Mataram (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat mengalokasikan anggaran sebesar Rp1,2 triliun untuk program pengentasan kemiskinan pada tahun 2023.
Kepala Bappeda NTB Iswandi di Mataram, Selasa, mengatakan alokasi anggaran Rp1,2 triliun itu sekitar 24 persen dari total APBD NTB sebesar Rp5,9 triliun lebih.
"Kalau dari APBD provinsi sekitar Rp1,2 triliun," ujarnya.
Ia mengatakan anggaran sebesar itu untuk program bantuan sosial (bansos), hibah, dan pemberdayaan masyarakat.
"Itu baru dari daerah, belum dari pemerintah pusat, seperti bantuan PKH, JKN, PBI dan lainnya. Semua program ini dananya bersumber dari APBN," katanya.
Meski anggaran dialokasikan besar, katanya, seringkali program pengentasan kemiskinan menjadi persoalan, terutama terkait dengan efektifitas program tersebut.
Untuk mengatasi itu, Pemprov NTB melalui Tim Koordinasi Penanggulangan Daerah (TKPKD) meminta kabupaten dan kota meningkatkan konsolidasi, sehingga program penanganan kemiskinan di NTB bisa lebih tepat sasaran.
"Sinergitas itu maksudnya bagaimana kabupaten dan kota fokus menangani dan menyasar kelompok miskin atau berpotensi miskin. Jadi semua berperan baik pusat, provinsi dan kabupaten serta kota, termasuk kementerian/lembaga, OPD, dan Dana Desa, terutama bagaimana pemutakhiran data," katanya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) NTB Wahyudin mengatakan data kemiskinan ekstrem yang dikeluarkan BPS maupun Bappeda konsepnya sama, di mana rentan kemiskinan dibagi dalam desil 1-10. Desil 1 atau 10 persen masuk kelompok kemiskinan ekstrem, desil 2 atau 20 persen masuk kelompok miskin, dan sebagian lainnya masuk kelompok hampir miskin.
"Jadi, data dari Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) dengan 1,8 juta jiwa lebih penduduk NTB tersebut, merupakan bagian secara keseluruhan dari kemiskinan ekstrem sampai dengan kelompok miskin dan hampir miskin," ujarnya.
Berdasarkan data pada Maret 2021, jumlah individu miskin ekstrem di NTB sebesar 4,78 persen atau 252.048 jiwa, sedangkan Maret 2022 sebesar 3,29 persen atau 176.029 jiwa yang artinya dari periode Maret 2021 sampai dengan Maret 2022 terjadi penurunan angka kemiskinan ekstrem di NTB sebesar 1,49 persen.
"Terkait hal tersebut, memang tidak bisa langsung menyasar 176.029 individunya, karena begitu ada gejolak seperti kenaikan harga BBM, inflasi dan lainnya, kemungkinan yang ada di luar kategori miskin ekstrem akan jatuh juga ke potensi kemiskinan ekstrem tersebut," katanya.