Pemerintah upayakan RMI di Lombok jadi pusat lelang mutiara internasional

id Pemerintah upayakan RMI di Lombok jadi pusat lelang mutiara internasional

Pemerintah upayakan RMI di Lombok  jadi pusat lelang mutiara internasional

Pemerintah tengah mengupayakan Rumah Mutiara Indonesia (RMI) yang dibangun di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), agar menjadi pusat lelang mutiara berskala internasional. (Wagub NTB H Muhammad Amin tunjukan mutiara hasil panen)

"Rumah Mutiara Indonesia ini diikhtiarkan sebagai pusat pemasaran dan lelang berskala internasional, yang mampu memfasilitasi pembelian dan penjualan mutiara asal NTB," kata Wakil Gubernur NTB H Muh Amin.

Mataram (Antara Mataram) - Pemerintah tengah mengupayakan Rumah Mutiara Indonesia (RMI) yang dibangun di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), agar menjadi pusat lelang mutiara berskala internasional.

"Rumah Mutiara Indonesia ini diikhtiarkan sebagai pusat pemasaran dan lelang berskala internasional, yang mampu memfasilitasi pembelian dan penjualan mutiara asal NTB," kata Wakil Gubernur NTB H Muh Amin, pada momentum peresmian RMI di Lombok, NTB, Rabu.

RMI pertama di Tanah Air itu diresmikan pengoperasiannya oleh Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sharif Cicip Sutarjo, yang disaksikan Bupati Lombok Tengah Suhaili FT, serta para pimpinan dinas/instansi terkait, dan kalangan pengusaha di sektor pariwisata, kelautan dan perikanan.

RMI itu dibangun di depan kawasan Bandara Internasional Lombok, di Tanaq Awu, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, NTB.

Pembangunan rumah lelang mutiara bertaraf internasional itu dibiayai dari dana dekonsentrasi tahun anggaran 2012 pada pos anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan, sebesar Rp5 miliar.

Rumah lelang mutiara itu berbentuk bangunan berlantai dua, yang lokasinya tepat di depan pintu masuk kawasan BIL. Bangunan berukuran 1.000 meter persegi untuk kebutuhan pasar lelang mutiara itu berada di areal seluas satu hektare milik Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah.

Konsep lantai dasar bangunan itu yakni lantai satu diperuntukan sebagai basis "outlet" pedagang mutiara dan lantai dua sebagai tempat pelaksanaan lelang mutiara tingkat lokal, nasional, hingga internasional.

Di sisi bangunan itu, akan dibangun pusat kuliner pada areal seluas 40 are dari total lahan seluas satu hektare itu.

Amin mengatakan, keberadaan Rumah Mutiara Indonesia itu sangat strategis sebagai pusat rujukan dan informasi dari keberadaan mutiara NTB.

Menjadi harapan bersama, RMI itu dapat memberi manfaat optimal bagi pengembangan potensi mutiara di daerah tersebut, sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat, khususnya masyarakat pesisir.

"Tentu harapan kami rumah mutiara ini dapat semakin mengukuhkan citra NTB sebagai daerah penghasil mutiara berkualitas dunia," ujarnya.

Sejarah budidaya

Amin mengungkapkan bahwa sejarah budidaya mutiara di NTB dirintis sejak 1982 oleh Furuya, mantan tentara Jepang pada Perang Dunia II, yang bersama Jonosewoyo Handayaningrat, keduanya membudidayakan mutiara dibawah naungan PT Paloma Agung.

Sampai saat ini, terdapat 38 unit perusahaan yang melakukan kegiatan budidaya di perairan sekitar Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa.

Kondisi perairan NTB yang relatif bersih dari pencemaran dan kaya akan nutrient, merupakan area potensial untuk budidaya mutiara.

Salah satu jenis mutiara bermutu yang berhasil dibudidayakan adalah jenis "South Sea Pearl (mutiara laut selatan), dengan produksi berkisar 0,5 hingga 0,8 ton setiap tahunnya, serta mampu menghasilkan devisa hingga mencapai dua juta dolar Amerika Serikat pertahun.

"Jepang, China, Hongkong, Singapura, Australia dan Eropa merupakan negara-negara tujuan ekspor mutiara NTB," ujarnya.

Amin mengatakan, selain biji mutiara yang bernilai tinggi, limbah kulit kerang mutiara telah dimanfaatkan menjadi berbagai bentuk kerajinan tangan, dan perabot rumah tangga yang tentunya indah dan eksotis dalam berbagai bentuk kerajinan cukli.

Jika pada awal perkembangannya di era 1980-an, kegiatan budidaya mutiara masih sangat bergantung pada tenaga ahli mutiara dari Jepang, maka saat ini seluruh teknologi budidaya, mulai dari tahap penyuntikan, pembesaran dan pemanenan, telah dapat dilakukan oleh tenaga lokal.

"Tentu saja, manfaat ekonomi yang dihasilkan oleh usaha budidaya mutiara tidak hanya dirasakan perusahaan mutiara, namun juga oleh masyarakat pesisir. Keberadaan perusahaan mutiara telah membuka lapangan kerja dan usaha bagi masyarakat, serta mendorong tumbuhnya usaha kecil menengah (UKM)," ujarnya.

Amin menyebut saat ini, lebih dari 40 UKM bergerak dalam usaha kerajinan tangan dan pemasaran perhiasan berbahan dasar mutiara.

Hal itu menunjukkan bahwa usaha budidaya mutiara telah menjadi salah satu sumber nafkah bagi sebagian masyarakat pesisir, dan penggerak perekonomiannya.

Di tengah persaingan perdagangan internasional, selain terus menjaga dan meningkatkan kualitas mutiara, dibutuhkan pula rangkaian upaya promosi yang terpadu.

"Terlebih saat ini, berbagai jenis mutiara telah memasuki pasar mutiara dunia. Mutiara air tawar dari China dan India, merupakan kompetitor yang tidak dapat dipandang sebelah mata, meskipun kualitasnya dibawah mutiara NTB," ujarnya.

NTB merupakan daerah potensial pengembangan mutiara dengan daya dukungan lahan 19.056 hektare yang dapat memproduksi rata-rata sebanyak 1,4 hingga 1,8 ton/tahun.

Sekitar 10-30 persen dari total produksi mutiara NTB setiap tahun diantarpulaukan ke Surabaya dan Jakarta untuk selanjutnya diekspor ke berbagai negara oleh 38 orang pengusaha mutiara.

Hasil penelitian Departemen Kelautan dan Perikanan, mutiara produk NTB diklasifikasikan dalam golongan A (kualitas tinggi), B (sedang) dan C (rendah). Klasifikasi A memiliki nilai jual Rp1 juta/gram, B Rp150 ribu/gram dan klasifikasi C sebesar Rp100/gram.

Lokasi budidaya mutiara di Lombok seperti di Pantai Sekotong, Pemenang, Senggigi, Lombok Timur, Sumbawa, dan Bima. (*)