Praktisi pariwisata menilai kaji pencabutan VoA Rusia-Ukraina

id turis Bali,VoA, Pariwisata, Wisatawan Mancanegara, Visa

Praktisi pariwisata menilai kaji pencabutan VoA Rusia-Ukraina

Komisaris Utama PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) atau InJourney Triawan Munaf saat ditemui usai sosialisasi Permen BUMN di Jakarta, Senin (27/3/2023). ANTARA/Sinta Ambarwati

Jakarta (ANTARA) - Praktisi pariwisata menilai pemerintah sebaiknya mengkaji usulan pencabutan dokumen izin masuk sementara yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia kepada warga asing (visa on arrival/VoA) bagi wisatawan asal Rusia dan Ukraina.

"Menurut saya harus di-'review, review' ulang. Karena itu kemudahan yang kita berikan agar 'flow' (arus) turis lebih cepat tapi kalau risiko, bisa di-'review' lagi," ujar Komisaris Utama PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) atau InJourney Triawan Munaf menjawab pers, usai sosialisasi Permen BUMN di Jakarta, Senin.

Lebih lanjut, mantan Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Baparekraf) ini menuturkan, seandainya bila usulan Gubernur Bali ini disetujui instansi terkait, tidak akan berpengaruh pada jumlah wisman yang datang ke Nusantara.
Meski demikian, ia pun mengusulkan agar sebaiknya ada sistem penyaringan turis serta daftar hitam (blacklist) bagi turis yang melanggar aturan, termasuk catatan serta data deportasi. Triawan juga menuturkan, kinerja Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemenKum HAM) sudah bekerja dengan baik. "Tapi saya rasa Dirjen Imigrasi sekarang dengan Dirjen yang baru akan lebih bagus kok," katanya.

Sebelumnya, Gubernur Bali I Wayan Koster mengusulkan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia untuk mencabut VoA bagi warga negara Rusia dan Ukraina yang ingin berkunjung ke Bali. "Saya sudah bersurat kepada Menkumham tembusan kepada Menlu untuk mencabut 'visa on arrival' bagi warga Rusia dan Ukraina yang ingin ke Bali," kata Wayan Koster.

Kebijakan tersebut, kata Koster, penting mengingat maraknya laporan bahwa warga negara asing dari dua negara tersebut melakukan pelanggaran di Bali dengan memakai kedok untuk melakukan kunjungan wisata ke Bali.

Selain itu, kondisi negara yang sedang berkonflik membuat warga dari dua negara ingin mencari kenyamanan di Bali. "Karena dua negara lagi perang, mereka tidak nyaman di negaranya. Mereka pun ramai-ramai datang ke Bali, termasuk orang yang tidak berwisata juga kembali untuk mencari kenyamanan, termasuk juga untuk bekerja," kata dia.