Mengenal Nadhlatul Wathan

id Nahdlatul Wathan,TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid

Mataram (ANTARA) - Nahdlatul Wathan  adalah organisasi massa Islam terbesar di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Organisasi ini didirikan oleh TGKH  Muhammad Zainuddin Abdul Madjid. Beliau juga disebut dengan Maulana Syaikh, Tuan Guru Datok, dan lain-lain.
  
Nahdlatul Wathan berasal dari  kata  Nahdlatul dan Wathan. Kata  Nahdlatul berarti kebangkitan, pembangunan, membangun, dan Wathan  berarti tanah air, bangsa. Jadi, ditinjau dari segi bahasa Nahdlatul Wathan berarti kebangkitan bangsa (tanah air), membangun bangsa dan tanah air. Nahdlatul Wathan disingkat dengan NW. Sedangkan menurut istilah Nahdlatul Wathan adalah organisasi kemasyarakatan Islam Ahlussunnah  wal jama’ah ‘ala Mazhabil Imamisy Syafi’I r.a.dan bergerak dalam bidang pendidikan, sosial, dan dakwah Islamiyah.

Sebelum mendirikan organisasi Nahdlatul Wathan TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan Pesantren Al-Mujahidin, Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah ( NWDI ), dan Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah ( NBDI ).

Pesantren Al-Mujahidin beliau didirikan di Kampung Bermi,  Pancor, Lombok Timur, pada 1934 atau tiga bulan setelah beliau kembali dari Tanah Suci Makkah. Pendirian pesantren ini didorong oleh keinginan beliau untuk memajukan masyarakat khususnya di Pulau Lombok yang pada masa itu masih berada dalam kebodohan dan keterbelakangan akibat dari tekanan pemerintah kolonial Belanda yang sudah lama menjajah bangsa Indonesia.

Menurut beliau untuk mengangkat harkat dan martabat umat Islam maka diperlukan adanya lembaga pendidikan untuk meraih kebahagiaan hidup didunia da di akhirat.
   
Kemajuan yang dicapai oleh pesantren ini menyulut kemarahan orang-orang yang hasad dan takut kehilangan pengaruh. Mereka menyebarkan berbagai fitnah sehingga tidak sedikit wali santri yang mencabut anaknya sehingga santri Pesantren Al- Mujahidin tinggal 50 orang. Bahkan, sesudah beliau berencana dan bertekad untuk mendirikan madrasah sebagai kelanjutan Pesantren Al-Mujahidin, para pemuka Desa Pancor memberhentikan beliau sebagai imam dan Khatib di Masjid Pancor sehingga terpaksalah beliau Jum’atan  ke Labuhan Haji selama kurang lebih 3 tahun. 
   
Namun demikian, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sedikitpun tidak mundur dari perjuangan. Semua fitnahan dan hasutan tersebut dijadikan sebagai pendorong untuk lebih aktif mewujudkan cita-citanya memajukan umat Islam melalui pendidikan. Sehingga pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 H/22 Agustus 1937 M Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah yang disinkat NWDI secara resmi berdiri.

Hari lahir Madrasah NWDI setiap tahun diperingati oleh warga Nahdlatul Wathan yang dikenal dengan HULTAH NWDI . Madrasah NWDI, khusus mendidik kaum laki-laki. Waktu belajarnya dari pukul 07.30-13.00 WITA. Adapun mata pelajaran yang diajarkan yakni membaca Al Quran, Tajwid, Tafsir, Ushul Tafsir, Hadist, Musthalahul Hadist, Tauhid, Fiqih, Ushul Fiqih, Tashawuf, Tarikh, Ilmu-Ilmu bahasa Arab seperti Nahwu, Sharaf, Balaghah, ’ Arud, Ilmu Falak, Manthiq, dan lain-lain. Semua mata pelajaran yang diajarkan di Madrasah NWDI adalah pelajaran agama. Madrasah NWDI menamatkan angkatan pertama pada tahun 1941.
   
Setelah Madrasah NWDI menamatkan angkatan pertama maka TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid berusaha mengembangkan madrasah tersebut dengan mendirikan madrasah khusus untuk kaum  wanita, yakni Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah yang disingkat dengan NBDI pada tanggal 15 Rabi’ul  Akhir 1362 H ( 21 April 1943 M ). Pendirian Madrasah NBDI ini dilatarbelakangi dengan satu prinsip bahwa pendidikan bagi kaum wanita sangatlah penting karena kaum wanita adalah ‘ imadul bilad ( tiang negara ). Kalau kaum wanita baik maka baiklah suatu negara. Mata pelajaran yang diajarkan  di Madrasah NWDI. Waktu belajarnya pada sore hari, yakni dari pukul  13.30-17.00 WITA dan menamatkan angkatan pertama pada tahun 1949.
 
