Mataram, 12/8 (ANTARA) - Dinas Perkebunan Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), memanfaatkan Dana Bagi Hasil (DBH) Cukai Hasil Tembakau (CHT) untuk memperbanyak populasi sapi melalui program pengintegrasian perkebunan dan peternakan.
"Program pengintegrasian perkebunan dan peternakan sebagai salah satu upaya kami mendukung terwujudnya NTB Bumi Sejuta Sapi (BSS) pada 2013," kata Kepala Disbun Kabupaten Bima Heru Priyanto, ketika dihubungi dari Mataram, Minggu.
Ia menyebutkan, DBH-CHT yang diperoleh Dinas Perkebunan Kabupaten Bima dari Pemerintah Provinsi NTB pada tahun anggaran 2012 senilai Rp1,5 miliar. Nilai itu sama dengan yang diterima pada tahun sebelumnya.
NTB merupakan provinsi yang mendapat alokasi DBH-CHT terbesar ketiga setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Jawa Barat berada di peringkat ke-4 setelah NTB.
DBH-CHT diberikan Kementerian Keuangan itu kemudian dialokasikan ke APBD sesuai tahun anggaran saat dana itu diterima.
NTB mulai mendapatkan DBH-CHT sejak 2009 yang dikucurkan pada 2010 yakni sebesar 109,52 miliar lebih. Tahun berikutnya NTB mendapat DBH-CHT sebesar Rp139 miliar lebih untuk jatah 2010 yang dikucurkan pada 2011.
Sedangkan jatah 2011 yang diterima di 2012, totalnya mencapai Rp159 miliar atau lebih banyak dari tahun sebelumnya, yang penyalurannya melalui instansi teknis terkait di jajaran Pemprov NTB, seperti Biro Keuangan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Peternakan, Dinas Kehutanan, dan Dinas Perkebunan.
Sebagian besar dana itu dikelola Pemerintah Provinsi NTB dan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur, sebagai sentra produksi tembakau terbesar di NTB, sedangkan sembilan kabupaten/kota lainnya memperoleh bagian sesuai dengan persetujuan legislatif.
"Kabupaten Bima tetap mendapatkan bagian meskipun bukan daerang penghasil tembakau. Kita dapat merasakan dana cukai tembakau karena penyumbangnya juga para perokok yang ada di Bima, cuma persentasenya sudah diatur," ujarnya.
Ia mengatakan, DBH-CHT yang diperolehnya disalurkan ke 17 kelompok tani yang mengembangkan tanaman perkebunan jenis mete yang diintegrasikan dengan pemeliharaan sapi dan penananam palawija jenis jagung.
Masing-masing kelompok tani yang mengelola lahan perkebunan seluas 25 hektare memperoleh bantuan dana sekitar Rp50 juta untuk pengadaan sarana produksi, bibit mete unggul dan pengadaan sapi betina produktif.
"Kalau dirata-rata, satu kelompok tani anggotanya 30 orang, maka ada sekitar 500 petani yang terjaring dalam program pemanfaatan DBH-CHT untuk pengembangan perkebunan yang diintegrasikan dengan peternakan guna mewujudkan NTB BSS," katanya.
NTB-BSS merupakan salah satu program unggulan Gubernur NTB Tuan Guru H M Zainul Majdi dan Wakil Gubernur NTB H Badrul Munir, dengan pencapaian target satu juta ekor sapi di akhir masa jabatan mereka di 2013.
Kedua pemimpin daerah NTB itu memilih pengembangan sapi sebagai salah satu program unggulan sekaligus menjadi program pendukung swasembada daging nasional di tahun 2014.
BSS itu merupakan program percepatan yang diawali dari program reguler sebagai pembanding dengan indikasi dan asumsi populasi sapi pada tahun 2008 sebanyak 546.114 ekor, dengan jumlah induk sebanyak 37,36 persen dari populasi.
Indikator dan asumsi keberhasilan program tersebut yakni angka kelahiran mencapai 66,7 persen dari jumlah induk sapi, dan angka kematian anak sapi mencapai 20 persen dari jumlah ternak sapi yang lahir.
Dengan penerapan program NTB-BSS, diharapkan terjadi peningkatan jumlah induk sapi sebesar 38-42 persen dari populasi, peningkatan kelahiran pedet sebesar 75-85 persen dari jumlah induk.
Indikator lainnya yakni penurunan angka kematian pedet sebanyak 18-10 persen dari jumlah sapi yang lahir, penurunan pemotongan sapi betina produktif hingga 15-8 persen dari jumlah pemotongan tercatat dan pertumbuhan populasi sapi sebesar 10-15 persen per tahun.
Diharapkan, indikator keberhasilan program BSS itu terlihat dari jumlah kelahiran sapi/pedet setiap tahunnya yakni satu induk satu anak setiap tahun. (*)