Mataram (ANTARA) - Peringatan Hari Perempuan International (International Women Day) yang jatuh setiap tanggal 8 Maret menjadi momentum untuk merefleksikan kemajuan perjuangan perempuan. Tema yang diangkat tahun 2025 adalah “For All Women and Girls: Rights, Equality, Empowernment”. Tema ini menyerukan kepada semua pihak untuk membuka ruang dan peluang, memberikan persamaan hak dan kesetaraan sehingga tidak ada satupun yang tertinggal. Oleh karenanya, hari perempuan adalah milik kita semua, perempuan dan laki-laki.
Kita perlu mempercepat tindakan keadilan dan kesetaraan. Kesetaraan dapat mendorong perlakuan yang sama tanpa memandang perbedaan. Sayangnya, perempuan masih belum mendapatkan tempat yang nyaman. Karena dimanapun berada masih ada bayang-bayang diskriminasi, kekerasan atau pelecehan, seperti tempat tinggal, tempat kerja, tempat pendidikan, bahkan ruang publik dan rapat resmi sekalipun.
Akhir-akhir ini salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membuat kontroversi dengan mengusulkan kepada pemerintah untuk melakukan naturalisasi pemain sepakbola asing yang berusia 40 tahun, lalu menikahkan mereka dengan perempuan Indonesia, tujuannya adalah agar anaknya kelak menjadi pemain Timnas Indonesia. Pernyataan tersebut menunjukkan seksisme dan pelecehan terhadap perempuan. Perempuan hanya dijadikan sebagai “alat” untuk mencetak keturunan. Pernyataan ini tentu saja melukai hati perempuan dan tidak sesuai dengan prinsip kesetaraan gender yang sejatinya menjadi arus utama di Indonesia.
Catatan Komnas Perempuan juga menunjukkan bahwa perempuan masih menjadi korban segala macam jenis kekerasan, yakni kekerasan seksual (15.621), psikis (12.878), fisik (11.099), kekerasan berbasis online (1.801), dan kekerasan lainnya (6.897). Tren baru adalah hubungan toxic yang berujung ke pelecehan seksual dengan modus love languge.
Hingga kini, perempuan korban kekerasan juga masih sering disalahkan (victim blaming) oleh berbagai pihak, termasuk pihak berwenang. Misalnya perempuan dianggap yang memprovokasi pelaku dengan pakaian maupun ucapannya. Perempuan juga dianggap “menikmati” kekerasan seksual.
Mitos lain yang juga sering beredar di masyarakat, yakni kekerasan terjadi pada keluarga yang penghasilan rendah atau pendidikan rendah. Faktanya, kekerasan terhadap perempuan dapat menimpa siapa saja tanpa memandang status ekonomi maupun pendidikan. Bahkan, adanya mitos yang menganggap korban akan meninggalkan pelaku jika kekerasan itu sakit. Faktanya para perempuan bertahan dalam hubungan yang abusive karena faktor ketergantungan secara finansial, kurangnya dukungan, tekanan sosial, dan adanya harapan pelaku akan berubah.
Tidak Hanya Sekedar Urusan Domestik
Peringatan hari perempuan kali ini menjadi lebih spesial karena bertepatan dengan bulan Suci Ramadhan. Perempuan memiliki peran yang sangat penting di bulan yang penuh kebaikan ini. Dalam keluarga, seorang ibu akan rela bangun lebih awal untuk memastikan makanan sahur siap tersaji untuk keluarga. Para ibu selalu berjuang dan bekerja tidak mengenal waktu untuk memastikan kebutuhan semua anggota keluarganya.
Selama ini pekerjaan domestik (rumah tangga) dianggap bukan sebuah pekerjaan. Adanya konsepsi dominan mengenai tempat kerja yang membuat rumah menjadi tidak terlihat. Bahkan, ketika perempuan bekerja di ruang publik, bobot pekerjaan rumah tangga dan merawat anak cenderung lebih besar. Pembagian kerja acapkali dilakukan berdasarkan jenis kelamin dan perempuan seringkali mendapat standar ganda.
