Dpr diminta Selidiki Selisih Konsentrat Royalti Newmont

id Newmont

Setelah kami melakukan analisa terhadap laporan pemberitahuan ekspor barang (PEB) dari Dirjen Bea dan Cukai serta laporan PT NNT (analisa perbandingan) serta beberapa sumber lainnya terdapat selisih jumlah ekspor konsentrat sebesar 507.426.173 ton
Mataram,  (Antara) - Lembaga Bantuan Hukum Nusa Tenggara Barat mendesak DPR membentuk panitia khusus untuk menyelidiki potensi kerugian negara terkait selisih jumlah ekspor konsentrat PT Newmont Nusa Tenggara dan pembayaran royalti kepada Pemerintah Indonesia.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Nusa Tenggara Barat (NTB) Basri Mulyani kepada pers di Mataram, Rabu, mangatakan pihaknya menyoroti perusahaan tambang emas dan tembaga PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) yang sampai sekarang terkesan tidak transparan.

Selisih jumlah ekspor konsentrat dan pembayaran royalti Newmont tersebut jika memang terbukti tentu akan merugikan negara dan rakyat di NTB.

Ia mengatakan, jumlah konsentrat yang telah diekspor sejak tahun 2000 hingga 2010 berdasarkan laporan Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kantor Wilayah Bali, NTB dan NTT, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Bima, adalah sebanyak 8.443.224.245 ton, sedangkan laporan PT NNT sebanyak 7.935.789.072 ton.

"Setelah kami melakukan analisa terhadap laporan pemberitahuan ekspor barang (PEB) dari Dirjen Bea dan Cukai serta laporan PT NNT (analisa perbandingan) serta beberapa sumber lainnya terdapat selisih jumlah ekspor konsentrat sebesar 507.426.173 ton yang berpotensi merugikan keuangan negara," katanya.

Dia juga menyebutkan, berdasarkan laporan PT NNT, jumlah pembayaran royalti sejak 1999 hingga 2010, yang telah disetor ke kas negara sebesar 216.350.579.22 dolar Amerika Serikat (USD).

Sedangkan dalam laporan Kementerian Keuangan c.q. Dirjen Keuangan jumlah royalti yang telah dibayar perusahaan tambang itu sebesar 205.011.612 USD, atau terdapat selisih sebesar 11.338.962 USD.

"Berdasarkan data yang kami terima, ada indikasi kuat telah terjadi kerugian keuangan negara sebesar 11,3 juta USD," katanya.

Menurut dia, modus ini dilakukan dengan cara tidak dilaporkannya dana pembayaran royalti sebagaimana mestinya oleh oknum terkait di Dirjen Anggaran dan Dirjen Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan dan atau Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan cara mengurangi jumlah setoran uang iuran pembayaran royalti ke kas negara.

Melihat fakta itu, kata Basri, pihaknya mendesak Gubernur NTB, Bupati Kabupaten Sumbawa Barat, Bupati Sumbawa untuk meninjau ulang berbagai kesepakatannya dengan PT Multi Capital serta melakukan renegosiasi dengan pihak PT NNT.

Selain itu, mendesak DPR untuk membentuk panitia khusus guna menyelidiki potensi munculnya kerugian negara terkait laporan PT NNT dan pemerintah daerah di NTB.

LBH NTB juga meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera melakukan audit secara komprehensif untuk selanjutnya diserahkan kepada penegak hukum.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga perlu melakukan penyelidikan terhadap praktik eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan PT NNT karena dikhawatirkan berpotensi merugikan negara.


Newmont membantah

Menanggapi tudingan LBH NTB, Kepala Departemen Komunikasi PT NNT Rubi Purnomo mengatakan pihaknya sangat menyesalkan tuduhan yang disampaikan LBH NTB karena sangat tidak mendasar.

PT NNT, kata dia, melakukan pembayaran royalti ke pemerintah melalui rekening Kementerian Keuangan dan diumumkan ke publik, begitu juga data produksi bisa diakses oleh siapa saja melalui portal NNT.co.id.

"Dalam melaksanakan operasi tambang Batu Hijau (PT NNT), kami mengacu pada kontrak karya dan peraturan serta perundangan yang berlaku. PT NNT malah sudah sepakat untuk membayar royalti yang telah dinaikkan dari sebelumnya, serta bea keluar ekspor sebagaimana telah ditentukan," katanya.