Mantan Direktur RSUD Praya divonis 6 tahun penjara terkait korupsi BLUD

id RSUD Praya ,BLUD RSUD Praya,Dirut RSUD Praya,Lombok Tengah,Mantan Dirut RSUD Praya divonis 6 tahun penjara

Mantan Direktur RSUD Praya divonis 6 tahun penjara terkait korupsi BLUD

Mantan Direktur RSUD Praya Muzakir Langkir berjalan keluar ruang persidangan usai mengikuti agenda putusan perkara korupsi pengelolaan dana BLUD tahun anggaran 2017-2020 di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, NTB, Selasa (11/7/2023) sore. ANTARA/Dhimas B.P.

Mataram (ANTARA) - Majelis hakim menjatuhkan vonis 6 tahun penjara kepada Muzakir Langkir, mantan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Praya, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, terkait perkara korupsi pengelolaan dana badan layanan umum daerah (BLUD) pada tahun anggaran 2017—2020.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Muzakir Langkir dengan pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan," kata Hakim Ketua Mukhlassuddin membacakan vonis terdakwa Muzakir Langkir di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Selasa sore.

Hakim turut menetapkan pidana tambahan terhadap terdakwa untuk membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp883 juta subsider 1,5 tahun kurungan badan.

Dalam putusan tersebut, Mukhlassuddin sebagai ketua majelis membuat dissenting opinion atau pendapat berbeda dengan anggota majelis. Perbedaan pendapat dalam putusan tersebut berkaitan dengan penerapan pasal.

Mukhlassuddin menyatakan perbuatan terdakwa Muzakir Langkir terbukti melanggar Pasal 3 dan Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Ia mengatakan bahwa terdakwa sebagai kuasa pengguna anggaran dalam pengelolaan dana BLUD pada RSUD Praya telah terbukti secara bersama-sama dengan dua terdakwa lain, yakni Baiq Prapningdiah dan Adi Sasmita, menyalahgunakan kewenangan sehingga menimbulkan kerugian negara.

Pendapat dua hakim anggota, Kadek Dedy Arcana dan Djoko Soepriyono, menyatakan perbuatan terdakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 12 huruf e jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.