KY: seorang pimpinan pengadilan di NTB terindikasi langgar kode etik

id Komisi Yudisial (KY), diskusi penegakan hukum berkeadilan, pimpinan pengadilan di NTB langgar kode etik

KY: seorang pimpinan pengadilan di NTB terindikasi langgar kode etik

Peneliti Komisi Yudisial (KY) Afifi menjelaskan bahwa seorang ketua pengadilan di NTB terindikasi terlibat pelanggaran kode etik. (Foto: Anwar) (Peneliti Komisi Yudisial. Afifi)

"Benar, ada seorang pimpinan pengadilan di NTB yang terindikasi melanggar kode etik, dan sedang diproses, nanti segera ada kejutan untuk publik," kata Peneliti KY Afifi.
Mataram (Antara Mataram) - Seorang hakim yang memimpin institusi pengadilan di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) terindikasi terlibat pelanggaran kode etik, dan kasusnya akan segera diumumkan ke publik.

"Benar, ada seorang pimpinan pengadilan di NTB yang terindikasi melanggar kode etik, dan sedang diproses, nanti segera ada kejutan untuk publik," kata Peneliti KY Afifi, ketika ditemui usai memaparkan materi pada Media Briefing KY dan Wartawan, yang digelar di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis.

Kegiatan itu juga diikuti sejumlah hakim, polisi, jaksa, dan pengacara serta para aktivis peduli supremasi hukum.

KY juga melibatkan Pos Koordinasi Pemantauan Peradilan NTB, dalam pembahasan upaya penegakan hukum yang berkeadilan itu.

Selain Peneliti KY, nara sumber lainnya yakni Ahyar Supriadi SH selaku Pos Koordinasi Pemantauan Peradilan NTB yang juga Ketua Panitia Konsolidasi Pembentukan Penghubung Komisi Yudisial di Mataram, NTB.

Agus Talino selaku wartawan senior di NTB yang juga Pemimpin Redaksi Suara NTB, juga menjadi nara sumber dalam diskusi tersebut.

Afifi mengatakan, tim pemeriksa KY segera turun ke NTB untuk menindaklanjuti kasus pelanggaran kode etik yang melibatkan pimpinan salah satu institusi pengadilan di NTB itu.

"Tim segera turun, mungkin akan langsung diumumkan saat itu. Tunggu saja kejutan ini," ujar Afifi, yang mengaku belum bisa membuka identitas oknum ketua pengadilan yang terindikasi terlibat pelanggaran kode etik itu.

Dia membenarkan bahwa sejumlah hakim di wilayah NTB juga dilaporkan masyarakat ke KY, dan tengah ditindaklanjuti sesuai tugas dan fungsi komisi yang berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama calon hakim agung tersebut.

Sejak terbentuk pada 13 Agustus 2004, KY telah menerima sebanyak 11.690 laporan masyarakat, sampai posisi 11 Juni 2013.

Belasan ribu laporan pengaduan masyarakat itu termasuk dari wilayah NTB.

Namun, dari 11.690 laporan pengaduan masyarakat itu, hanya sebanyak 138 laporan yang ditindaklanjuti dalam bentuk sanksi.

Sanksi tersebut yakni teguran tertulis sebanyak 72 kasus, pemberhentian sementara sebanyak 21 kasus, pemberhentian tetap sebanyak 18 kasus.

Pemberian sanksi atas ketiga jenis kasus itu merujuk kepada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.

Setelah perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, menjadi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011, jumlah sanksi ringan sebanyak 16 kasus, sanksi sedang enam kasus dan sanksi berat lima kasus.

Dengan demikian, KY sudah menindaklanjuti sebanyak 138 kasus dari sekitar 3.000-an laporan pengaduan masyarakat yang ada kaitannya dengan tupoksi KY atau kinerja hakim. (*)