Mataram (ANTARA) - Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Nusa Tenggara Barat mencatat sebanyak 116.552 ekor sapi sudah dinyatakan sembuh dari penyakit mulut dan kuku (PMK) setelah dilakukan penanganan oleh petugas bersama peternak.
"Hingga hari ini, dari data yang ada menunjukkan ada penurunan, dari total kasus sebanyak 118.676 ekor sapi terkena PMK, tinggal sisa 1.629 ekor yang belum sembuh," kata Kepala Disnakeswan NTB, drh Khairul Akbar, di Mataram, Selasa.
PMK adalah penyakit infeksi virus yang bersifat akut dan sangat menular. Penyakit ini menyerang semua hewan berkuku belah/genap, seperti sapi, kerbau, babi, kambing, domba termasuk juga hewan liar seperti gajah, rusa dan sebagainya.
Ia menyebutkan sebanyak 1.629 ekor sapi yang belum sembuh tersebar di Kabupaten Lombok Utara sebanyak 37 ekor, Dompu 423 ekor, Bima 1.154 ekor, dan Kota Bima sebanyak 15 ekor.
Sementara data sapi yang mati akibat PMK sebanyak 231 ekor, dan sapi yang sakit kemudian dipotong bersyarat sebanyak 264 ekor.
Khairul mengatakan berbagai upaya terus dilakukan untuk mengendalikan penyebaran PMK, seperti melakukan penyemprotan disinfektan kandang ternak, dan memperbarui laporan kasus harian melalui iSIKHNAS atau sistem informasi kesehatan hewan Indonesia yang mutakhir.
Selain itu, pembatasan pergerakan hewan rentan dan penerapan bio security yang ketat, melakukan pengobatan ternak yang sakit, monitoring dan evaluasi ke kabupaten/kota, serta kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat.
"Ada juga vaksinasi ternak sebagai upaya untuk pengebalan sapi dari penyakit," ujarnya.
Untuk kegiatan vaksinasi, lanjut dia, Kementerian Pertanian sudah memberikan sebanyak 1.178.526 dosis kepada NTB. Dari total jumlah dosis vaksin tersebut, sudah terealisasi sebanyak 936.699 dosis dari populasi sapi di NTB, sebanyak 1,4 juta ekor.
Kegiatan vaksinasi melibatkan sebanyak 1.115 petugas yang tergabung dalam 284 tim terpadu, di mana personel dari Pemerintah Provinsi NTB sebanyak 15 orang.
Menurut Khairul, upaya vaksinasi sapi masih dihadapkan pada beberapa kendala, seperti masih adanya peternak yang menolak vaksinasi, dan masih kurangnya sumber daya manusia yang akan melakukan vaksinasi, terutama di daerah-daerah tertentu. Sebab, petugas harus mendatangi peternak satu per satu.
"Kami juga kesulitan melakukan vaksinasi di Pulau Sumbawa, karena sistem pemeliharaan sapi di sana dilakukan dengan cara melepasliarkan di alam bebas. Beda dengan di Pulau Lombok, sapi dipelihara di dalam kandang," ucapnya.