Kala ikan semakin jauh, kisah perempuan pesisir Lombok hadapi krisis iklim

id Ikan di Lombok,Perempuan Lombok,Lombok,Nelayan

Kala ikan semakin jauh, kisah perempuan pesisir Lombok hadapi krisis iklim

Seorang ibu dan anak-anaknya sedang memadaq. Foto: Ahmad Hadi Ramdhani

Di sini hampir semua ibu-ibu pasti berhutang di mereka


Ditinggal sang suami dengan bekal uang tunai yang hanya cukup untuk satu bulan, membuat Harniati berpikir keras bagaimana akan bertahan hidup. Berbagai cara ia lakukan, menjadi buruh harian sampai dengan jualan keliling. 

Empat bulan pergi, suaminya berkabar kalau sawit tempat ia akan bekerja belum siap panen. Ia pun harus menunggu beberapa bulan lagi.

Kondisi ini bikin Harniati semakin sulit. Anaknya butuh biaya sekolah. Belum lagi kebutuhan sehari-hari untuk makan dan minum. 

Akhirnya ia memilih jalan pintas, dengan mengambil hutang di rentenir berkedok “koperasi”.  Di beberapa tempat di Pulau Lombok, menjamur pendirian koperasi simpan pinjam. Namun tak seperti namanya, koperasi itu dimodali satu orang saja dan tidak punya anggota. 

Uang yang ia pinjam, empat juta rupiah, dalam sembilan bulan bertambah hampir setengah dari nominal pinjaman. Untuk membayar hutang dan bunganya, dia berhutang lagi dari satu keluarga ke keluarga lainnya. Kondisi Harniati itu, juga dialami oleh ibu-ibu lainnya di Dusun Kuranji.

“Di sini hampir semua ibu-ibu pasti berhutang di mereka,” cerita Harniati.

Kerupuk cangkang kepiting

Pada 2017 Harniati menghadiri pelatihan pemanfaatan sumber daya pesisir yang diselenggarakan oleh mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Universitas Mataram. Seusai acara, seorang dosen yang hadir dalam kegiatan itu, berkunjung ke rumah Harniati. Tidak sengaja ia melihat cangkang kepiting bakau terbuang.

“Seharusnya ini bisa diolah jadi kerupuk Ibu,” ujar Harniati menirukan sang dosen.

Pertemuannya dengan dosen tersebut, menjadi awal mula Harniati memulai usaha pengolahan cangkang kepiting. Berawal dari modal seadanya, ia memulai usaha pembuatan kerupuk cangkang kepiting dengan satu varian rasa. Ia pun mulai memasarkan kerupuknya tersebut dari satu kios ke kios lainnya, juga ke pasar-pasar yang ada di Kecamatan Jerowaru. Dengan bantuan anaknya, ia juga merambah pasar online melalui Facebook. Ia pun mulai membuat berbagai macam varian rasa.

“Alhamdulillah setahun berjalan, permintaan semakin banyak,” ungkap Harniati.

Belajar dari kondisi yang ia alami, Harniati tergerak untuk membantu ibu-ibu yang memiliki masalah yang sama dengannya: suami merantau, anak putus sekolah, menikah dini dan bercerai. Satu per satu tetangganya ia ajak dan libatkan dalam kelompok yang mereka namai Mele Maju. Hingga kini, setidaknya tiga puluh orang perempuan Dusun Kuranji sudah tergabung dalam komunitas ini.