Mataram (ANTARA) - Anggota DPRD Nusa Tenggara Barat, Lalu Pelita Putra mendorong pemerintah baik provinsi maupun kabupaten untuk bisa melakukan intervensi pengelolaan limbah cair bagi perajin tahu di Desa Puyung, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah.
"Industri tahu di Desa Puyung ini sudah dikenal luas masyarakat tapi para perajin ini justru kesulitan mengelola limbah-nya cair mereka," ujarnya di Mataram, Selasa.
Akibat kesulitan mengelola limbah cair tersebut, menurut Pelita, saat musim kemarau limbah yang biasanya dikelola secara sederhana oleh masyarakat, justru mengeluarkan bau yang tidak sedap.
Karena itu, bantuan pengelolaan limbah yang ramah lingkungan harus mulai di intervensi oleh pemerintah, baik itu Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB dan Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah.
"Saya kaget atas ketiadaan pengelolaan limbah bantuan dari pemerintah daerah ini," kata Pelita saat dirinya turun reses ke wilayah Puyung.
Menurut dia, nama tahu Puyung sudah lama dikenal tidak lagi menjadi keunggulan Kabupaten Lombok Tengah, Namun sudah menjadi keunggulan NTB.
"Dengan adanya sentra perajin tahu itu, Puyung yang dikenal dengan nasi balap nya juga memiliki "brand" lain yang perlu perhatian. Apalagi, sentra tahu itu, berdekatan dengan kantor desa. Dari penuturan warga, biasanya saat rapat, mereka enggak betah untuk berlama-lama. Itu karena limbah tahu itu mengeluarkan bau yang tidak sedap," terangnya.
Anggota DPRD dari daerah pemilihan (Dapil) Kabupaten Lombok Tengah ini menegaskan, pihaknya akan melakukan komunikasi dengan pihak-pihak yang dinilai punya otoritas menyelesaikan persoalan tersebut.
"Nanti kita carikan jalan keluar, sehingga tidak lagi menjadi keluhan masyarakat sekitar. Bahkan sentra produksi tahu Puyung ini ada di dekat kantor desa. Ini yang mendesak," ujar Pelita
Karena itu Anggota Komisi IV DPRD NTB itu, mengatakan bahwa industri tahu yang dikelola rumahan oleh warga di Desa Puyung terbukti telah mampu menggerakkan ekonomi masyarakat. Di mana, banyak warga Puyung terserap menjadi tenaga kerja.
"Yang urgen untuk industri rumahan Tahu Puyung, yakni ketika musim kemarau bisa menimbulkan bau. Dibutuhkan intervensi pemerintah daerah, baik kabupaten atau provinsi. Nanti saya sampaikan ke pemangku kepentingan. Di samping memang tahu Puyung sudah banyak dikenal," katanya.
Selain persoalan limbah cair tahu, dirinya mengaku banyak menerima sejumlah aduan dari masyarakat. Yang paling dominan adalah ihwal pembenahan infrastruktur hingga rehab sarana ibadah.
Di mana, lanjut dia, pada reses pertama di 2023 ini, sebanyak 65 anggota DPRD NTB diharuskan melakukan pertemuan sebanyak 14 titik. Namun, yang sudah meminta lebih dari 20 titik.
"Nanti kami upayakan untuk hadir menemui masyarakat. Tapi, pada umumnya yang banyak muncul adalah persoalan infrastruktur khususnya penataan jalan lingkungan. Ini yang dominan. Termasuk juga sarana ibadah. Ada juga usaha ekonomi produktif, seperti mendukung kegiatan ayam petelur, bebek dan lain-lain," katanya.
Berita Terkait
NWDI: 98 persen jamaah ingin Rohmi maju jadi Gubernur NTB
Sabtu, 18 Mei 2024 21:35
Ratusan calon haji kloter 5 NTB tiba di Tanah Suci
Sabtu, 18 Mei 2024 18:20
Pasangan Suhaili-Asrul maju Pilkada NTB 2024 lewat PPP
Sabtu, 18 Mei 2024 11:17
Bupati dukung penguatan ekosistem syariah di Sumbawa Barat
Sabtu, 18 Mei 2024 11:10
Program Senggigi Sinergi diluncurkan di Lombok Barat
Sabtu, 18 Mei 2024 11:06
DPRD NTB tetapkan Perda Perlindungan dan Pengelolaan LH
Sabtu, 18 Mei 2024 5:54
Pemprov NTB menjajaki kerja sama perdagangan dengan Kaltim
Sabtu, 18 Mei 2024 5:46
Menkominfo memuji aplikasi Ladewa Kota Bima jadi contoh daerah lain
Sabtu, 18 Mei 2024 5:44