Sementara itu, masih banyak ceramah-ceramah yang memvalidasi subordinasi perempuan atas laki-laki sebagai ‘pemimpin’. Teks-teks agama disalahgunakan sebagai justifikasi untuk menyalahkan perempuan sebagai penyebab manusia turun ke bumi. Bahkan, mayoritas perempuan juga akan menjadi penghuni neraka. Lebih lanjut, perempuan (istri) akan dilaknat malaikat jika tidak patuh atau menolak ajakan suaminya.
Tidak hanya itu, perempuan juga dinilai ibadahnya tidak sempurna, karena puasanya tidak penuh, tarawehnya tidak lengkap, dan tidak dapat membaca Al-Qur’an di bulan Ramadhan (karena haidl). Narasi bias dan ceramah misoginis ini seringkali digunakan untuk menyudutkan dan membungkam perempuan.
Ramadhan adalah kesempatan yang sama bagi semua pihak, laki-laki dan perempuan, untuk melipatgandakan pahala kebaikan. Perempuan yang sedang haidl memang mendapat batasan untuk menunaikan ibadah, namun ibadah yang pahalanya luar biasa tidak hanya sebatas pada sholat, puasa dan membaca Al-Qur’an. Perempuan yang haidl bisa menggantinya dengan dzikir, doa, melakukan kegiatan sosial, atau mencari ilmu.
Menggapai Keadilan Hakiki
Keadilan hakiki adalah salah satu perspektif yang digunakan oleh Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), merupakan prinsip keadilan dalam Islam yang menjamin kesetaraan hak dan kewajiban antara perempuan dan laki-laki. Prinsipnya adalah perempuan adalah manusia yang utuh, bukan harta benda atau alat yang dapat dimainkan. Perempuan juga memiliki kedudukan yang sama seperti laki-laki, yaitu sebagai pemimpin di muka bumi (khalifah fil’ardl). Lebih lanjut, perempuan dan laki-laki harus saling menjadi pelindung (auliyaa’). Bahwa perlakukan baik yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan adalah bagian dari bentuk ketakwaan kepada Allah SWT.
Perspektif keadilan hakiki melihat pengalaman biologis dan sosial perempuan yang berbeda dengan laki-laki. Secara biologis, perempuan mengalami menstruasi, hamil, melahirkan, menyusui, dan nifas. Pengalaman tersebut disertai dengan rasa sakit bahkan sangat sakit. Tentu saja hal ini tidak dialami oleh laki-laki. Sementara itu, pengalaman sosial perempuan selama ini dalam masyarakat patriarki yaitu mengalami stigmatisasi, subordinasi, marginalisasi, kekerasan, dan beban ganda.
Perspektif keadilan hakiki ini penting untuk memahami ajaran agama dan realitas kehidupan sosial. Keadilan hakiki adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keadilan secara umum. Hanya saja, titik tekannya adalah kebutuhan untuk memberikan perhatian pada kondisi bilogis dan sosial khas perempuan. Tanpa pemahaman ini, teks-teks agama dapat disalahgunakan untuk melegitimasi diskriminasi dan kekerasan yang dilakukan kepada perempuan.
Misi hidup perempuan sebagaimana dijelaskan dalam Q.S al-Hujurat ayat 49 yang menjelaskan bahwa orang yang mulia adalah orang yang paling bertakwa. Artinya perempuan maupun laki-laki sama dihadapan Allah dilihat dari ketakwaannya, bukan dari jenis kelaminnya. Sementara itu, perbedaan fisik dan organ tubuh antara laki-laki dan perempuan adalah takdir dari Allah. Oleh karena itu perbedaan itu harus diparesiasi dengan memberikan perhatian dan kebaikan.
Pada akhirnya, kita semua harus terbuka secara pikiran. Kita bisa membuka pikiran kita dengan belajar, bekerja, beradaptasi, dan berelasi. Terima kasih kepada semua perempuan hebat yang telah berjuang dan terus bersama berjuang. Selamat Hari Perempuan Internasional.
*) Penulis adalah akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram