Jumlah ABH ditangani Kemensos meningkat di NTB

id Anak Berhadapan Hukum

Jumlah ABH ditangani Kemensos meningkat di NTB

Menteri Sosial Idrus Marham (kanan), bersama Pjs Bupati Lombok Barat H Lalu Saswadi (kiri), mencoba alat pertukangan kayu yang digunakan untuk melatih anak berhadapan hukum di PSMP Paramita Mataram, NTB. (Foto Antaranews NTB/Awaludin)

Undang-undang tidak membolehkan anak-anak menjalani hukuman pidana di penjara. Makanya, mereka ditempatkan di panti ini
Lombok Barat (Antaranews NTB) - Kementerian Sosial mencatat jumlah anak berhadapan hukum (ABH) yang dibina di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Paramita Mataram, Nusa Tenggara Barat, mencapai 200 orang pada 2017 atau meningkat dibanding tahun sebelumnya sebanyak 100-an binaan.

"Untuk Januari-Maret 2018, jumlah ABH yang dibina 80 orang. Ada titipan polisi, rujukan, putusan pengadilan," kata Ketua Rumah Perlindungan Sosial Anak Bumi Gora, PSMP Paramita Mataram, Agnes Rosalia, di sela menerima kunjungan Menteri Sosial Idrus Marham, di Lombok Barat, Minggu.

Menurut dia, seluruh ABH yang dibina karena melakukan perbuatan tindak pidana. Ada yang mencuri sandal, uang di dalam kotak amal dan pencurian kendaraan bermotor. Bahkan, terjerat kasus narkotika, psikotropika dan obat-obatan berbahaya (narkoba).

Oleh sebab itu, mereka ditempatkan di PSMP Paramita Mataram, agar mendapatkan pembinaan supaya menyadari segala perbuatan buruknya. Selain itu, agak anak-anak yang masih berusia 12-18 tahun tersebut memiliki motivasi untuk meraih masa depannya.

"Undang-undang tidak membolehkan anak-anak menjalani hukuman pidana di penjara. Makanya, mereka ditempatkan di panti ini," ujarnya.

Selain pembinaan mental, pihaknya juga memberikan pembinaan keterampilan hidup, seperti teknik pengelasan, perbaikan mesin sepeda motor dan pertukangan kayu.

Menurut Agnes, anak-anak binaannya yang sudah mahir bisa diterima oleh dunia usaha. Namun yang sudah menyelesaikan masa pembinaan dan berusia di atas 18 tahun. Sedangkan yang masih usia anak-anak belum boleh dipekerjakan.

"Kalau yang usianya masih bisa disekolahkan, kami sekolahkan di Yayasan Peduli Anak. Tapi kalau usia sudah tidak memungkinkan mengejar pendidikan, kami arahkan mengikuti pembinaan keterampilan," ucapnya.

Terkait dengan upaya menekan jumlah ABH, Agnes mengatakan hal itu merupakan tanggung jawab semua pihak, terutama para orang tua.

Menurut dia, orang tua harus memberikan porsi waktu untuk mendidik anak-anaknya, meskipun mereka bekerja. Begitu juga dengan yang sudah bercerai tetap wajib memperhatikan hak anak.

"Kami juga mendorong peran para tokoh agama. Bisa melalui khotbah salat Jumat. Walaupun bukan anak kita, tapi mari peduli. Isnya Allah, kalau semua bersatu dan punya komitmen, saya yakin jumlah ABH bisa ditekan," katanya. (*)