Kejati NTB gelar perkara korupsi IGD RSUD KLU di Kejagung

id gelar perkara,kejagung,kejati ntb,korupsi proyek,igd rsud lombok utara

Kejati NTB gelar perkara korupsi IGD RSUD KLU di Kejagung

Kepala Kejati NTB Sungarpin. ANTARA/Dhimas B.P.

Mataram (ANTARA) - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat melakukan gelar perkara korupsi proyek pembangunan ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Lombok Utara di Kejaksaan Agung, Jakarta.

Kepala Kejati NTB Sungarpin di Mataram, Senin, membenarkan perihal adanya kegiatan penyidik melaksanakan gelar perkara korupsi proyek tahun anggaran 2019 tersebut di Kejagung.

"Iya, baru selesai ekspose (gelar perkara). Akan tetapi, itu bentuknya masih gambaran saja," kata Sungarpin.

Dengan menyampaikan pernyataan demikian, dia pun enggan memaparkan secara perinci terkait dengan hasil gelar perkara dengan Kejagung tersebut.

"Untuk jelasnya, nanti saja. Tanya sama Aspidsus (Asisten Pidana Khusus)," ujar dia.

Dasar kejaksaan melakukan gelar perkara dengan Kejagung ini berawal dari adanya hasil audit ulang Inspektorat NTB yang menganulir hasil audit pertama dengan kerugian negara sedikitnya Rp240 juta.

Inspektorat NTB melaksanakan audit ulang berdasarkan adanya permintaan dari salah seorang tersangka. Sungarpin pun memastikan permintaan audit ulang itu bukan berasal dari penyidik.

Terkait dengan hasil audit ulang tersebut, Sungarpin masih enggan menyampaikan kepada publik. Padahal, dia sebelumnya menjanjikan hasil audit ulang akan disampaikan setelah pihaknya melakukan gelar perkara di Kejagung.

"Nanti saja itu," ucapnya.

Proyek dengan nama pekerjaan penambahan ruang IGD RSUD Lombok Utara ini dikerjakan oleh PT Batara Guru Group. Proyek dikerjakan dengan nilai Rp5,1 miliar yang bersumber dari APBD Lombok Utara.

Dugaan korupsi muncul setelah pemerintah memutus kontrak proyek di tengah progres pengerjaan. Hal tersebut dikuatkan dengan adanya kerugian negara hasil hitung awal dari Inspektorat Lombok Utara.

Modus korupsi dari kasus ini berkaitan dengan pekerjaan proyek yang tetap dinyatakan selesai meskipun masih ada dugaan kekurangan volume pekerjaan. Angka kerugian negara itu pun muncul dari dugaan tersebut.

Untuk proyek ini, Kejati NTB menetapkan Wakil Bupati Lombok Utara berinisial DKF sebagai tersangka. DKF terjerat kasus korupsi tersebut saat mengemban jabatan staf ahli dari konsultan pengawas proyek CV Indo Mulya Consultant.

DKF menjadi tersangka bersama pimpinan CV Indo Mulya Consultant berinisial LFH, Direktur RSUD Lombok Utara berinisial SH, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek berinisial HZ, dan kuasa Direktur PT Batara Guru Group berinisial MF.