Mataram (ANTARA) - Menyebut nama Ummi Hajjah Siti Raihanun Zainuddin Abdul Madjid (ZAM) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ummi Raihanun dan Ummuna, sudah tidak asing bagi organisasi Nahdlatul Wathan (NW).
Dia merupakan Putri dari Maulana Syaikh Tuan Guru Kiai Haji (TGKH) Muhammad Zanuddin Abdul Madjid, pendiri organisasi NW.
Baca juga: Kini, Nahdlatul Wathan sudah ada di 8 negara dan 34 provinsi Indonesia
Baca juga: Generasi milenial minati kuliah di Prodi KPI IAIH NW
Ummi Raihanun lahir pada tahun 1952 Masehi, ibunya bernama Hajjah Rahmatullah Hasan. Ummuna menempuh pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Pancor lalu dilanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) Mu’alimat NW Pancor, serta memperoleh pendidikan khusus dari kedua orangtuanya yang berperan sebagai murabbi-ruh dan murabbi-jasad.
Setelah menyelesaikan pendidikannya, Ummuna dipersunting oleh seorang bangsawan bernama Drs TGH Lalu Gede Wiresentane, sekaligus murid kesayangan sang ayah. Dia dikaruniai 7 orang anak, 4 laki-laki dan 3 perempuan.
Raihanun nyaris menghabiskan sebagian besar waktunya hanya untuk meneruskan perjuangan sang ayah dalam menegakkan ajaran Islam dan upaya mengembangkan organisasi (NW).
Ummi Raihanun terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (PBNW), hasil Muktamar ke-X di Praya tahun 1998 masehi. Di bawah kepemimpinannya, NW semakin berkembang, terbukti dengan pesatnya pertumbuhan jumlah madrasah NW.
Berdasarkan data yang ada, pada era kepemimpinan Ummi Raihanun, organisasi NW telah tersebar ke-18 provinsi dan pertumbuhan jumlah madrasah sebanyak 925 madrasah.
Ucapan Maulana Syaikh yang menyebut Ummi Raihanun sebagai Pepadu yang bermakna mujahidah atau jagoan, "Raihanun Pepadungku dait Pepadun Amangku (Raihanun adalah jagoanku dan jagoan ayahku)" kini terbukti.
Dalam kepemimpinan dan keulamaannya ia adalah sosok yang berani dalam mengambil keputusan sekaligus tipikal pemimpin yang ahli musyawarah. Ia memiliki sisi ketegasan, arif, dan cerdas. Visinya sejalan dengan visi organisasi, yaitu memperjuangkan agama untuk kepentingan masyarakat banyak. Maka, agama menjadi titik sentral setiap pergerakannya, baik dalam kepemimpinan, pendidikan, sosial, dan dakwah.
Bagi Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Atsani (Putra dari Ummi Raihanun), ada dua keteladanan yang dapat dipelajari dari kepemimpinan Ummi Raihanun.
"Setiap langkah dan kebijakan organisasi dititikberatkan arah perjuangan organisasi sesuai dengan yang dikhittahkan Maulana Syaikh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, dan dalam menentukan setiap keputusan, Ummi Raihanun tidak puas tanpa hasil istikharah," ungkapnya.
Perjuangannya mengingatkan kita kepada sosok kartini (seorang wanita pejuang kemerdekaan dan pejuang kaumnya), tidak heran jika banyak jamaah yang mengatakan, "Jika di Jawa ada Kartini, Maka di Lombok ada sang Ummi,".