Disnakertrans NTB usulkan perlindungan pekerja mandiri

id Disnakertrans NTB,Perda Ketenagakerjaan,Ketenagakerjaan

Disnakertrans NTB usulkan perlindungan pekerja mandiri

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB, I Gede Putu Aryadi. (ANTARA/HO-Disnakertrans NTB)

Lombok Utara (ANTARA) - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Nusa Tenggara Barat mengusulkan perlindungan dari risiko kecelakaan kerja bagi pekerja mandiri diatur berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Ketenagakerjaan.

"Kami sudah menyuarakan dalam forum diskusi grup bersama anggota dewan agar perlindungan bagi pekerja mandiri, pekerja rentan dan usaha kecil seperti pedagang kaki lima, pedagang kios dan usaha mikro kecil lainnya diatur dalam Perda Ketenagakerjaan," kata Kepala Disnakertrans NTB, I Gede Putu Aryadi di Mataram, Jumat (18/11).

Menurut dia, Perda tentang Ketenagakerjaan harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan beserta Peraturan Pemerintah (PP).

"Ketika di dalam UU sudah diatur secara konkret dan detail, mungkin tidak perlu lagi kita atur di dalam perda. Namun yang perlu diatur adalah hal-hal yang dalam UU belum tergambar jelas atau ada hal-hal baru yang menjadi kebutuhan dan kewenangan bagi pemerintah daerah," ujar Aryadi.

Dalam fokus diskusi grup bersama sejumlah anggota dewan, Aryadi memaparkan beberapa masukan sebagai pengayaan substansi dari rancangan Perda Ketenagakerjaan inisiatif DPRD NTB.

Pertama, mengusulkan agar perda tersebut tidak hanya mengatur tentang tenaga kerja formal, tetapi juga perlu mengatur tentang tenaga kerja mandiri (TKM). TKM seperti buruh, pedagang asongan, petani, nelayan dan lainnya memiliki tingkat pendapatan yang rendah dan tidak memiliki hubungan kerja.

Oleh sebab itu, kata dia, tenaga kerja mandiri yang sebagian besar merupakan pekerja rentan perlu mendapatkan perhatian. "Mereka itu kelompok yang sangat rentan dan belum mendapatkan perlindungan. Jika suatu saat pekerja ini sebagai tulang punggung keluarga mengalami musibah, maka otomatis satu keluarga itu sudah dipastikan akan kehilangan sumber pendapatan dan jatuh miskin, anak-anaknya bisa putus sekolah dan ini bisa berdampak pada generasi berikutnya," ujarnya.

Sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem, pemerintah dituntut untuk mempunyai fokus dan komitmen untuk mengatasi kemiskinan ekstrem.

Menurut Aryadi, kemiskinan terjadi karena tenaga kerja mandiri atau rentan ini belum mendapatkan bantuan dan perlindungan yang memadai. Karena itu, sangat penting menurut dia, agar di dalam perda diatur tentang perlindungan terhadap pekerja mandiri arau pekerja rentan, sehingga nantinya jika ada masalah bisa dilakukan penanganan secara komprehensif.

"Ini merupakan bentuk kepedulian dan perlindungan pemerintah tidak hanya terhadap pekerja rentan dan keluarga pekerja rentan tersebut, tetapi juga terhadap generasi bangsa Indonesia ke depan," ucap mantan Irbansus pada Inspektorat NTB itu.

Baca juga: Disnakertrans NTB mengajak P3MI hindari penempatan non-prosedural
Baca juga: Disnakertrans Lombok Timur menerima pengaduan dugaan pungutan liar


Oleh karena itu, kata dia, perlu pendataan pekerja rentan oleh pemerintah daerah. Jangan sampai pemerintah daerah tidak memiliki data yang memadai yang berakibat sulit untuk mengambil langkah kebijakan dalam menyelesaikan masalah.

Dengan adanya data dan informasi yang lengkap, pihaknya bisa melakukan penanganan pembangunan Ketenagakerjaan secara lebih komprehensif. "Ini penting diatur di perda agar jelas mana yang menjadi porsi pemerintah dan porsi swasta atau perusahaan dalam kewenangan. Jika porsi pemerintah, maka perlu diatur agar pemerintah daerah dapat mengalokasikan anggaran untuk iuran ketenagakerjaan bagi pekerja rentan," katanya.