada triwulan II/2012. Penurunan ini disebabkan karena menurunnya pembayaran Pajak Penghasilan Badan (PPh 25) seiring dengan berkurangnya pendapatan perusahaan di tahun 2012 dibandingkan dengan tahun 2011.

Menurut Rachmat, tahun 2012 dan tahun 2013 menjadi tahun yang sangat menantang bagi PTNNT di mana pengolahan hanya memporoses bijih stockpile dan penambangan batu buangan, PTNNT berencana akan kembali menambang bijih (ore) di tahun 2014.

Selama 2011 PTNNT telah menyetor sebesar Rp7,4 triliun. Sejak 1999 hingga 2011, PTNNT telah menyetor pajak, non pajak, royalti, pembelian barang dan jasa dari lokal maupun nasional, serta program pengembangan masyarakat sebesar Rp60,7 triliun kepada negara.

Selain manfaat keuangan langsung kepada pemerintah, keberadaan PTNNT juga memberikan manfaat ekonomi lainnya melalui pembayaran gaji kepada sekitar 4.000 karyawan dan 3.000 kontraktor, pembelian barang dan jasa dari lokal maupun nasional, serta program-program pengembangan masyarakat.

*) Penulis buku dan artikel