"Kalau ditotal dari 132 CPMI, kerugiannya Rp1,9 miliar, hampir mencapai Rp2 miliar. Tetapi, kami fokus korban yang melapor, yang dari Lombok Utara dan Mataram, itu kerugiannya Rp641 juta," kata Teddy.
Dia mengatakan bahwa uang itu telah disetorkan tersangka S dan J kepada RD sebagai Kacab PT PSM. Pihak korban yang tidak juga mendapatkan kepastian pemberangkatan mengungkapkan rasa kecewa dengan meminta pengembalian uang setoran.
Sampai saat ini para korban hanya mendapatkan janji manis dari RD.Hingga persoalan ini masuk ke kepolisian, kata Teddy belum ada satu pun korban yang mendapatkan pengembalian setoran dari RD.
"Atas dasar uang tidak juga kembali, korban ini melaporkan ke kami," ujarnya.
Lebih lanjut, katanya dari rangkaian penyidikan Teddy mengungkapkan bahwa PT PSM melakukan perekrutan tidak sesuai dengan Keputusan Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Nomor 785 Tahun 2022 Tentang Biaya Penempatan Pekerja Migran Indonesia.
"Dalam keputusan Kepala BP2MI, untuk bekerja di Taiwan memang ada biayanya, nilainya Rp22 juta. Tetapi, oleh PT PSM, memungut biaya Rp40 juta ke atas. Ini yang kami lihat tidak sesuai aturan," kata Teddy.
Selain itu, Surat Izin Perekrutan Pekerja Migran Indonesia (SIP2MI) PT PSM terungkap telah kedaluwarsa. Teddy mengungkapkan hal itu berdasarkan permintaan keterangan dari pihak BP2MI yang sudah mencabut SIP2MI milik PT PSM pada Agustus 2022.
"Jadi, PT PSM ini beroperasi tanpa didukung adanya SIP2MI yang diterbitkan BP2MI. Persoalan lain itu terkait Negara Taiwan yang juga tidak ada membuka job order untuk bekerja di sektor konstruksi dan pabrik," ujarnya.