Di antara alumni (abituren) Madrasah NWDI atau NBDI  yang kembali ke kampung halamannya ada yang mendirikan madrasah cabang NWDI dan NBDI, di samping mengadakan kegiatan dakwah dan sosial. Pada awal tahun 1953 madrasah cabang NWDI  dan  NBDI itu sudah berjumlah 66 buah, tersebar diberbagai tempat di Pulau Lombok. 

Untuk mengkoordinir, membina dan mempertanggungjawabkan lembaga pendidikan dan kegiatan-kegiatan di bidang sosial dan dakwah Islamiyah tersebut maka TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan Organisasi Nahdlautul Wathan pada Hari Ahad, tanggal 15 Jumadil Akhir 1372 H ( 1 Maret 1953 M ) di Pancor, Lombok Timur,  Nusa Tenggara Barat.   
 
“Wariskanlah NW mu kepada anak cucumu dimana saja kamu berada dan kembangkanlah Ia” adalah Wasiat Maulana Syaikh Yang harus di pegang oleh semua Abituren Nahdlatul wathan agar senantiasa mengembangkan NW dengan ikhlas hati sesuai dengan kemampuan yang di miliki. Hal inilah yang menggugah hati kami untuk menyebarkan nama harum NW yang didirikan oleh Ulama’ Terkemuka Dunia khususnya Lombok Indonesia TGKH.M.Zainuddin Abdul Madjid. Agar kita semua tahu dan bisa meneladani dan mengikuti jejak langkah beliau untuk memperjuangkan islam ahlussunnah wal-jamaah lewat Nahdlatul Wathan.

Kelahiran dan Keluarganya
   
Al Mukarram Maulana Syaikh Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dilahirkan di kampung Bermi, Pancor,  Lombok Timur,  Nusa Tenggar Barat pada tanggal 17 Rabiul Awal 1316 H (1898 M) dari perkawinan Tuan Guru Haji Abdul Madjid dengan Hajjah Halimtus Sa’diyah. 
    
Nama kecil beliau Muhammad Saggaf, nama ini dilatarbelakangi oleh suatu peristiwa yang sangat menarik untuk dicermati yakni 3 hari sebelum beliau dilahirkan. TGH Abdul Madjid didatangi orang waliyullah masing-masing dari Hadramaut dan Magrabi. Kedua waliyullah itu secara kebetulan mempunyai nama yang sama, yakni “Saqqaf”. Kedua waliyullah itu berpesan kepada TGH Abdul Madjid supaya anaknya yang akan lahir itu diberi nama “Saqqaf” artinya “tukang memperbaiki atap”, Kata “Saqqaf” di Indonesia-kan menjadi “Saggaf” dan untuk dialek Bahasa Sasak menjadi “Segep”. Itulah sebabnya beliau sering dipanggil dengan “Gep” oleh Ibunda Hajjah Halimatus Sa’diyah.

Setelah  menunaikan ibadah haji, nama kecil  tersebut diganti dengan “Haji Muhammad Zainuddin”. Nama ini pun diberikan oleh ayah beliau sendiri yang diambil dari nama seorang ulama besar yang mengajar di Masjidil Haram. Akhlak dan kepribadian ulama besar itu sangat menarik hati sang ayah. Nama ulama besar itu Syaikh Muhammad Zainuddin Serawak.
  
Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid  adalah anak bungsu. Kakak kandung beliau lima orang, yakni Siti Syarbini, Siti Cilah, Hajjah Saudah, Haji Muhammad Sabur dan Hajjah Masyitah. Ayahandanya TGH Abdul Madjid terkenal dengan penggilan “Guru Mu’minah” adalah seorang muballigh dan terkenal pemberani. Beliau pernah memimpin pertempuran melawan kaum penjajah, sedangkan ibundanya Hajjah Halimatus Sa’diyah terkenal sangat salehah.

Sejak kecil Al-mukarram Maulana Syaikh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid terkenal sangat jujur dan cerdas. Karena itu tidaklah mengherankan bila ayah-bundanya memberikan perhatian istimewa dan menumpahkan kasih sayang begitu besar kepada beliau.

