Mataram (Antara NTB) - Seratusan warga dari beberapa kelurahan di Kota Mataram "menggedor" kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nusa Tenggara Barat, Kamis, untuk menyampaikan protes terkait kebijakan penerimaan peserta didik baru dengan sistem zonasi.
Para wali murid tersebut datang secara bergelombang. Ada yang datang sejak pukul 09.00 WITA. Sebagian lagi datang pada pukul 13.00 Wita.
Mereka berkumpul di halaman kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Nusa Tenggara Barat (NTB) hingga pukul 17.30 Wita.
Puluhan anggota Polres Mataram melakukan penjagaan di depan pintu masuk kantor dinas. Bahkan, sejumlah anggota dilengkapi dengan senjata api laras panjang.
Suasana aksi para orang tua murid sempat memanas ketika polisi meminta mereka untuk membubarkan diri dan kembali pada Jumat (14/7), untuk menemui Kepala Disdikbud NTB H Suruji.
"Kami tidak ingin pergi sebelum ada pejabat dari dinas yang memberikan kepastian. Jangan pak polisi yang meminta kami pulang, suruh pejabat yang ngomong ke kami," kata H Kudrat, salah seorang wali murid.
Di hadapan para wali murid, Kudrat menegaskan bahwa PPDB pada tahun 2017 dengan sistem zonasi tidak sesuai dengan kenyataan. Sebab, anaknya yang mendaftar di SMA Negeri 2 Mataram tidak diterima dengan alasan nilai kurang.
"SMA Negeri 2 Mataram satu-satunya sekolah yang masuk zonasi di kelurahan saya. Sekarang anak saya tidak diterima, lalu mau sekolah di mana. Mau daftar di sekolah lain juga tidak diterima," tutur warga Kelurahan Tanjung Karang ini.
Seorang wali murid dari kalangan non-muslim yang enggan disebutkan namanya juga merasakan PPDB sistem zonasi tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan.
Ia mengaku mendaftarkan anaknya di SMA Negeri 4 Mataram yang jaraknya hanya beberapa meter dari rumahnya, namun ternyata tidak diterima oleh pihak sekolah.
"Sekarang saya bingung, mau daftarkan anak ke mana. Semua sekolah sudah menutup pendaftaran," katanya.
Dia mengatakan jika anaknya harus didaftarkan di sekolah swasta, maka akan membebani perekonomiannya sebab jarak sekolah swasta dari rumahnya relatif jauh, sehingga akan timbul biaya transportasi.
Selain itu, biaya yang dipungut oleh sekolah swasta juga bisa lebih mahal dibandingkan sekolah negeri. Di satu sisi, dirinya termasuk keluarga prasejahtera dengan ekonomi "pas-pasan".
Menurut dia, sekolah swasta di Kota Mataram juga sebagian besar milik yayasan warga muslim.
"Dengan menyekolahkan anak di sekolah SMA milik pemerintah, anak-anak bisa berbaur dengan anak-anak lainnya, meskipun beda asal dan agama. Itu lah Pancasila," tutur warga Kelurahan Pagutan ini.
Sementara itu, Kepala Bidang Ketenagaan, Disdikbud NTB Aidy Furqan, meminta para wali murid untuk pulang dan bertemu dengan kepala dinas pada Jumat (14/7).
"Kepala dinas lagi rapat dengan anggota DPRD NTB membahas masalah ini. Besok (Jumat), baru bisa kami berikan informasi kebijakan yang diambil terkait masalah calon siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri," ujarnya seraya mengajak para wali murid untuk membubarkan diri. (*)