REI NTB Minta Pemda Tak Persulit Perizinan Rumah Bersubsidi

id REI NTB

REI NTB Minta Pemda Tak Persulit Perizinan Rumah Bersubsidi

Pembangunan Perumahan (ANTARA Foto) (1)

"Program Sejuta Rumah di NTB terkesan tidak ada antusias, baik pemerintah provinsi dan kabupaten/kota"
Mataram (Antara NTB) - Real Estate Indonesia wilayah Nusa Tenggara Barat menginginkan agar seluruh pemerintah daerah di NTB memberi kemudahan perizinan bagi para pengusaha properti dalam rangka mendukung program Sejuta Rumah, termasuk di antaranya bersubsidi.

"Program Sejuta Rumah di NTB terkesan tidak ada antusias, baik pemerintah provinsi dan kabupaten/kota," kata Ketua Dewan Pertimbangan Real Estate Indonesia (REI) NTB, Izzat Hussein, di Mataram.

Data Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP), menyebutkan pembangunan sejuta rumah pada tahun 2016, terdiri atas 700.000 unit rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan untuk nonMBR sebanyak 300.000 unit rumah.

Dari 700.000 unit rumah MBR, sebanyak 474.034 unit melalui fasilitas dan bantuan pemerintah dan sisanya melalui pendanaan langsung dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Kebutuhan pembiayaan untuk memenuhi 474.034 unit melalui skema program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), subsidi selisih bunga dan bantuan uang muka diperkirakan sebesar Rp12,49 triliun (sesuai nota keuangan).

Menurut Izzat, pemerintah kabupaten/kota masih memberatkan para pengembang perumahan yang ingin membangun rumah bersubsidi dengan berbagai proses perizinan dan pajak.

Hal itu tentu akan menimbulkan biaya tinggi bagi pengembang yang sudah terbebani dengan mahalnya harga lahan.

"Kenapa NTB tidak mencontoh Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat yang sudah membebaskan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), dan mempermudah perizinan," ujarnya.

Pembangunan pemukiman baru, kata Direktur Utama PT Royal Lombok ini, menjadi hal yang wajib dilakukan dalam rangka mengentaskan kemiskinan di NTB, yang disebabkan dari sektor perumahan.

Program Sejuta Rumah, lanjut dia, menjadi salah satu solusi, sehingga pemerintah daerah di NTB perlu mengambil kesempatan yang kemungkinan tidak akan ada lagi di masa mendatang.

"Kesempatan seperti itu ke depan akan semakin sulit di dapat. Saat ini kekurangan perumahan di Kota Mataram, saja mencapai 200 ribu unit, belum daerah lain, seperti Lombok Barat yang terus berkembang," katanya.

Keluhan senada juga diungkapkan Ketua Dewan Pengurus Daerah REI NTB, H Miftahudin Ma`ruf. Ia menilai pemerintah daerah kurang berminat membantu masyarakat berpenghasilan rendah memiliki rumah bersubsidi.

Hal itu dibuktikan dengan realisasi dana subsidi dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk NTB yang relatif rendah setiap tahun, bahkan nol persen.

Sebagai pengusaha, kata dia, mustahil pengembang tidak mencari untung namun tetap harus memiliki jiwa sosial untuk membantu masyarakat kurang mampu memiliki rumah layak huni.

Namun di sisi lain, perlakuan yang diberikan pemerintah antara bisnis komersial dan sosial, hingga saat ini belum ada perbedaan.

"Kalau antara sosial dan komersial tidak ada beda. Ngapain kami kerjakan yang sosial. Lebih baik pilih yang komersial," ujarnya.

Menurut Ma`ruf, bupati dan wali kota semestinya memberikan perhatian terhadap persoalan realisasi pembangunan rumah bersubsidi. Cukup dengan berkomitmen memberikan keringanan perizinan dan retribusi lain untuk memudahkan pengembang membangun perumahan layak huni bagi MBR, misalnya pemotongan BPHTB. (*)