Ketika melawat ke Tanah Suci Makkah untuk melanjutkan studi, ayah Bundanya ikut mengantar ke Tanah Suci. Ayahandanyalah yang mencarikan guru tempat beliau belajar pertama kali di Masjidil Haram dan sempat menemani beliau di Tanah Suci sampai dua kali musim haji. Sedangkan ibundanya Hajjah Halimatus Sa’diyah ikut bermukim di Tanah Suci mendampingi dan mengasuh beliau  sampai ibundanya tercintanya itu berpulang ke rahmatullah tiga setengah tahun kemudian dan dimakamkan di Mu’alla Makkah.
  
Dengan demikian tampaklah betapa besar perhatian ayah-bundanya terhadap pendidikan beliau. Hal ini juga tercermin dari sikap ibundanya bahwa setiap kali beliau berangkat untuk menuntut ilmu, ibundanya selalu mendo’akan dengan ucapan “Mudah mudahan engkau mendapat ilmu yang barakah” sambil berjabat tangan serta terus memperhatikan kepergian beliau sampai tidak terlihat lagi oleh pandangan mata.
   
Pernah suatu ketika, beliau lupa pamit pada ibundanya. Beliau sudah jauh berjalan sampai ke pintu gerbang baru sang ibu melihatnya. Sang ibu memanggil beliau untuk kembali Beliau pun kembali. Lalu sang ibu mendoakan kemudian beliau berangkat. Hal ini merupakan suatu pertanda bahwa betapa besar kesadaran ibundanya akan penting dan mustajabnya do’a ibu untuk sang anak sebagaimana ditegaskan dalam hadits Rasullah SAW, bahwa do’a ibu menduduki rangking kedua setelah doa Rasul. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa beliau

Pejuang dan Perintis Kemerdekaan

Sejak kembali dari Tanah Suci Makkah sampai akhir hayatnya Maulanasysyaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid aktif menggunakan sebagian besar waktunya untuk membangun mental spiritual masyarakat melalui madrasah, kegiatan dakwah, majlis taklim, pengajian umum di masjid-masjid dan surau-surau di berbagai kota dan desa di Pulau Lombok.

Usia senja bagi beliau tidaklah menjadi kendala untuk tetap berjuang memajukan agama, nusa dan bangsa yang tercinta ini. Beliau tetap berjuang dan membangun sesuai dengan hajat pembangunan dan perjuangan yang terus meningkat. Itulah sebabnya beliau sering memberikan motivasi kepada murid-muridnya untuk dapat mengikuti jejak langkah perjuanga, semangat pantang menyerah, pengabdian dan dedikasi beliau yang sulit ada tandingannya itu.

Tegasnya, " Tiada hari tanpa perjuangan, “ itulah yang terlihat dan terkesan dalam seluruh sisi kehidupan beliau. Pantaslah kalau beliau sering mengatakan : “Usia saya telah senja, kendatipun demikian saya ingin seperti matahari yang selalu berputar dari timur ke barat, bukan hanya dalam waktu 24 jam, tetapi telah berjuta-juta tahun, tanpa mengenal terlambat walau sedetikpun. Saya tidak rela kemerdekaan yang ditebus dengan lautan darah para syuhada’ itu disia-siakan tetapi harus diisi dengan pembangunan terus menerus menurut kamampuan dan keahlian masing- masing meratalah kemakmuran, keadilan, dan kebenaran di seluruh persada tanah air tercinta ini.  Demikian jiwa dan semangat perjuangan beliau yang tidak kenal lelah, lebih-lebih dalam memperjuangkan tegaknya iman dan taqwa di persada tanah air Indonesia yang berdasarkan pancasila ini.

Dalam perjuangan membebaskan bangsa dan rakyat Indonesia dari cengkraman penjajah Belanda dan Jepang, Maulanasysyaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menjadikan Madrasah NWDI dan NBDI sebagai pusat pergerakan kemerdekaan. Jiwa perjuangan, patriotisme, dan semangat pantang menyereh tetap beliau kobarkan di dada murid-murid, santri dan guru-guru Madrasah NWDI dan NBDI. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau kedua bangsa penjajah itu selalu berusaha untuk menutup dan membubarkan Madrasah NWDI dan NBDI.

Pada zaman penjajahan Jepang, Maulanasysyaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid berkali-kali dipanggil untuk segera menutup dan membubarkan kedua Madrasah tersebut dengan alasan bahwa kedua Madrasah ini digunakan sebagai tempat menyusun taktik dan strategi untuk menghadapi bangsa penjajah tersebut. Disamping dianggap sebagai wadah yang berindikasi bangsa asing karena diajarkannya Bahasa Arab di kedua Madrasah ini.

