Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) meminta pemerintah daerah (pemda) mempercepat pelaksanaan audit kasus stunting sesuai jadwal yang telah ditentukan.
“Per 8 Juni 2024, realisasi Bantuan Operasional Keluarga Berencana Audit Kasus Stunting (BOKB AKS) kita belum mencapai 5 persen (4,89 persen), sebesar Rp2,03 miliar dari total anggaran Rp41,47 miliar. Apakah ini memang belum di-input (masukkan) atau masih seperti ini? Saya harap ada upaya percepatan pelaksanaan audit kasus stunting (dari pemda),” kata Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN Irma Ardiana dalam diskusi yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
Ia juga meminta pemerintah provinsi serta kabupaten/kota untuk memperbarui aplikasi Monitoring, perencanaan, dan evaluasi (Morena) yang menjadi dasar pemetaan realisasi BOKB AKS.
“Kami juga meminta pemerintah provinsi, juga kabupaten/kota untuk update aplikasi Morena, karena aplikasi Morena menjadi dasar kita untuk memetakan apakah realisasi BOKB AKS sudah sesuai dengan milestone (capaian) yang ada,” ujar dia.
Sementara itu, Program Officer Bidang Program dan Kegiatan Sekretariat Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting BKKBN, Muhammad Kodir menekankan pentingnya kolaborasi untuk mempercepat proses penyerapan atau realisasi anggaran yang selaras dengan pelaksanaan audit kasus stunting di setiap kabupaten/kota.
“Sebelumnya tidak terlalu banyak yang diaudit, tahun ini setiap sasaran harus diaudit, minimal dua di setiap sasaran. Ini menjadi upaya kita supaya pelaksanaan audit kasus stunting bisa menjadi praktik baik sekaligus tata laksana yang bisa diimplementasikan atau di-replikasi pada kasus-kasus yang serupa di wilayah lainnya,” katanya.
Kodir juga menyoroti persentase pelaporan audit kasus stunting di tujuh provinsi per April 2024 yang masih belum di atas 50 persen.
“Persentase pelaporan audit kasus stunting di Bulan April 2024, kalau diperhatikan untuk yang capaiannya masih relatif rendah belum di atas 50 persen, itu dari DKI Jakarta (0 persen), Papua (3 persen), Sulawesi Barat (17 persen), Sulawesi Selatan (21 persen), Maluku (27 persen), Kalimantan Utara (40 persen), dan Kalimantan Barat (50 persen),” paparnya.
Ia juga menyampaikan, ada 90 kabupaten/kota yang tidak melaporkan pelaksanaan audit kasus stunting tahap satu tahun 2024 (data per 28 Mei 2024).
Ia berharap, di tahun 2024 ini siklus audit kasus stunting pertama dan kedua sudah bisa dilaksanakan sesuai jadwal, sehingga intervensi kasus stunting dapat dilakukan tidak melebihi tahun anggaran.
Baca juga: 500,000 divorce cases every year regrettable
Baca juga: BKKBN tekankan pentingnya daerah sosialisasikan KB pria
“Di tahun 2024 ini, saya harap siklus pertama dan kedua sudah bisa dilakukan sesuai jadwal. Ketika intervensi tidak melebihi tahun anggaran, kalau memang pembiayaannya dari APBD atau APBDes, maka penanganan bisa dilakukan sesegera mungkin karena dekat dengan sasaran, sehingga jadwal yang sudah disusun ini sudah ideal oleh pusat, sehingga intervensinya tidak melebihi batas anggaran,” tuturnya.
Berdasarkan capaian nasional yang disampaikan oleh Kodir, jumlah kabupaten/kota yang melaporkan audit kasus stunting siklus satu per 28 Mei 2024, dari 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia, 424 kabupaten/kota sudah melaporkan, dengan persentase sebesar 82 persen.