Debitur besar lebih banyak penerima manfaat relaksasi pascagempa

id Willgo Zainar,Relaksasi

Debitur besar lebih banyak penerima manfaat relaksasi pascagempa

Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Gerindra dari Daerah Pemilihan NTB H Willgo Zainar. (ANTARA/Awaludin)

Mataram (ANTARA) - Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Gerindra dari Daerah Pemilihan Nusa Tenggara Barat Willgo Zainar menyatakan penerima manfaat relaksasi dan restrukturisasi kredit/pembiayaan akibat gempa bumi di Pulau Lombok lebih banyak debitur besar.

"Dari 39.341 debitur dengan portofolio Rp1,52 triliun, hanya 6.897 debitur yang melakukan relaksasi dengan nilai dana Rp1,25 triliun. Itu artinya sebagian besar debitur besar yang dapat manfaatnya," kata Willgo usai menjadi pembicara dalam sosialisasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Mataram, Senin.

Ia mengatakan rentetan gempa bumi Lombok yang terjadi pada 29 Juli dan sepanjang Agustus 2018 berdampak pada seluruh sektor dunia usaha, termasuk perbankan.

Oleh sebab itu, OJK mengeluarkan kebijakan memberikan perlakuan khusus pada kredit dan pembiayaan syariah dari perbankan untuk debitur atau proyek yang terdampak bencana alam di NTB.

Perlakuan khusus tersebut berupa pelonggaran aturan restrukturisasi, penilaian kualitas kredit/pembiayaan syariah, dan atau pemberian kredit atau pembiayaan syariah baru di seluruh kabupaten/kota di Pulau Lombok dan Kabupaten Sumbawa, serta Kabupaten Sumbawa Barat (Pulau Sumbawa).

Berdasarkan rilis yang dikeluarkan OJK Pusat pada Agustus 2018, tercatat sebanyak 39.341 debitur perbankan yang terkena dampak gempa bumi Lombok dengan nilai kredit sebesar Rp1,52 triliun pada 15 bank umum dan 17 bank perkreditan rakyat.

Willgo menyebutkan ada beberapa kategori debitur yang memanfaatkan kebijakan OJK tersebut, yakni debitur dengan portofolio Rp5 miliar ke atas dan Rp5 miliar ke bawah dengan status lancar dan sebagainya.

Namun, hanya 6.897 debitur dari total 39.000 debitur terdampak gempa bumi yang melakukan relaksasi dengan nilai total dana Rp1,25 triliun. Itu artinya nasabah kategori besar yang memanfaatkan.

Sementara nasabah kategori ke bawah seperti pelaku usaha mikro dan kecil penerima kredit usaha rakyat (KUR) hanya sebagian kecil. Bahkan sebagian dari mereka merasakan seolah-olah tidak ada relaksasi karena perbankan tetap juga melakukan penagihan atas keterlambatan.

"Kami berharap relaksasi itu juga dapat dinikmati oleh pelaku usaha kecil dan mikro, tidak hanya yang besar saja," ujarnya

Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI tersebut juga mengharapkan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang merasa usahanya terdampak berani mengajukan permohonan relaksasi kepada bank tempatnya melakukan pinjaman.

Pelaku UMKM juga harus berani mengkomunikasikan dengan bank agar pinjamannya tidak menjadi kredit macet. Sebab, jika rasio kredit macer (NPL) perbankan meningkat tentu akan menjadi masalah.

Perbankan, kata Willgo, juga bisa melihat nasabah yang potensial melakukan relaksasi dan perlu disosialisasikan agar mereka yang belum tahu informasinya bisa ikut ambil bagian dalam program relaksasi dan restrukturisasi OJK dengan masa tiga tahun tersebut.

"Saya kira itu bisa dimanfaatkan oleh debitur terdampak gempa di NTB, kecuali kalau mereka tidak memerlukan tidak masalah, tetapi perlu disampaikan oleh pihak perbankan," katanya.

Menanggapi hal itu, Kepala OJK NTB, Farid Faletehan, menegaskan bahwa lembaga jasa keuangan termasuk bank pada dasarnya tidak melihat debitur besar atau kecil. Tapi semua debitur terdampak gempa bumi bisa mengajukan relaksasi.

Menurut dia, proses relaksasi masih terus berjalan, sehingga jumlah debitur terdampak gempa bumi Lombok yang memanfaatkan kebijakan OJK akan bertambah pula.

"Kalau UMKM yang tidak mengajukan relaksasi juga banyak, tapi bukan berarti UMKM tidak diberikan relaksasi," katanya.