Dispenda: Perda Pondokan optimalkan Pungutan Pajak

id Perda pondokan

Dengan adanya perda itu, potensi pajak pondokan di Kota Mataram dapat dioptimalkan
Mataram,  (Antara)- Kepala Dinas Pendapatan Kota Mataram HM Syakirin Hukmi mengatakan, Peraturan Wali Kota Nomor 6/2014 tentang Juklak Perda Kota Mataram Nomor 2/2005 tentang Izin Penyelenggaraan Pondokan dinilai mampu mengoptimalkan potensi pungutan pajak di daerah ini.

"Dengan adanya perda itu, potensi pajak pondokan di Kota Mataram dapat dioptimalkan," katanya di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Selasa.

Kepada sejumlah wartawan, Syakirin mengatakan, sebagai pusat pendidikan Kota Mataram memiliki potensi pajak pondokan sekitar Rp150 juta hingga Rp200 juta per tahun, sementara saat ini yang dapat tertangani baru sekitar Rp100 juta.

Hal itu disebabkan selama ini penanganan masalah izin pondokan kurang jelas, akibatnya Dinas Pendapatan (Dipenda) kesulitan ketika melakukan penagihan pajak.

"Pondokannya ada tetapi pemiliknya tidak jelas, bahkan tidak ada karena hanya ditunggu penjaga saja, serta berbagai kendala lainnya di lapangan," katanya.

Sehubungan dengan itu, setelah adanya pelimpahan tanggung jawab pengeluaran izin pondokan kepada lurah dan camat sesuai dengan Peraturan Wali Kota (Perwal) Nomor 6/2014 tentang Juklak Perda Kota Mataram Nomor 2/2005 tentang Izin Penyelenggaraan Pondokan, maka data jumlah pondokan dan pemiliknya dapat disinkronkan.

Alasannya, karena setiap warga yang memiliki pondokan harus memiliki izin dari pihak kelurahan yang tentunya dengan berbagai kesepakatan dan aturan.

"Dengan demikian, data lokasi, nama pemilik dan jumlah pondokan yang dimiliki akan jelas tertera di tingkat kelurahan, yang nantinya kami sinkronkan dengan data yang sudah ada," katanya.

Menurutnya, dengan adanya sinkronisasi data tersebut akan memudahkan petugas Dipenda melakukan pemilahan terhadap pondokan yang mana harus kena pajak dan yang tidak.

"Sesuai dengan ketentuan, pajak pondokan yang ditarik adalah pondokan di atas 10 kamar, artinya mulai 11 kamar. Sedangkan di bawah itu tidak boleh dipungut," katanya.

Dalam kasus ini, pihaknya sering menemukan pondokan dengan kamar di atas 10 unit, namun terkadang satu unit digunakan untuk tempat tinggal penjaga sehingga mereka tidak kena pajak.

"Hal itu merupakan tindakan upaya menghindari pajak tetapi dibernarkan dalam aturan, karena yang ditarik pajak di atas 10 kamar," katanya.

Oleh karena itu, Syakirin berharap agar wacana revisi Undang-Undang 28/2001 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dapat segera terealisasi, sebab rencananya revisi itu akan mengenakan pajak bagi setiap pondokan tanpa ada batasan kamar.