Kepada pemerintah fasis Jepang beliau mengemukakan beberapa penjelasan. Diantaranya bahwa Bahasa Arab adalah bahasa Al-Quran, bahasa Islam, dan bahasa umat Islam, bahasa yang dipakai dalam melaksanakan ibadah. Ibadah umat Islam menjadi rusak kalau tidak menggunakan Bahasa Arab. Itulah sebabnya Bahasa Arab diajarkan di Madrasah NWDI dan NBDI. Di kedua madrasah ini juga dididik calon-calon “ Penghulu dan Imam “ yang sangat diperlukan untuk mengurus dan mengatur peribadatan dan perkawinan umat islam.

Setelah mendengar penjelasan beliau, segeralah pemerintah Jepang yang ada di Pulau Lombok mengirim laporan ke pihak atasannya di Singaraja,  Bali. Tidak lama kemudian terbitlah Surat Keputusan di Singaraja dalam bentuk kawat surat, yang berisi antara lain bahwa Madrasah NWDI dan NBDI dibenarkan untuk tetap dibuka dengan ketentuan supaya nama Madrasah tersebut diubah menjadi “ Sekolah Penghulu dan Imam”.

Kemudian setelah beberapa bulan kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, mendaratlah tentara NICA di Pulau Lombok. NICA adalah singkatan dari Netherlands Indies Civil Administrations, yaitu Pemerintah Sipil Belanda yang bergabung dalam Angkatan Bersenjata Negara-Negara Sekutu di masa Perang Dunia II.

Pada zaman penjajahan, Al Mukarram Maulanasysyaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid juga menjadikan madrasah NWDI dan NBDI sebagai pusat pergerakan kemerdekaan, tempat menggembleng patriot-patriot bangsa yang siap  bertempur melawan dan mngusir penjajah. Bahkan secara khusus Al Mukarram Maulanasysyaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid bersama guru-guru Madrasah NWDI-NBDI membentuk suatu gerakan yang diberi nama "Gerakan Al Mujahidin".

Gerakan Al Mujahidin ini bergabung dengan gerakan-gerakan rakyat lainnya dipulau Lombok untuk bersama-sama membela dan mempertahankan kemerdekaan dan keutuhan Bangsa Indonesia, dan pada tanggal 7 Juli 1946 TGH. Muhammad Faizal Abdul Majid adik kandung Al Mukarram Maulanasysyaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid memimpin penyerbuan tanksi militer NICA di Selong. Dalam penyerbuan ini gugurlah TGH. Muhammad Faizal Abdul Madjid bersama dua orang santri NWDI sebagai Syuhada' sekaligus sebagai pencipta dan penghias Taman Makam Pahlawan Rinjani Selong Lombok Timur.

Al Mukkarram Maulanasysyaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sebagai ulama pemimpin umat, dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa telah mengemban berbagai jabatan dan menanamkan berbagai jasa pengabdian, diantaranya :

Pada tahun 1934 mendirikan pesantren Al-Mujahidin
Pada tahun 1937 mendirikan Madrasah NWDI
Pada tahun 1943 mendirikan madrasah NBDI
Pada tahun 1945 pelopor kemerdekaan RI untuk daerah Lombok
Pada tahun 1946 pelopor penggempuran NICA di Selong Lombok Timur
Pada tahun 1947 / 1948 menjadi Amirul Haji dari Negera Indonesia  Timur
Pada tahun 1948/1949 Anggota Delegasi Negara Indonesia  Timur ke Saudi Arabia
Pada tahun 1950 Konsulat NU Sunda Kecil
Pada tahun 1952 Ketua Badan Penaseha Masyumi Daerah Lombok
Pada tahun 1953 Mendirikan Organisasi Nahdlatul Wathan
Pada tahun1953 Ketua Umum PBNW Pertama
Pada tahun 1953 merestui terbentuknya parti NU dan PSII di Lombok
Pada tahun 1954 merestui terbentuknya PERTI Cang  Lombok
Pada tahun 1955 Anggota Konstituante RI hasil Pemilu I (1955)
Pada tahun 1964 mendiriakn Akademi Paedagogik NW
Pada tahun 1964 menjadi PesertKIAA (Konferensi Islam Asia Afrika) di Bandung
Pada Tahun 1965 mendirikan Ma'had Darul Qu'an Wal Hadits Al Majidiyah Asy Syafi'iyah Nahdlatul Wathan
Pada tahun 1972-1982 Anggota MPR RI hasil pemilu II dan III
Pada tahun 1971-1982 Penasehat Majlis Ulama' Indonesia Pusat
Pada tahun 1974 mendirikan Ma'had Lil Banat
Pada Tahun 1975 Ketua Penasehat Bidang Syara' Rumah Sakit Islam Siti Hajar Mataram (sampai 1997)
Pada tahun 1977 mendirikan Universitas Hamzanwadi
Pada tahun 1977 Menjadi Rektor Universitas Hamzanwadi
Pada tahun 1977 mendirikan fakultas tarbiyah universitas hamzanwadi
Pada Tahun 1978 mendirikan STKIP Mamzanwadi
Pada tahun 1978 mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Syari'ah Hamzanwadi
Pada tahun 1982 mendirikan Yayasan Pendidikan Hamzan wadi
Pada tahun 1987 mendirikan Universitas Nhdlatul Wathan mataram
Pada tahun 1987 mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Hamzanwadi
Pada tahun 1990 mendirikan Sekolah Tinggi Ilamu Dakwah Hamzanwadi
Pada tahun 1994 mendirikan Madrasah Aliyah Keagamaan putra-putri
Pada tahun 1996 mendirikan Institut Agama Islam Hamzanwadi

