Gugusan perbukitan di ujung barat Pulau Sumbawa itu kini mulai rimbun ditumbuhi berbagai jenis pepohonan. Kicauan burung madu matari dan kokok ayam hutan pun mulai mewarnai kehidupan di pagi hari, kendati deru mesin alat berat dan kepulan asap masih mewarnai aktivitas penambangan di punggung bukit Batu Hujau.
Sejatinya aktivitas penambangan kekayaan alam di perut bumi ujung selatan Kabupaten Sumbawa Barat itu memang telah mengubah bentang alam. Namun komitmen untuk pengelolaan lingkungan menjadi prioritas perusahaan tambang tembaha dan emas di Batu Hijau, Kabupaten Sumbawa Barat ini.
Setelah belasan tahun masa penambangan mineral tembaga dan emas yang dilakukan PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT), kemudian dilanjutkan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), setelah diakuisisi PT Medco Energi melalui anak perusahaan PT Amman Mineral Internasional pada 2016 kini perbukitan Batu Hijau mulai nampak hijau dan rimbun.
Flora endemik semisal pohon besira (albizia chinensis) dan kelanur (albizia procera) serta fauna, seperti rusa timur (cervus timorensis) dan babi hutan (sus scrofa) kini mulai kembali ke habitat yang sebelumnya sempat terusir akibat aktivitas penambangan.
Komitmen perusahaan tambang ini untuk mewujudkan jejak hijau di Bukit Batu Hijau telah dibuktikan, setidaknya ini terlihat dengan keberhasilan dalam melakukan reklamasi yang sejak awal masa penambangan.
Superintenden Reklamasi PT AMNT Mara Maswahenu kepada sejumlah pemimpin redaksi media yang berkunjung ke proyek Batu Hijau belum lama ini menegaskan komitmen PT AMNT untuk melanjutkan pengelolaan lingkungan sesuai jadwal yang telah direncakan.
Hingga Deesember 2017, luas areal terganggu akibat penambangan di Batu Hujau mencapai 2.822 hektare, sementara total area reklamasi 831 hektare.
Hasil reklamasi telah terlihat dengan adanya burung dan kelelawar di area reklamasi yang keberadaannya telah terpantau melalui kamera.
Keberhasilan reklamasi tak sekedar isapan jempol, setidaknya ini dibuktikan dari hasil pemantauan yang dilakukan Balai Pemantauan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah VIII pada 2012-2013 menyatakan bahwa area seluas 112 hektare telah berhasil direklamasi.
Demikian juga hasil pemantauan oleh Pusat Studi Reklamasi Tambang Institut Pertanian Bogor (ITB) yang menyatakan bahwa komposisi dan struktur tegakan di area vegetasi secara umum lebih baik dibandingkan hutan alam dan jumlahj tanaman per hektare juga memenuhi persyaratan, yakni lebih dari 625 tanaman per hektare.
Selain itu prediksi kondisi iklim mikro terutama intensitas cahaya lahan reklamasi akan sama dengan di hutan alami saat umur tanaman revegetasi mencapai 11 tahun.
Dalam melaksanakan reklamasi areal yang terganggu akibat aktivitas penambangan tersebut, PT AMNT melibatkan masyarakat lingkar tambang Batu Hijau, khususnya dalam pembuatan "coconet" (jaring terbuat dari sabut kelapa) dan "cocopeat" (media tanam dari sabut kelapa).
Mara Maswahenu mengatakan limbah sabut kelapa beruta coconet dan cocopeat tersebut digunakan sebagai pengendali erosi di area reklamasi.
Sejak 2014 hingga 2017, total limbah sabut kelapa yang didaur ulang menjadi coconet dan cocopeat sebanyak 460 ton dengan total nilai jual mencapai Rp2,6 miliar.
Sejatinya ini membuka peluang berusaha dan meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar area tambang yang mengelola usaha industri rumah tangga di Kecamatan Maluk.
Pengelolaan lingkungan
PT AMNT akan terus berupaya melakukan pengelolaan lingkungan dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan pemerintah.
Ini sebagai wujud komitmen perusahaan nasional ini untuk mewariskan Jejak Hijau di Bukit Batu Hujau pascatambang.
