AKTIVITAS VULKANOLOGI GUNUNG TAMBORA BERKURANG
Mataram, 19/9 (ANTARA) - Aktivitas kegempaan vulkanik Gunung Api Tambora semakin berkurang dari 32 kali yang terjadi pada 7 September lalu menjadi lima hingga enam kali saja dalam sehari.
"Cukup drastis penurunannya meskipun belum ada penurunan status Siaga pada level III," kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Eko Bambang Sutedjo di Mataram, Senin.
Eko mengatakan, hingga kini Gunung Api Tambora masih berstatus Siaga pada level III yang ditetapkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sejak 8 September lalu.
Hasil pengamatan visual dan catatan aktivitas kegempaan Gunung Api Tambora, tidak ada gejala peningkatan status, malah aktivitas kegempaan vulkanik dalam lebih rendah dari sebelumnya yang tercatat 7 September lalu yakni berkisar antara 5-15 kali, gempa vulkanik dangkal 1-7 kali, gempa tektonik lokal 1-4 kali, gempa tektonik jauh 2-13 kali.
Gempa "low frekuensi" juga masih berkisar 1-6 kali disertai gerakan tremor dengan amplitudo antara 0,5-9 milimeter tiap harinya.
"Masyarakat perlu tahu bahwa sudah makin menurun aktivitas kegempaannya meski belum bisa diturunkan statusnya karena sejumlah pertimbangan teknis," ujarnya.
Kendati demikian, Pemerintah Provinsi NTB bersama-sama Pemerintah Kabupaten Dompu, terus berupaya meyakinkan warga yang bermukim di sekitar Gunung Api Tambora, untuk tidak terburu-buru mengungsi jika mendengar beragam isu terkait Gunung Tambora.
Apalagi, lokasi permukiman penduduk di sekitar Gunung Tambora masih dalam kawasan aman. Tidak ada permukiman penduduk di Kawasan Rawan Bencana (KRB).
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana pun sudah membagi Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Api Tambora, yakni KRB III pada radius tiga kilometer dari pusat kegempaan, KRB II pada redius lima kilometer dan KRB I pada radius delapan kilometer.
Pada KRB III berpotensi dilanda awan panas, aliran lava dan gas beracun, serta lontaran batu pijar dan hujan abu lebat.
Pada KRB II berpotensi dilanda awan panas, aliran lava dan gas beracun, serta lontaran atau guguran batu pijar, hujan abu lebat, hujan lumpur panas, aliran lahar, dan air dengan keasaman tinggi.
Pada KRB I berpotensi dilanda lahar, hujan abu dan kemungkinan terkena lontaran batu pijar.
Gunung Api Tambora tercatat dalam sejarah letusan paroksimal pada tahun 1815, yang menyebabkan terkuburnya tiga kerajaan yakni Kerajaan Pekat, Tambora dan Sanggar, dan menelan korban jiwa sekitar 92 ribu orang.
Gunung Api Tambora bertipe A karena masih menunjukkan aktivitas sesudah tahun 1600, yang terletak di wilayah Kabupaten Dompu dan Bima, Provinsi NTB, dan memiliki tinggi 2.815 meter dari permukaan laut. (*)