Mataram (ANTARA) - Kayak yang ditumpangi Shahiban beberapa kali terayun-ayun gelombang yang mengikuti kontur sungai. Cipratan air terus menerpa ke mukanya. Dayung sesekali dikayuh sembari menjaga keseimbangan.
Meski hari masih pagi, Shahiban sudah harus luntang pukang mengikuti "selera" sungai. Bukan dia sendiri, melainkan ada dua rekannya yang sama-sama harus berpeluh bercampur air.
"Ups ... ups," ujar Shahiban saat melewati satu per satu jeram di sungai itu. Dia pun sesekali meminggirkan kayaknya untuk melihat rekannya yang berada di belakang.
Tepatnya pada Minggu (9/7) pagi, mereka memulai mengarungi Sungai Ayung di Jalan Begawan Giri, Kedewatan, Badung, Bali, dan berakhir di titik sebelum Bendungan Mambal.
Shahiban merupakan anggota Perhimpunan Mahasiswa Pecinta Alam (PMPA) PALAWA Universitas Padjadjaran (Unpad) yang juga mahasiswa Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Industri Pertanian Unpad. Bersama dua rekannya, Asyrurifa Fauzi (mahasiswa Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad) dan Nada Aulia (mahasiswa Sastra Rusia Fakultas Ilmu Budaya Unpad), ia mengarungi sungai menggunakan kayak.
Kegiatan mereka merupakan bagian dari "Ekspedisi Panaratas" dengan tema "Petualangan Kayak dan Pemetaan Morfologi Sungai Ayung, serta Sosialisasi Pitkano sebagai Watersport Tourism di Desa Sibanggede, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali".
Petualangan air yang didukung oleh produsen kayak di Tanah Air, Boogie dan Yayasan PALAWA Indonesia (YPI), itu juga didukung oleh tiga mahasiswa pecinta alam (mapala) di Bali, masing-masing dari Mapala Wanaprasta Dharma (Universitas Udayana), Bhuana Giri (Universitas Mahasaraswati), dan Citta Mandala (Universitas Warmadewa).
Dalam pengarungan, tim menggunakan dua perahu, yakni, dua kayak hardshell, dan pitkano, sebuah inflatable kayak yang dikembangkan oleh produsen Boogie. Dukungan juga diberikan dalam bentuk perahu beroda seperti Perahu Barong 380 dan pitkano jenis Apoda 215 dan Salamander 230 yang turut digunakan dalam kegiatan ini.
"Titik ekstrem ini berada di 5 kilometer awal pengarungan pada hari pertama," kata Shahiban.
Titik ekstrem yang dimaksud diakibatkan oleh terjadinya perubahan ketinggian air. Beberapa kali tim pengarungan harus berhati-hati.
Dayung...dayung...berkayak di Sungai Ayung
Meski hari masih pagi, Shahiban sudah harus luntang pukang mengikuti "selera" sungai