Mataram (ANTARA) - Banjir dan tanah longsor yang terjadi di empat kabupaten dan kota di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat pada tanggal 4 dan 6 April dipicu akibat kerusakan hutan dan hilangnya kawasan resapan di wilayah itu.
Ketua Forum Daerah Aliran Sungai dan Lingkungan Hidup (FORDAS-LH) NTB, Markum mengatakan merujuk pada hasil penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), data prediksi curah hujan BMKG, data perubahan tutupan lahan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB dan BPDAS Dodokan Moyo Sari NTB serta informasi kejadian banjir BPBD ditemukan sejumlah fakta-fakta penyebab banjir di kawasan itu.
"Di antaranya telah terjadi perubahan tutupan vegetasi di kawasan hutan dan di luar hutan yang masif di wilayah hulu yang dipicu oleh perambahan dan aktivitas perladangan," ujarnya di Mataram, Sabtu.
Baca juga: Bibit siklon tropis 98S: NTB diprediksi hujan sangat lebat
Baca juga: Wilayah NTB diprakirakan hujan di akhir pekan
Baca juga: Gubernur NTB: Intensitas hujan tinggi jadi penyebab banjir di Pulau Sumbawa
Selain itu, ungkapnya, kondisi topografi lahan di Pulau Sumbawa sebagian besar berbukit dengan kecuraman di atas 30 persen sehingga memicu terjadinya aliran air lebih cepat saat terjadinya hujan.
Selanjutnya sering terjadinya hujan dengan intensitas sedang sampai tinggi yang dapat terjadi sewaktu-waktu tanpa bisa diprediksi dengan akurat
Kemudian kondisi sungai dan bendungan yang dangkal akibat adanya sedimentasi yang tinggi sehingga beberapa fakta tersebut berdampak pada rentan terjadinya banjir di Pulau Sumbawa.
Akibat rusak-nya tutupan lahan tersebut, menurutnya memicu sebagian besar air hujan mengalir sebagai limpasan permukaan, menuju ke wilayah hilir, tempat pemukiman warga.
"Dengan curah hujan hanya 50-70 mm saja, telah terbukti mengakibatkan banjir besar di Bima, Dompu dan Kabupaten Sumbawa pada tanggal 4-6 April 2023," terangnya.