Peran Media dan Penyelenggara Pilkada Cukup Strategis

id pilkada 2018,media,bawaslu ,demokrasi

Peran Media dan Penyelenggara Pilkada Cukup Strategis

Bambang Karyono (Foto. Ist)

Seluruh elemen masyarakat menaruh kepercayaan untuk mendapatkan kedaulatannya secara murni dan utuh. Memilih berdasarkan kebenaran informasi dan mendapatkan pemimpin bukan dari hasil manipulasi
Mataram (Antaranews. NTB) - Mantan anggota Bawaslu Nusa Tenggara Barat Bambang Karyono mengutarakan peran media dan penyelanggara pemilihan umum dalam membangun budaya demokrasi cukup strategis bertepatan pelaksanaan Pilkada 2018.

"Media massa dengan fungsi informatif terikat kaedah jurnalitik dituntut independen, akurat, berimbang dan yang tidak kalah pentingnya adalah tidak beritikad buruk. Hal yang tidak jauh berbeda asas penyelenggara pemilu juga dituntut hal yang sama sebagaimana amanah Undang-Undang No 7 Tahun 2017," kata Bambang Karyono di Mataram, Senin.

Ia menilai pada tahap awal pelaksanaan Pilkada tahun 2018 ini publik digegerkan oleh operasi tangkap tanggap yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap Ketua Panwas dan anggota KPU Garut, Jawa Barat atas dugaan suap untuk meloloskan salah satu pasangan calon kepala daerah dengan mengamankan barang bukti berupa barang dan uang.

Apresiasi posistif kini tertuju pada institusi kepolisian, dan sebagai tamparan keras tentunya untuk institusi penyelenggara pemilu. Namun, sejatinya kasus tersebut hanya dilakukan oleh oknum bukan institusi. Tetapi tetap saja berdampak terhadap "trust public" terhadap lembaga penyelengara sebagai institusi yang memegang kepercayaan publik guna menjadikan Pilkada sebagai sarana rakyat untuk mendapatkan pemimpin.

Direktur Eletion Management dan Konstitusiaonal (EMC) NTB ini, menyatakan berbicara kepercayaan publik dalam proses Pilkada terhadap media masa dan penyeleggara. Sesungguhnya publik memiliki keyakinan dan kepercayaan yang tinggi terhadap eksistensi media maupun penyelenggara dalam mengawal proses demokrasi dan dijadikan sumber kepercayaan publik terhadap proses dan hasil pilkada serta wacana politik dan Pilkada yang berkembang ditengah tengah masyarakat.

"Sebaliknya kehancuran demokrasi bisa saja berawal dari opersi media massa maupun penyelenggara. Media sebagai pilar demokrasi dan penyelengara sebagai institusi wujud demokrasi tentu akan membumi hanguskan demokrasi itu sendiri apabila melakukan operasi media dan opersai penyelenggara untuk memenangkan atau mengalahkan seorang calon," jelasnya.

Menurutnya, saat ini tidak dapat dipungkiri media masa juga industri yang tentu menganut hukumnya sendiri untuk mendapatkan "income" dari usaha medianya. Dalam posisi sebagai sumber informasi dan sebagai industri yang terikat oleh Undang-Undang No 40 tahun 1999 dan peraturan dewan pers. Akan tetapi hal yang juga tidak mustahil bagi media melakukan upaya operasi media baik yang dilakukan oleh institusi maupun oknum.

Karenanya, tidak jarang sebuah media kehilangan pembaca, pendengar dan penontonnya, ratingnya akan merosot derastis sebagai akibat turunnya kepercayaan publik. Yang tentu akan berdampak juga terhadap institusi media sebagai industri, income capital tentu juga akan menurun.

Untuk itu, dalam konteks Pilkada baik media maupun penyelenggara memberikan dampak besar terhadap kemenangan dan kegagalan seorang calon kepala derah. Media massa cukup mempengaruhi peningkatan elektabilitas seorang calon kepala daerah juga mampu menjatuhkan elektabilitas calon kepala daerah. Sementara penyelenggara dalam banyak kasus yang pernah terjadi pada Pilkada dan pemilu sebelumnya terjadi "operasi" penyelenggara yang mampu mengubah seseorang yang seharusnya dilantik menjadi batal untuk dilantik. Lebih dari itu bukan hanya sekedar persoalan angka perolehan tetapi juga mengurangi perolehan suara.

"Sebut saja kasus yang dialami dua caleg di Kabupaten Lombok Utara yang terbukti oleh penyelenggara mengurangi dan menambah perolehan suara di TPS saat melakukan penghitungan ulang, pada Pileg 2014," terangnya.

Karenanya, lanjut dia, media dan penyelenggara sebagai entitas Pilkada lebih mempengaruhi baik dan buruknya proses dan hasil pilkada. Tidak terkecuali Pilkada NTB dan tiga kabupaten/kota yang sedang melaksanakan Pilkada.

"Seluruh elemen masyarakat menaruh kepercayaan untuk mendapatkan kedaulatannya secara murni dan utuh. Memilih berdasarkan kebenaran informasi dan mendapatkan pemimpin bukan dari hasil manipulasi," tandas Bambang Karyono. (*)