Pengadilan menerbitkan agenda sidang korupsi pajak Setwan Lombok Timur

id Setwan Lombok Timur,Korupsi Pajak Setwan Lombok Timur,Korupsi Lombok Timur,PN Mataram

Pengadilan menerbitkan agenda sidang korupsi pajak Setwan Lombok Timur

Foto arsip-Kasi Intelijen Kejari Lombok Timur Lalu Mohamad Rasyidi (kanan) bersama dua petugas kejaksaan mengawal tersangka korupsi anggaran pajak reses Sekretariat Lombok Timur Zulfaedy untuk menjalani penahanan jaksa usai pemeriksaan di Kantor Kejari Lombok Timur, NTB, Rabu (7/6/2023). (ANTARA/HO-Kejari Lombok Timur)

Mataram (ANTARA) - Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, menerbitkan agenda sidang perkara korupsi pajak reses Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Lombok Timur dengan terdakwa Zulfaedy.

Juru Bicara Pengadilan Negeri Mataram Kelik Trimargo di Mataram, Jumat, mengatakan bahwa agenda sidang Zulfaedy terbit berdasarkan adanya penetapan ketua pengadilan.

"Awalnya sidang dengan agenda pembacaan dakwaan milik Zulfaedy ditetapkan Kamis (19/10), diubah lagi dan ditetapkan jadi hari Senin (23/10)," kata Kelik.

Selain penetapan agenda sidang, lanjut dia, ketua pengadilan telah menunjuk majelis hakim yang bertugas.

"Ketuanya Isrin Surya Kurniasih dengan hakim anggota Agung Jiwandana dan Irawan Ismail," ujarnya.

Dari laman resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Mataram, perkara Zulfaedy teregistrasi dengan Nomor: 29/Pid.Sus-TPK/2023/PN Mtr. Perkaranya didaftarkan oleh jaksa penuntut umum pada Rabu (11/10).

Dalam laman tersebut turut tercatat nama-nama jaksa penuntut umum yang bertugas menyidangkan perkara mantan Bendahara Sekretariat DPRD Lombok Timur. Jumlahnya tujuh orang.

Adapun jaksa yang bertugas Moh. Isa Anshori, I Gusti Ngurah Agung Kiwerdiguna, Muhammad Andre Bramintiya Prisma, Sigit Nur Cahyo, Fardita Hutomo Putra Sudirman, Ananta Eizal Wibisono, dan Raden Rio Riansyah Hendrawan.

Perkara korupsi pajak reses ini berasal dari penyidikan Tim Pidana Khusus Kejari Lombok Timur. Zulfaedy muncul sebagai tersangka berdasarkan adanya indikasi perbuatan melawan hukum (PMH) dalam pengelolaan pajak.