Head of Corporate Communications PT AMNT Anita Avianty mengatakan komitmen perusahaan nasional ini untuk mengelola lingkungan akan terus dilakukan secara bertahap sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan, sehingga nantinya kondisi lingkungan di Batu Hijau mendekati normal.
Didampingi Superintenden Media Relations and Specialist Project Baiq Idayani, ia menuturkan Pengelolaan lingkungan oleh PT AMNT tak hanya dilakukan dengan program reklamasi, tetapi juga dengan melakukan pengelolaan air tambang agar tidak mencemari lingungan.
Untuk pengelolaan air tambang tersebut, PT AMNT menggunakan berbagai fasilitas pengelohan air Santong sehingga air yang mengendung asam tambang tidak sampai mencemari lingkungan.
Selain itu PT AMNT juga melalukan pengelolaan air hutan untuk mengurangi volume air dengan memanfaatkan yang terkontaminasi batuan asam.
Untuk pengelolaan air dari hutan, menurut Anita Aviaty, dilakukan dengan membangun saluran pengalih air bersih dari hutan di sekeliling area tambang dengan sitem gravitasi menuju sungai memerlukan total investasi 16,3 juta dolar AS (2012-2016). Panjang saluran pengalih yang telah dibangun mencapai 20,1 kilometer.
Sejak 2014-hingga 2017, perusahaan tambang tembaga dan emas ini berhasil menyelamatkan total 139,2 juta meter kubuk air bersih dan meningkatkan volume air yang dibutuhkan masyarakat lingkar tambang di Desa Tongo, Kecamatan Sekongkang.
PT AMNT juga secara konsisten melakukan pengelolaan bahan berbahata dan beracun (B3) dan pengelolaan kualitas udara guna mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.
Sementara untuk pengelolaan limbah tambang (tailing) dilakukan dengan menempatkan di palung laut Senunu pada kedalaman ribuan meter menggunakan pipa dari konsentrator.
Anita Avianty mengatakan ujung pipa tailing terletak pada kedalaman 125 meter di hulu Ngarai Laut Senunu dan mayoritas limbang tambang itu mengendap pada kedalaman 2000-4000 meter di bawah permukaan laut.
Menurut dia, untuk memastikan bahwa limbah tambang tersebut tidak mencemari lingkungan laut, secara berkala dilakukan pengambilan contoh air laut dengan menggunakan "rosette sampler", pemasangan rangkaian Acoustic Doppler Current Profiler (ADCP), yakni instrumnen atau alat untuk mengukur air laut.
Selain itu juga melakukan pengambilan contoh sedimen laut dengan menggunakan "boxcorer" (alat untuk mengambil sedimen laut) dan melakukan survei ekologi laut dengan mengambil sampel plankton.
Untuk merehabilitas terumbu karang, perusahaan tambang ini telah menempatkan lebih dari 1,700 terumbu buatan (reefball) di perairan laut Sumbawa, antara lain di Teluk Benete mulai Juni 2014, Teluk Lawar (Juli 2009), Teluk Kenawa (Juli 2019) dan Teluk Maluk (Juli 2013.
Reefball ini, menurut Anita Avianty, berperan dalam pembentukan komunitas karang dan biota asosiasasinya, termasuk menjadi rumah bagi berbagai jenis ikan karang.
Perjuangan panjang dalam mewujudkan pengelolaan lingkungan yang baik ini agaknya tak sia-sia. Kinerja lingkungan yang telah dilakukan mendapat pengakuan dari pemerintah,
Setidaknya ini dibuktikan dengan penghargaan yang berhasil diraih, yakni tujuh kali mendapatlan proper hijau dan lima kali proper biru dari Kementerian Lingkungan Hidup.
Sementara dari Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) tiga kali mendapatkan tropi Aditama, enam kali Aditama dan dua kali penghargaan utama pada periode 2015-2016.
Komitmen PT AMNT untuk mengelola lingkungan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, sejatinya untuk mewujudkan keinginan Mewariskan Jejak Hijau di Bukit Batu Hijau.(*)
Mewariskan jejak hijau di bukit Batu Hijau
......Sejatinya aktivitas penambangan kekayaan alam di perut bumi ujung selatan Kabupaten Sumbawa Barat itu memang telah mengubah bentang alam. Namun komitmen untuk pengelolaan lingkungan menjadi prioritas perusahaan tambang tembaha dan emas di Batu.