Oleh karena jasa-jasa beliau itulah maka pada tahun 1995 belau dianugerahi Piagam Penghargaan dan medali Pejuang Pembangunan oleh pemerintah.

Al Mukarram Maulanasysyaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid selaku ulama pewaris para nabi, disamping menyampaikan dakwah bil hal wa bil lisan, juga tergolong penulis dan pengarang yang produktif. Bakat dan kemampuan beliau sebagai pengarang ini tumbuh dan berkembang sejak beliau masih belajar di Madrasah Shaulatiyah Makkah.

Namun, karena banyaknya dan padatnya kegiatan keagamaan dan keasyarakatan yang harus diisi maka peluang dan kesempatan untuk memperbanyak tulisan tampaknya sangat terbatas. Kendatipun demikian, di tengah-tengah keterbatasan waktu itu, beliau masih sempat mengarang beberapa kitab, kumpulan do'a, dan lagu-lagu perjuangan dalam bahasa Arab, Indonesia dan Sasak, diantaranya Risalah Tauhid, Sullamul Hija Syarah Safinatun Naja Nahdlatuz Zainiah, At Tuhfatul Ampenaniyah, Al Fawakihun Nahdliyah, Mi'rajush Shibyan ila Sama'i Ilmil Bayan, An Nafahat 'Ala Taqriratis Saniyah, Hizib Nahdlatul Wathan, Hizib Nahdlatul Banat, Tariqat Hizib Nahdlatul Wathan, Batu Ngompal, Anak Nunggal, Taqrirat Batu Ngompal, Wasiat Renungan Masa I dan II, Ta'sis NWDI, Imamunasy Syafi'I, dan lain-lain.

Di samping itu, Almukarram Maulanasysyaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid selaku seorang mujahid selalu berupaya mengadakan inovasi dalam gerakan perjuangannya untuk meningkatkan kesejahteraan ummat demi kebahagian di dunia maupun di akhirat. Di antara inovasi / rintisa-rintisan beliau adalah menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran agama Islam di NTB dengan sistem madrasi, membuka lembaga pendidikan khusus untuk wanita, mengadakan ziarah umum Idul Fitri dan Idul Adha dengan mendatangai jamaah di samping didatangi, meyelenggarakan pengajian umum secara bebas, mengadakan gerakan do'a dengan berhizib, mengadakan syafatul kubro, menciptakan tariqat, yakni tariqat Hizib Nahdlatul Wathan, membuka sekolah umum disamping sekolah agama (madrasah), menyusun nazam berbahasa Arab bercampur bahasa Indonesia, dan lain-lain.

Sebagai seorang ulama mujahid beliau telah memberikan keteladanan yang terpuji. Seluruh sisi kehidupan beliau, beliau isi dengan perjuangan memajukan agama, nusa dan bangsa. Tegasnya, tiada hari tanpa perjuangan. Itulah yang senantiasa terlihat dan terkesan dari seluruh sisi kehidupan beliau yang patut dicontoh dan diteladani oleh seluruh pengikut dan murid beliau.

Selamat memperingati dan merayakan Hari Ulang Tahun (Hultah) ke-74. Semoga perjuangan dan teladan Almukarram Maulanasysyaikh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid selalu menghiasi gerak langkah penerus-penerusnya.

(Sumber: www.nahdlatulwathan.org)